"Karena aku pengen ketemu sama kamu," jawab Yashelino dengan senyum manisnya itu.
Hal tersebut membuat semua orang yang berada satu ruangan dengan mereka pun langsung berteriak histeris, terutama para mahasiswi yang merupakan satu kelas dengan Shil.
Karena rasa malu yang sudah tidak dapat Shil tahan lagi sehingga membuatnya langsung menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya saat ini.
Setelah itu ia langsung bergegas pergi meninggalkan ruangan kelasnya meninggalkan Yashelino yang saat ini sedang duduk di kursinya. Dirinya benar-benar tidak bisa seperti ini terus, karena gadis itu tidak suka menjadi pusat perhatian.
"Duh, kenapa ada dia di sana sih?!" gumamnya dengan pipi yang bersemu merah. "Aku 'kan malu jadinya!"
"Gak usah malu," ujar seseorang tiba-tiba. "Nanti juga jadi terbiasa."
Kedua mata Shil langsung membulat serta tubuhnya mendadak menegang setelah mendengar suara yang begitu tidak asing di telinganya itu.
"Nama kamu Shil, 'kan?" tanya laki-laki itu yang saat ini sedang bersandar di dinding toilet sembari memandang gadis yang sedang bersamanya tersebut yang baru saja membasuh wajahnya berulang kali. "Apa aku salah?"
Shil yang sedari tadi diam pun akhirnya langsung menghela nafas, kemudian menegakkan tubuhnya dan berbalik sehingga kini menghadap seorang laki-laki yang selalu saja membuntutinya itu.
"Bener kok," jawabnya. "Nama aku memang Shil."
Laki-laki itu pun langsung mengangguk, kemudian kembali berkata, "Kamu udah baikan?" tanyanya.
"Kak Yashel," panggil Shil setelah mendesah panjang. "Aku boleh minta tolong gak?"
"Hm ... boleh," jawab Yashelino dengan kedua alis yang terangkat dan tangan yang melipat di dada. "Emangnya mau minta tolong apa?"
Kedu mata Shil memandang intens seseorang yang berada dihadapannya itu dengan gugup, sejujurnya ia akui bahwa Yashelino memiliki paras yang sangat tampan sehingga dijuluki pangeran kampus oleh semua mahasiswi yang berada di universitas ini, dan itu membuatnya menjadi semakin tidak ingin terlalu dekat karena dirinya yang hanya sebatas mengagumi.
"Tolong jangan ganggu aku lagi, bisa?" ujar Shil. "Maaf mungkin aku keterlaluan banget buat kakak, tapi aku ngerasa kalau aku gak pantes buat kakak."
Entah kenapa Shil tiba-tiba merasa harus berbicara seperti itu kepada laki-laki yang berada dihadapannya sehingga membuat gadis tersebut saat ini langsung menundukkan kepala dengan kedua tangan yang mengepal, setelah itu pergi meninggalkan Yashelino yang sedang mematung di tempatnya seorang diri.
"Apa yang dia bilang barusan?" gumam Yashelino dengan pandangan kosongnya. "Maksudnya dia nolak gue? Seumur-umur baru kali ini gue ditolak, padahal pesona gue gak mungkin bisa semua cewek tolak."
Kemudian Yashelino langsung memutar tubuhnya dan berjalan keluar dari toilet perempuan tersebut dengan perasaan kesalnya itu.
Ada dua orang perempuan yang tidak sengaja berpapasan dengannya membuat mereka berasumsi yang tidk-tidak tentang Yashelino yang baru saja keluar dari toilet perempuan.
Namun, Yashelino tetap melangkahkan kakinya menuju ke suatu tempat di mana ia bisa menemukan para sahabatnya itu yang tidak diketahui keberadaannya.
"Huh, sialan, gue baru aja dipermaluin cewek itu."
Laki-laki itu langsung mengusap wajahnya kasar sehingga membuat semua orang yang melihatnya pun merasa terheran dengannya.
"Itu pangeran kampus kita kenapa?" ujar salah seorang mahasiswi tersebut yang sedang memperhatikan Yashelino yang berjalan seorang diri. "Kok mukanya murung gitu."
"Eh, iya juga ya, dia kenapa ya?"
"Makanya, gue juga gak tahu itu dia kenapa."
Sementara itu di sisi lain saat ini seorang gadis sedang menyendiri dengan perasaan kesalnya yang tidak bisa ditahan.
Ia benar-benar tidak suka menjadi pusat perhatian sehingga membuat dirinya yang mengetahui hal tersebut pun langsung memutuskan untuk bergegas pergi meninggalkan Yashelino.
