Begitu keluar dari perpustakaan, Felicia berlari ke halaman parkir sekolahnya. Untung saja, Alvaro sudah di sana untuk menjemputnya. Tanpa diduga, gadis itu langsung memeluk kakak laki-lakinya itu.
"Ada apa denganmu, Felicia? Apa ada orang yang sedang mengejar dirimu?" Alvaro pastinya sangat panik saat mendapati adik perempuan kesayangannya datang-datang langsung memeluk dirinya. Lelaki mencoba untuk memahami sikap Felicia yang cukup mengejutkan itu.
"Diamlah dulu, Kak! Aku ingin memelukmu sebentar saja," pintanya dalam hati yang masih berdebar kencang karena perlakuan sang wali kelas di ruang perpustakaan.
Lelaki itu semakin tak mengerti dengan permintaan adiknya. Ia yakin jika Felicia telah melupakan keberadaannya. Mungkin ia lupa kalau masih berada di lingkungan sekolah. Mau tak mau, Alvaro tetap membiarkan gadis cantik itu terus memeluknya. Meskipun beberapa murid yang kebetulan lewat, selalu memperhatikan mereka berdua.
Setelah beberapa saat dalam posisi saling memeluk, tiba-tiba saja seseorang datang dan menarik Felicia. Bahkan lelaki itu menjauhkan pasangan adik kakak itu tanpa permisi.
"Jauhi Felicia! Dia pantas bersama lelaki playboy sepertimu," seru James pada seorang lelaki yang sejak tadi terlihat memeluk murid. Ia merasa tak rela jika Felicia harus mengenal lelaki yang sudah mempermainkan banyak perempuan itu.
Untuk sesaat, Felicia sempat tertegun. Ia sedang berpikir, apa alasan wali kelasnya mengatakan hal itu pada dirinya. Bahkan mereka berdua sama sekali tak saling mengenal satu sama lain. Gadis itu memandang James dan juga Alvaro secara bergantian. Terlihat kedua lelaki itu saling melemparkan tatapan tajam penuh kebencian. Seolah ada dendam yang tersirat dalam setiap sorot matanya.
"Sepertinya Pak James terlalu berlebihan," sahut seorang gadis yang masih saja tak memahami yang sedang terjadi di hadapannya itu.
"Tidak ada yang berlebihan, Felicia. Lelaki ini, bukanlah sosok lelaki yang baik untuk kamu. Jangan sampai kamu tertipu dengan ketampanannya!" James mencoba menegaskan kalimat terakhir yang baru saja diucapkannya. Ia tentunya tak rela jika murid baru yang membuatnya jatuh hati itu, terlibat hubungan dengan lelaki yang pernah merusak hubungannya dengan tunangannya.
Mendengar perkataan panjang lebar dari guru adiknya, Alvaro justru terkekeh tanpa rasa berdosa. Lelaki itu tak pernah menduga jika ia dapat kembali bertemu dengan seorang lelaki bodoh yang begitu gampang ditipu oleh kekasihnya.
"Hentikan tawa bodohmu itu, Alvaro!" bentak James pada lelaki yang masih saja terkekeh tanpa rasa bersalah sedikit pun.
"Bukankah kamu yang terlalu bodoh, James Sebastian? Kamu yang begitu mudah tertipu oleh perempuan murahan itu," cibir Alvaro sembari melemparkan tatapan sinis pada lelaki yang masih memegang tangan adiknya.
Felicia semakin tak mengerti dengan pembicaraan kedua lelaki itu. Ia tak pernah menyangka jika kakak kesayangannya yang selama ini tinggal di Singapura bisa mengenal sosok wali kelasnya. Takdir sepertinya terasa begitu aneh dan juga membingungkan baginya.
"Tunggu dulu! Apa sebenarnya hubungan kalian? Lalu .... Apa yang sedang kalian bicarakan tadi?" Felicia berubah kesal karena harus bermain teka-teki tentang hubungan dua lelaki itu.
James menunjuk ke arah Alvaro dengan penuh kebencian yang selama ini tersimpan di dalam hatinya. Ia tak sanggup untuk menutupi perasaan yang dialaminya selama beberapa tahun lalu.
