Download App
16.66% Disha Si Gadis Desa / Chapter 2: Lamaran Yang Menyakitkan Part 2

Chapter 2: Lamaran Yang Menyakitkan Part 2

Sore itu Disha dan Zaenal bersama pulang dari jualan walau dagangannya belum habis karena Ibu tirinya sudah memanggilnya pulang, dengan perasaan yang bercampuraduk Disha berusaha menenangkan dirinya namun jika terdengar dia berkata dalam hati, "Apalagi yang hendak diperbuat Ibu padaku rasanya sudah capek harus berhadapan dengan Ibu, hampir setiap hari saya disuruh bekerja untuk keluarga, huh ... tapi saya tidak boleh mengeluh berlebihan pasti dibalik semua ini akan ada hikmah juga kebaikan."

Berjalan menyusuri jalanan setapak hingga harus rela berhimpitan dengan orang-orang pasar, tak lama mereka sampai dirumah.

Dari kejaugan nampak berdiri seorang perempuan setengah tua di sebelah kursi samping pintu yang dikelilingi dengan berbagai macam bunga dan dedaunan. terlihat juga perempuan itu berjalan mondar-mandir ke kanan dan ke kiri sambil mengepal-ngepalkan tangannya, saat dia melihat Disha menghampirinya cepat-cepat dia menyusulnya dan saat bertemu maka dia berkata sambil menarik tangannya untuk masuk kedalam rumah, "Disha kamu harus mengikuti perintah Ibu."

"Ibu ... Pelan-pelan sakit nih tangan Disha, sebenarnya ada apa sih Ibu tumben sudah menyuruh pulang padahal belum habis ni dangangannya," kata Disha yang sambil berusaha untuk melepas genggaman tangan Ibunya.

Zaenal yang melihat hal itu merasa kasian, setiap hari harus melihat kakaknya merasa sedih jika di rumah, tapi apalah daya Zaenal yang masih kecil tidak berani membantah dalam hatinya berkata, "Ya ... Allah ... Kuatkan hati Kakakku, berilah kesabaran, dan berilah jodoh yang bisa membahagiakan dia nantinya." Sambil menyusul mereka berdua Zaenal tidak ada hentinya berdoa dalam hatinya.

Kini mereka bertiga sudah berada di dalam ruang tamu duduk saling berhadapan dan terlihat di atas meja bunga plastik yang indah yang akan selalu menjadi saksi hidup Disha. Disha yang menundukkan kepalanya dalam-dalam tidak berani menengadahkannya sambil mendengarkan apa yang di omongkan Ibu tirinya itu.

"Disha, kita sudah lama hidup seperti ini serba kekurangan apalagi harus mengurus dua saudaramu, ini saya mau mengarahkan kamu untuk bisa membantu ekonomi keluarga kita, pokoknya kuncinya padamu, jadi kamu harus mengikuti saran Ibu, Ibu sudah capek harus hidup seperti ini," tutur Ibu Tirinya sambil memandang kearah Disha yang masih dalam posisi merundukkan kepalanya.

"Ibu ... Kurang Bagaimana sih saya, kurasa sudah semua perintah Ibu sudah Disha turuti Ibu mau apalagi? Apa masih kurang hasil penjualan ini semua juga untuk Ibu, adik-adik Disha," kata Disha yang terlihat seperti pasrah terhadap apa yang akan dibebankannya.

"Disha Ibu mau kamu menikah minggu depan," kata Ibu tirinya dengan sedikit mengeraskan suaranya.

Disha tiba-tiba tubuhnya menjadi tegak, detak jantung menjadi tak beraturan, keringat dingin mulai keluar sontak dia membalas perkataan Ibu tirinya itu, "Ha ... Menikah!" Sambil melotot kedua matanya lalu meneruskan ucapannya, "Tidak Ibu, Disha masih belum mau menikah, Disha masih muda umur Disha masih baru 19 belas Ibu, tolong lah Ibu jangan paksa Disha untuk menikah dulu."

"Disha, ini yang melamar kamu adalah anak orang terhormat, kaya, dan siap mencukupi semua kebutuhan keluarga kita, kita tidak repot-repot harus jualan, adek kamu akan lebih mapan, masak kamu tidak mau membantu keluarga kita biar lebih baik lagi, sudahlah mumpung kamu masih muda, cantik banyak yang suka sama kamu, jangan sia-siakan ini, pokoknya Ibu mau kamu harus menikah titik," tutur Ibu tirinya lalu mengambil air putih yang berada disampingnya.

