Apakah ada yang salah dengan seseorang yang memiliki tubuh gemuk? Kenapa banyak orang menjauhi dan juga tak mau berteman dengan seseorang yang memiliki berat badan berlebihan. Apakah ada yang salah.
Namanya Alina. Seorang gadis yang duduk di bangku SMA. Dia merupakan murid baru dan tahun ajaran baru di sekolahnya.
Alina datang ke sekolah dengan membawa tas ransel besar yang membuat orang-orang terheran dan juga penasaran.
"Eh, liat deh. Tasnya gede banget tau gak!"
"Salah. Malah lebih gede badannya lagi dibandingkan tasnya, haha." Itu adalah kata-kata pertama yang diterima oleh Alina.
Dia bukam gadis yang pendiam seperti kebanyakan orang gemuk. Orang gemuk cenderung merasa minder dan tak percaya diri karena memiliki berat badan yang berlebihan.
Namun, hal itu tidak berlaku padanya. Selain gemuk, Alina juga memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Dia tidak mau mendengarkan apa kata orang-orang tentang dirinya.
Selama dia bisa makan dengan tenang, itu takkan jadi masalah. Namun, jika terus menerus dihina, mental Alina juga akan ngedown.
Alina duduk di bangku paling depan. Dia sudah menentukan pilihan bahwa kursi paling depan adalah miliknya.
Ini adalah hari pertama ke sekolah. Mereka akan menjalani masa orientasi siswa dalam dua hari ke depan.
Sekarang mereka datang untuk mencatat semua hal yang diperlukan. Mencatat jadwal mata pelajaran, mengatur jadwal piket dan juga mencari teman.
Alina yang duduk paling depan ternyata mengganggu teman-teman di belakangnya.
Seorang anak cowok menarik rambut Alina. "Eh gendut, geser dikit dong. Ketutupan tau sama badan lo itu!" katanya. Lalu sekelas tertawa.
"Al, sabar. Jangan terpancing. Ingat, ini adalah hari pertama kamu memakai seragam abu-abu. Jangan biarkan mereka merusak momen bahagia kamu ya," katanya dalam hati.
Alina menggeser posisi tubuhnya ke dekat dinding. "Geser lagi. Masih gak keliatan tau gak!"
"Eh gendut! Lo enggak ada kuping ya. Dari tadi diam aja. Ngomong dong," ucap salah seorang di pojok kanannya.
Gadis gemuk itu masih diam. Dia belum memiliki mood untuk berbicara atau membuka kata dengan mereka yang jahat dan juga tidak menghargai sesama.
"Benar-benar lo ya!" Ketika guru keluar menerima panggilan. Di saat itu jugalah Alina mendapatkan perlakuan yang tidak baik.
Dia dilempari dengan kertas. Alina menelan ludahnya. Dia sudah tak bisa untuk menahannya lagi.
Tangannya yang besar dan juga memiliki daging yang empuk terangkat lalu membelah meja menjadi dua bagian.
Brakkkkk....
Seketika darah Alina berdesir hebat. Dia lunglai dan duduk dengan ketakutan. "Buset! Emang gitu ya kekuatan orang gendut. Kuat kali, Man!"
"Gila. Sekali pukul, dus. Meja langsung jadi dua bagian. Hebat-hebat!"
Dua orang yang tadinya menghina Alina bertepuk tangan dan diikuti oleh seluruh kelas.
"Pak, Pak. Ada babon ngamuk di kelas ini," ujar pria nakal yang duduk di belakang Alina.
Guru masuk dan tercekat melihat meja di depan menjadi dua bagian. Sedangkan Alina sudah keringat dingin.
"Siapa yang melakukan ini!" tanya Pak Guru.
"Gendut, Pak!"
"Babon, Pak!"
"Kingkong, Pak!"
"Ayo ngaku. Siapa yang sudah merusak meja ini!"
Alina kemudian mengangkat tangannya dengan ragu-ragu. "Sa-saya, Pak," katanya dengan suara yang bergetar.
"Astaga. Bagaimana cara kamu membuat meja ini rusak. Kamu ini laki-laki apa perempuan sih!"
"Saya perempuan, Pak. Ta-tapi, mereka mengejek dan mengolok saya, Pak," kata Alina jujur.
"Siapa yang mengolok Alina. Angkat tangan!"
