Tepat puku 18:30, Selepas maghrib. Aku diantar oleh Ayah dan Ibuku, juga beberapa mobil saudaraku dan tetanggaku. Kami semua hendak menuju gedung Grahi SI Surabaya, tempat dimana acara kami akan berlangsung. Ayahku mengemudikannya dengan sedikit cepat agar bisa lekas sampai ke lokasi tujuan. Tak begitu jauh sih dari rumahku untuk menuju jalan dimana gedung itu berada. Hanya sekitar lima belasan menit bila tidak macet, tapi mungkin tiga puluh menitlah disertai macetnya.
Dalam waktu yang singkat kami telah sampai ke gedung ini. Aku turun bak seorang Putri yang disambut hangat oleh beberapa keluarga Mas Royan yang aku sendiri juga tak kenal siapa mereka satu persatu.
Teman-temanku beserta undangan sepakat kami sebar undangan untuk hadir pada pukul 20:00, namun memang tampak ada beberapa yang sudah hadir. Aku memasuki gedung itu dengan hati yang sangat berat. Ibu menggandeng aku selalu dan meletakkan tangannya dipinggangku. Ibuku berada di sebelah kananku. Aku berjalan dengan langkah gontai dan tak ada gairah. Ini hari pertunanganku. Akhirnya datang juga. Aku tak menginginkannya. Aku membencinya, tapi Ayahku berada di sebelah kiriku, dari awal keberangkatan aku sudah dapat banyak wejangan darinya agar aku tidak mengeluarkan air mata. Hanya diminta menampakkan senyuman yang fana. Apa bisa?!. Entahlah ....
Tampilan gaunku tak seperti tampilan suasana hatiku. Gaun ini sangat Elegan nampak berwarna indah, tapi hatiku tidak indah. Hatiku sedang merana. Meskipun gaun yang press body ini menjuntai sedikit lebar di bagian bawahnya, dengan bahan yang sangat halus dan tampak mahal, bercorak warna pink tua, dengan aksen bunga dan pita di salah satu ujung bahunya, lalu ujung lainnya tanpa lengan nampak menampilkan kesan eksotik dan kesan sexi. Lalu bagian pinggang berhias pita pula yang disematkan di sisi sebelah kiri, melingkar padanya sabuk berwarna dan berbahan senada.
Aku dipaksa menghadirkan bayang-bayang bahagia agar hadir senyum di bibir ini selalu. Semua menatapku dengan wajahku yang tampak palsu. Aku tahu mereka yang hadir menatap dengan decak kagum. Memang keluarga mereka merogoh kocek yang sangat dalam untuk menyulap diriku yang sederhana menjadi seorang wanita bak seorang aktris yang sedang berjalan di karpet merah. Aku dibuat sedemikian rupa agar selalu tertawa dan tersenyum di depan semua orang. Ayahku siap menjadi algojonya bila aku sampai terlihat bersedih. Dia berjanji akan terus berada disampingku untuk memastikan keadaanku baik-baik saja
Salah seorang fotografer si Chikya EO hadir dan meminta aku untuk berpose dengan hasil make up mereka. Aku harus tertawa selebar mungkin walau hatiku sakit. Mas Royan yang tengah ada di ujung ruangan mulai aku dapati dalam jangkauan dia telah berhasil memandang sosokku. Aku melihat dia menatapku tanpa berkedip, sangat kentara dari tatapannya dia sangat takjub akan diriku. Dia seolah terpana dengan hasil sulapan ini. Aku hanya menunduk sambil terus menuju ke arahnya. Untuk disandingkan dengan dirinya.
Acara pertunangan antara aku dan Mas Royan digelar sangat megah di gedung Grahi SI, Gub*ng, Surabaya. Kemegahan serta kemewahan itu tampak sangat jelas pada dekorasi-dekorasi di acara malam ini.
Mulai dari dekorasi bunga-bunga yang sangat indah, serta lampu-lampu kristal yang menambah suasana mewah di acara pertunangan ini. Saking mewahnya, acara pertunangan kami, sebagai pasangan muda ini, aku sendiri mentaksir bernilai miliaran rupiah.
Aku telah berhadapan dengannya. Dia tersenyum lebar di depanku. Dia meraih tanganku lalu menciumnya dengan lembut. Dia segera menarikku umtuk berdiri tepat disampingnya.
"Luar biasa, kamu sangat cantik sekarang, aku sangat menyukai penampilanmu malam ini. Sayangku." Dia menarik tanganku dan menarikku sehingga aku berjejer mendekat dengannya, tangannya itu ia rangkulkan dari belakang sampai ke bahuku. Aku tak bisa menolaknya. Dia nampak terpesona melihat aku. Dia sangat terlihat bahagia. Dan aku tak suka dengan tatapan dia kepadaku.