"Maafin aku, Kak."
Ada rasa penyesalan karena Shil tidak bisa bersikap seperti biasa dengan sesama lawan jenis, apalagi itu adalah Yashelino Albert, si pangeran kampus.
Gadis itu meratapi nasibnya yang terus saja seperti ini sehingga membuat Shil merasa tidak tenang jika sudah berurusan dengan laki-laki itu.
Di sisi lain saat ini Yashelino baru saja datang dengan kedua tangan yang dimasukannya kedalam saku celananya sehingga membuat kedua sahabatnya yang baru saja menyadari kedatangannya pun langsung saling menatap satu sama lain.
"Itu si Yas," ujar Didan kepada Alfiz. "Dia habis dari mana?"
Alfiz yang mendengarnya langsung mengedikkan bahunya, sedangkan James, laki-laki itu yang sedari tadi diam pun langsung bersuara membuat kedua sahabatnya langsung menatap satu sama lain.
"Paling habis ketemuan," jawabnya.
Bertepatan dengan itu Yashelino pun langsung mendudukkan dirinya tepat disamping James yang sedari tadi hanya diam saja sehingga membuatnya langsung merangkul saudaranya tersebut.
"Lagi pada ngapain nih?" ujarnya kepada ketiga sahabatnya itu. "Kok pada diem-diem bae."
Alfiz dan Didan yang mendengarnya langsung menghela nafas seketika, kemudian tersenyum dengan canggung sebelum akhirnya berkata.
"Yas," panggil Didan yang kemudian melirik seseorang yang sedari tadi tidak berbicara sama sekali.
Sementara itu Yashelino yang mengerti pun langsung menoleh kearah James yang saat ini sedang melamun membuat laki-laki tersebut langsung menghela nafasnya seketika.
"Dia kenapa?" tanyanya tanpa suara kepada Didan.
Didan yang melihatnya pun langsung menggelengkan kepala sebagai jawabannya.
"James, lo lagi ada masalah?"
Mendengar hal itu James langsung beranjak dari duduknya dan meninggalkan mereka bertiga tanpa mengatakan sepatah katapun yang membuat Yashelino yang melihatnya pun mengerutkan keningnya.
Alfiz dan Didan yang melihat bagaimana wajah Yashelino saat mengetahui itu pun langsung bertanya yang membuat laki-laki itu langsung menoleh.
"Yas, lo yakin gak ada masalah apa-apa sama dia?" tanya Didan.
"Enggak ada kok," jawab Yashelino. "Kok lo pada bilang kaya gitu?"
Didan menoleh kepada Alfiz yang saat ini sedang menatapnya juga, lalu menoleh kepada sahabatnya itu yang sedang duduk tepat dihadapannya itu.
"Ya ... sebenernya gak ada apa-apa sih, cuma gue ngerasa kalau lo sama dia lagi ada sesuatu aja."
Mendengar hal tersebut membuat seorang Yashelino menjadi terdiam sejenak, ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada kedua sahabatnya itu, dan lagi jika mereka mengetahuinya, maka permasalahan tentang keluarganya pun akan terbongkar, begitu juga dengan James yang merupakan saudaranya sendiri.
"Yas, lo gak apa-apa?" tanya Alfiz. "Gue khawatir banget sama lo."
"Enggak," jawab Yashelino. "Kenapa lo harus khawatir? Emangnya gue kenapa coba?"
"Lo pikir gue gak tahu apa-apa soal lo sama James?"
Kedua mata Yashelino langsung membulat dengan kerutan di keningnya.
"Gue tahu kalau sebenernya lo sama James lagi berantem, 'kan?"
Beruntung Didan sedang pergi untuk mencari James sehingga kini hanya tinggal mereka berdua yang berada di kantin sehingga membuat Yashelino yang mendengarnya pun langsung menghela nafas.
"Iya, gue sama James lagi gak baik-baik aja." Laki-laki itu menatap seseorang yang berada dihadapannya tersebut dengan penuh harap. "Gue harap lo gak bilang apa-apa soal ini ke Didan."
"Oke, lo tenang aja."
Alfiz pun menganggukkan kepala mengerti, kemudian menatap Yashelino yang saat ini sedang tersenyum kepadanya.
"Eh, ngomong-ngomong gimana sama rencana lo?" tanya Alfiz. "Berhasil gak?"
Tiba-tiba saja ia teringat dengan bagaimana gadis itu yang selalu saja berusaha untuk menghindari dirinya, lalu permohonan Shil yang membuat Yashelino menjadi mendadak tidak karuan, entah apa yang sebenarnya terjadi.