Tidak ada yang mengangkat tangannya. "Alina, katakan siapa orangnya!"
"Dia sama dia, Pak!"
"Eh, apa-apaan lo. Main nuduh-nuduh orang aja."
"Tau nih. Jangan asal fitnah!"
Mereka tidak mau mengaku. Alina diam, karena dia tidak memiliki bukti. Kecuali dirinya sendiri.
"Oke. Bapak akan cek CCTV." Laki-laki yang berprofesi sebagai guru honorer itu membuka aplikasi CCTV.
Setelah dia tahu siapa pelakunya, dia menghukum dua orang anak muridnya. "Kalian berdua, berjemur sekarang juga di tiang bendera. Jangan berhenti sebelum jam pelajaran habis. Kalian mengerti!"
"Mengerti, Pak." Kedua anak cowok itu berjalan dengan gontai.
"Dasar gendut. Awas lo ya. Terima balasan dari gue!"
"Gue tandain lo!"
Alina tertunduk. Tangannya memegang pinggiran rok untuk menghalau rasa takut yang berlebihan.
******
Alina berjalan menuju gerbang sekolah. Jam pelajaran sudah usai. Gadis gemuk itu sedang menikmati makanannya.
Menghiraukan orang-orang di sekitarnya. Bahkan suara panggilan dari dua anak nakal yang suka mengejeknya tadi.
"Gendut, hayo mau ke mana lo."
"Minggir! Aku ingin pulang. Jangan ganggu aku," ucapnya. Langkah kaki Alina berhenti.
Dia dikepung saat ini. "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalaupun berteriak, rasanya percuma. Aku tak memiliki teman di sini. Sudah pasti mereka akan mengabaikan aku," ucapnya.
Snack Alina diambil oleh bocah laki-laki rambut berantakan. "Kembaliin!"
"Apa? Lo mau ini. Mau!" Dia membuka lebar bungkus cemilan Alina dan membuangnya ke lantai.
"Hah?" Mulut Alina terbuka lebar. Jika ada nyamuk sebesar pesawat, pasti itu akan muat.
"Ayo ambil!"
"Enggak mau! Minggir!" Alina mendorong tubuh kecil kedua cowok itu.
Mereka terjatuh. Alina menahan tawanya.
"Sialan lo gendut!"
"Ayo kejar!" Mereka berkejar-kejaran sampai ke jalan raya.
Alina sudah berlari dengan sekuat tenaganya. Dia tak sanggup untuk berlari lebih jauh lagi.
Dia memiliki kapasitas lari. Jika dipaksakan, Alina akan merasakan tenggorokannya kering kerontang.
"Huh hah huh hah!" Alina memegang pinggangnya.
"Lo mau ke mana heh gendut! Gendut jelek."
"Lo harus tanggungjawab karena sudah bikin kami celaka. Mana uang lo, sini!"
Alina menarik tasnya ketika diambil oleh cowok berambut berantakan.
"Jangan sentuh tas aku atau aku akan bertindak kasar ya sama kalian!"
"Apa? Kasar. Haha, mimpi ini aja nih gendut. Lo mau ngapain ha sama kita-kita. Berani lo!"
"Berani. Emangnya kalian pikir aku takut sama kalian apa, ya gak."
"Nantangin lo ya!" Kedua bocah itu semakin dekat dengan Alina.
Gadis itu kemudian mengambil saus dari kantung bajunya dan menyemprotkan ke mata bocah nakal itu.
"Ah, perih. Aduh duh!"
"Air, mana air. Pedih!"
"Rasakan itu. Makanya jangan suka ngejahilin orang lain. Kalian tidak punya hak untuk berbicara kasar sama aku." Alina meninggalkan mereka berdua.
"Dasar gendut lo. Jelek. Awas lo besok di sekolah ya!"
"Emangnya kenapa kalau aku gendut? Masalah bagi kalian? Wek!" Alina naik angkot dan pergi dari sana.
"Masalah aku gendut itu ya urusanku. Gak ada sangkut pautnya sama kalian-kalian. Toh, Mama sama Papa kok yang kasih makan. Aku gendut gak ngehabisin beras kalian kan di rumah. Karena itu, kalian tidak punya hak untuk menghina atau menjatuhkan aku." Alina tersenyum. Teruslah tersenyum, meskipun keadaan memaksa untuk menangis.