Acara demi acara dimulai dengan detailnya. Aku tak menyimaknya. Aku hanya melamun namun tetap menjaga hatiku agar aku tak sampai berurai air mata. Aku melirik Ayahku masih terus memantauku.
Tak lama hadirlah sudah para sahabatku juga para undangan lain.
Liza nampak cantik, Ardy dan Bang Ben juga hadir dengan penampilan terbaik mereka. Sepertinya sih begitu. Ada yang ganjil dari tatapan mataku. Ya, mataku mencari sosok seseorang ... tapi aku tak mendapatinya. Dimana dia? Dia berjanji akan datang. Hatiku seketika sedih, aku takut bila menangis saat ini. Dimana Arman? Dia tidak ada bersama mereka. Liza dan teman-teman berjalan ke arahku, ia memeluk aku dan mengucapkan selamat kepada kami. Bersalaman bergantian dengan Mas Royan juga.
Tampak Ardy mengajak ngobrol Mas Royan, sedangkan Liza berbisik di telingaku.
"Temuilah Arman di depan. Dia berpesan kepadaku, kakinya tak sanggup melangkah masuk kesini, kami bertiga akan mengajak tunanganmu bercerita hingga ia lupa kepadamu. Bergegaslah." Seperti permintaan Liza aku segera berjalan menyusuri tamu menuju pintu keluar, sambil melirik ayahku yang sedang asyik mengobrol itu. Aku sambil berpura-pura menyalami para tamu yang aku kenal. Semua teman-teman kantorku itu.
Aku melangkah sampai keluar dari ruangan acara ini. Kudapati seorang pria dengan penampilan yang menawan berdiri di ujung taman, ia sedikit menyembunyikan dirinya.
Aku perlahan berjalan mendekatinya, sepatu High heels tinggiku ini mempersulit langkahku yang ingin cepat berada disisinya. Larangan itu telah aku langgar. Air mata ini mengucur dikala matanya yang sayu itu menatapku. Langkahku terasa lunglai. Hatiku penuh dengan kelukaan. Aku tak mampu berkedip menatap dirinya. Aku sangat tahu dia pasti sama halnya denganku. Merana.
Hidupku bagai diambang keputus asaan. Hatiku bagai ditusuk-tusuk pisau tajam. Tubuhku gemetar dan bibir ini juga bergetar. Pilu! Perih! Tatapan kami tak putus sekalipun. Aku melihat sangat jelas matanya pun mulai memerah, seakan hendak mengeluarkan air mata. Alunan musik pengiring yang sengaja aku request untuk diputar adalah selaras dengan rasa luka hati kami saat ini. Masih lagu yang aku suka "Unintended" versi Julia Westlin. Benar-benar mencabik-cabik hati ini.
(untuk mendapatkan feel kesedihan mereka, bisa langsung ke Y*tube dulu mendengar lagu itu ya dear readers. Yang versi Julia Westlin)
Arman ... Apakah ini saatnya? Pertunangan ini sebagai pemutus jalinan cinta kita? Aku tak tahu jawabannya. Begitu juga dirimu. Kini, aku telah sampai pada sosok dirinya. Aku telah mendekat dengan sosoknya. Dia dan aku saling bertatapan tak mampu berkata apa. Setelah sekian menit. Dia menyodorkan tangannya untuk memberikan salaman itu kepadaku.
"Selamat ya, Nez ... Semoga kamu bahagia dengannya. Doaku tetap yang terbaik untukmu." Apa ini? Dia memberi selamat kepadaku? Aku terus menatap matanya lalu aku menghadapkan pandanganku ke arah tangannya. Aku menepis tangan itu dengan kuat lalu aku menubrukkan tubuhku, mendekapnya. Aku tak peduli lagi, aku memeluk dia dengan erat. Aku tumpahkan semua air mataku Dan aku menangis sejadinya.
Dia juga tak menolakku. Dia mendekapku dengan erat dan mengelus punggungku. Kami hanyut sesaat dalam rangkaian kasih yang menyayat hati ini untuk saat ini. Biarkan sebentar saja hati kami saling bertaut.
Mohn maaf readers tercinta, bab. 61 aku gembok y? mudah-mudah kalian semua selalu dalam kebahagiaan dan makin banyak rejeki biar bisa bagi-bagi ke karyaku. Terima kasih sekali masih support aku. buat tambah beli pampers sama susu. Maaf bila kurang nyaman.