"Lelaki ini telah menggoda kekasihku hingga dia berselingkuh dengannya. Alvaro tentunya bukan lelaki yang baik untukmu, Felicia." James mencoba menjelaskan semua yang telah dilakukan Alvaro selama ia tinggal di Singapura. Tak ada yang menyangka jika lelaki tampan yang terlihat sangat baik itu hanya seorang lelaki playboy yang suka bermain perempuan.
"Apa hubungan Kak Alvaro dengan Pak James?" tanya Felicia pada lelaki tampan yang memandangnya dalam tatapan penuh kasih sayang.
Namun tanpa diduga, James justru berdiri di hadapan Felicia. Ia sengaja menghindarkan muridnya itu dari sorot mata Alvaro yang mampu menghipnotis setiap perempuan.
"Jangan melihat wajah lelaki ini, Felicia! Alvaro bisa saja menghipnotis kamu dan membuatmu jatuh cinta kepadanya," terang sang wali kelas pada Felicia yang semakin bingung dan juga tak mengerti dengan pembicaraan James.
"Apa Felicia tak pernah mengatakan jika kami sudah tinggal bersama?" Alvaro sengaja ingin mempermainkan lelaki yang begitu jelas ingin melindungi adiknya itu. Ia cukup yakin jika James sudah jatuh hati pada adik kesayangannya itu.
Dengan sekali gerakan saja, Alvaro berhasil menarik gadis itu dalam rangkulannya. Ia sengaja ingin mengobarkan percikan api cemburu di dalam diri James. Bahkan tanpa ragu lagi, ia membelai lembut kepala Felicia. Hal itu belum seberapa, Alvaro sengaja mengecup singkat kening adiknya.
"Cukup, Alvaro! Apa kamu sengaja ingin memanasi aku? Sampai kapanpun, aku tak rela Felicia terjebak dengan tipuan berbisa dari mulutmu itu." James semakin murka melihat lelaki itu memperlakukan Felicia sangat mesra. Sebuah kobaran api cemburu telah membakar hati dan juga perasaannya. Ia semakin tak tahan dengan pemandangan yang tersaji di depannya.
James kembali menarik murid didiknya itu, ia tak sanggup menyaksikan kedekatan mereka berdua. Dalam ribuan pertanyaan yang memenuhi kepalanya, lelaki itu menatap Felicia sangat dalam. Mencoba untuk mencari sebuah kebenaran yang ingin diketahuinya.
"Apakah kalian berdua benar-benar tinggal bersama?" tanya James dalam hati tak menentu. Ia takut jika kejadian seperti pada masa lalunya kembali terulang.
"Kami memang tinggal bersama." Dengan wajah polos, Felicia menjawab pertanyaan dari wali kelasnya itu. Ia tak memikirkan hal lain selain pertanyaan dari lelaki yang memandangnya dalam wajah yang menyiratkan kekecewaan.
Secara perlahan namun pasti, James melepaskan genggaman tangannya dari Felicia. Mendadak kekuatan di dalam dirinya telah hilang, nyalinya juga telah menciut. Untuk kedua kalinya ia harus kehilangan seorang perempuan yang dicintainya karena Alvaro. Kehadiran lelaki itu bagai mimpi buruk bagi James. Ia tak pernah menyangka jika perasaannya pada Felicia harus layu sebelum berkembang.
"Maaf. Sepertinya saya terlalu ikut campur dengan urusan pribadimu, Felicia. Sebaiknya kamu memikirkan saran yang sudah aku katakan." James memundurkan langkahnya sekali lalu membalikkan badan. Seolah ia ingin langsung menghilang dari hadapan pasangan itu.
James merasa sangat hancur dengan kenyataan yang harus diterimanya. Bukan hanya tak bisa mendekati Felicia lagi, ia merasa telah kehilangan kesempatan untuk mendekatinya.
"Saya permisi kembali ke kantor," pamit James tanpa memandang dua orang yang di ajaknya bicara. Lelaki itu tak sanggup untuk menyaksikan momen kedekatan di antara Felicia dan Alvaro.
Dalam kepala James, ia sudah membayangkan bagaimana Felicia hidup serumah dengan lelaki playboy seperti Alvaro. Hatinya sangat panas membayangkan hubungan di antara keduanya. Mendadak dadanya sangat sesak, memikirkan hal apa saja yang sudah dilakukan oleh lelaki itu bersama muridnya. Ditambah lagi, lelaki itu sudah cukup dikenal sering berganti-ganti pasangan.
Happy Reading