"Ini.. ibu makan ini, rasa es cremnya sangat enak.." ujar Alia sembari memberikan satu cron kecil es crim pinggir jalan.
Keduanya duduk di batu-batu yang sedikit bersih.
Wanita tua itu mengambil dengan ragu. Namun Alia langsung meraih tangan wanita tua itu dan memberikan langsung cron kecil itu.
Wanita tua itu melihat dengan wajah berbinar, lalu perlahan ia pun menyicipi es crem tersebut.
Alia tersenyum kecil melihat tingkah wanita tua itu lalu ia menghela nafas panjang. Sesaat ia merasakan jika kakinya sedikit sakit dan Alia memeriksa bagian mata kaki kanannya yang ternyata terluka.
"Aaah, pantas saja sakit.." ujar Alia melihat pada lukanya yang ternyata berdarah.
Namun tak lama terdengar suara pria seperti memanggil.
"Ibu???" seru pria itu dari kejauhan.
Alia menoleh pada asal suara.
"Ibu???" panggil pria itu yang akhirnya tiba di hadapan Alia dengan nafas terengah.
"Ibu kemana saja??" seru pria itu dengan memeluk wanita tua itu yang terlihat tak peduli.
Alia relfek berdiri karena kaget.
"Ma-maaf.." sela Alia memotong keharuan pria itu.
"Ta-di.. tadi Ibu anda hampir tertabrak.."
Pria itu langsung bangun dan menghadap Alia.
Dan seketika wajah Topan terperajah ketika melihat sosok di hadapannya kini, Alia Zatifah.
"Nyonya Alia??" seru Topan tanpa ragu.
Alia mematung ketika pria di hadapannya ini mengenali dirinya.
Alia terpaku tanpa bisa mengingat sosok pria di hadapannya ini.
"Anda tidak mengingat saya??? saya Topan, pengacara keluarga Mahendra.." jelas Topan.
Deg.. Alia membeku ketika mendengar nama keluarga yang telah mencampakkan dirinya.
***
"Terima kasih, Nyonya Alia, anda sudah menyelamatkan Ibu saya.." ujar Topan bersyukur.
Alia hanya tersenyum tipis.
"Saya bukan Nyonya lagi.. dan saya hanya spontan menyelamatkan Ibu anda Pak Topan, dan syukurnya Ibu anda tidak apa-apa" ucap Alia sungkan.
Topan lega, lalu ia menoleh pada sang ibu yang masih menikmati es crem kecil yang sudah habis sedari tadi.
"Ibu.. sudahlah.. itu sudah habis, nanti Topan beli yang lain jika ibu mau.." seru Topan pada sang ibu dan meriah cron yang sudah berantakan di tangan sang ibu.
Namun ibu Topan mengelak, ia tak ingin cron itu di ambil.
Alia hanya tersenyum kecil, lalu dengan reflek ia menyentuh jemari ibu Topan.
"Ibu?? es cremnya enak yaa???"
Ibu Topan mengangguk cepat.
Alia tersenyum.
"Tapi ini sudah habis, nanti pak Topan akan memberikannya lagi pada ibu..ya??" ujar Alia lembut sembari meraih sisa cron yang telah hancur di tangan ibu Topan.
Wajah wanita tua itu bersedih, namun akhirnya menurut.
Topan terpanah dengan ucapan Alia yang lembut.
"Sekali lagi terima kasih, Nyonya.." ucap Topan yang masih saja sopan dan menghormati mantan Nyonya kliennya itu.
Alia hanya tersenyum.
"Kalau begitu saya permisi pak Topan.. ibu saya pergi dulu yaa, dan lain kali hati-hati.." ujar Alia akhirnya pergi begitu saja dari hadapan Topan dan ibunya.
Alia melangkah pergi. Namun Topan terus menatap punggung wanita yang ternyata kini berpakaian lusuh dengan tas ransel usang.
Tanpa sengaja Topan lihat pada kaki Alia yang ternyata berdarah.
"Nyonya??" seru Topan yang merasa bersalah tak memperhatikan detail.
Namun Alia kian berlalu pergi dengan menyebrang jalan raya itu.
"Sukma?? kemana Sukma??" tanya ibu Topan yang seketika mencari sosok dari nama "Sukma" .
Topan menoleh dengan heran.
"Ibu?? Siapa sukma??" tanya Topan.
"Sukma??? Sukma???" panggil ibu Topan tanpa peduli pada pertanyaan sang anak.
Topan pun menghela nafas putus asa, sungguh merawat ibu yang lupa benar-benar menjadi ujian besar untuk dirinya.
Lalu tak lama, Topan meraih jemari sang ibu.
"Ayo, kita pulang buk.. ibu harus mandi dan ganti baju " ujar Topan.
Wanita tua diam dengan menatap wajah Topan.
Dan Topan menarik wanita tua itu untuk mengikuti langkahnya.
***
Di malam harinya, Alia Zatifah tengah merebahkan tubuhnya diatas kasur yang sangat lusuh.
Ia baru merasakan tubuhnya sedikit sakit karena terhempas di atas aspal.
Bahkan kaki bekas luka pun terlihat sedikit bengkak.
"Anda tidak mengingat saya??? saya Topan, pengacara keluarga Mahendra.." sekilas Alia mengingat wajah pengacara yang telah berhasil mewujudkan permintaan perceraian dari Rudy mantan suaminya dulu.
"Aaah, apa dunia terlalu sempit sampai bisa bertemu dengan kaki tangan keluarga itu.." gumam Alia yang merasa tidak suka harus bertemu dengan bagian keluarga Mahendra.
Perlahan Alia berbalik menghadap dinding kamar yang terlihat sudah rapi karena cat temboknya terkelupas bahkan sudah rontok.
Namun jauh yang terpenting di pikir Alia saat ini adalah bagaimana cara ia mencari kerja besok harinya.
Ini sudah kali kesekian ia di pecat. Sesaat hatinya sedih, berapa buruknya kehidupan yang ia jalani.
Hingga tanpa sadar ia menitikkan air mata.
"Kuat Alia.. kamu harus kuat, pasti.. pasti ada pekerjaan yang bisa kamu lakukan" bisik Alia memberi semangat pada dirinya sendiri.
Namun rasa pilu dan lelah sudah merajai fisik dan pikirannya.
Menjadi janda miskin adalah pilihannya. Ia tak meminta apa pun bahkan meninggalkan semua barang mewah yang pernah menjadi hadiah terindah yang di berikan Rudy Mahendra pada dirinya.
Isak tangis dalam diam telah menjadi teman tidurnya selama ini. Menumpahkan semua air mata adalah jalan terbaik agar beban hatinya keluar dan esok hari dapat menyambut hari dengan lebih kuat lagi.
Hingga akhirnya Alia tertidur lelap di heningnya malam.