"Ibu, Disha itu punya hati, perasaan, Disha bukan mesin yang harus menuruti semua kemauan Ibu, maaf Ibu untuk kali ini Disha tidak mau, biar nanti Disha yang mencari sendiri yang pas dengan diri Disha, Disha tidak mau menikah dengan seseorang karena dia kaya, dia terhormat ataupun lainnya, apalah artinya semua itu Ibu kalau hati Disha tidak cinta, nanti malah membuat sedih hati Disha," kata Disha yang sambil mengusap air mata yang menetes.

"Kamu tu ya ... tidak tau budi, siapa coba yang membesarkan kamu, siapa yang merawat kamu, dari kecil sudah saya berikan untuk kamu, apa begini balasanmu pada Ibu, Ibu tidak mau tahu pokoknya kamu harus mau menikah, besok orangnya yang mau melamar kamu kesini, jadi besok jualan libur dulu dan kamu ... harus harus berdandan secantik mungkin jangan mengecewakan Ibu." kata Ibu tirinya.

"Sudah sana gih masak, Ibu dan adik-adikmu sudah lapar, oh ya lupa ... hmm ... mana hasil hari ini ... awas ya ... jika kamu ambil," imbuhnya.

Dengan perasaan jengkel bercampur sedih dia bawa ke dapur untuk masak, dalam hatinya selalu menggumam, "Ya ... Allah haruskah saya mengikuti Ibu, Ya ... Allah curahkan padaku kesabaran dan bantulah diriku agar bisa keluar dari masalah ini, saya belum ingim menikah ya Allah hingga adik-adik saya dewasa."

"Kak, yang sabar ya ... maafkan Zaenal tidak bisa menolong Kakak," kata Zaenal yang membantu Disha memasak.

"Sudahlah Zaenal kamu tidak usah begitu, ini sudah menjadi bagian Kakak seperti ini, hampir setiap hari Kakak merasakan ini, jadi jangan hawatirkan Kakak kamu kalau sekolah yang sungguh-sungguh jangan sampai putus sekolah seperti kakak," terang Disha yang menyilakkan rambut yang mulai menutupi wajahnya.

💥💥💥

Waktu terus berjalan begitu cepatnya tibalah saat dimana sang surnya mulai menampakkan keelokannya, cahayanya juga mulai terasa hangat ditubuh hingga matahari naik hampir mencapai puncak, dari kejauahan terlihat orang berduyun-duyun mendatangi rumah Disha ya ... mereka adalah kelompok Heru dan keluarganya yang ingin melamar Disha, tidak sedikit dari mereka yang mengenakan pakaian orang-orang terhormat dengan percaya dirinya Heru berlagak seperti anak raja, berjalan di depan sendiri sambil menari-nari bahagia.

Orang-orang sekitar dibuatnya terheran-heran melihat pertunjukan itu apalagi mereka ketika sampai di depan rumah Disha salah satu warga yang sedang menonton berkata pada yang lain, "Hai Ibu-ibu lihat, Si Disha akan dilamar orang kaya ... enak ya ... mereka tiba-tiba menjadi kaya raya, aku juga mau."

"Ih ... Palingnya juga Ibunya tuh ... Iya si Mirna memaksa si Dishanya, secara diakan gila harta," kata Zulaiha salah satu warga itu.

"Ah ... Jangan begitu, nanti menjadi fitnah," sahut Lilik yang sedikit mereda agar tidak menggosib dan menyebar fitnah.

"Eh ... Benar loh, padahal dia kan masih terbilang muda akan tetapi menyuruh Disha setiap hari jualan sehingga Disha harus putus sekolah," kata Zulaiha.

"Ah ... Sudah-sudah tuh lihat saja jangan pada berisik pertunjukan sudah akan mulai, tapi menurutku Disha tidak akan menerima saya faham bagaimana karakter dia, lihat saja pasti ada hal yang akan terjadi," kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya.

"Hu ... Sok tahu kamu, jaman sekarang ... siapa juga tidak mau kalau dilamar oleh orang terpandang, ya ... mungkin orang bodoh yang menolaknya," sahut Zulaiha.

"Sudah ... diam! Jangan berisik saja ... Lihat saja ... nanti kalau berkomentar tentangnya kalau sudah selesai." kata lilik.

Maka kini warga tidak bersuara lagi dan menyaksikan sevuah pertunjukan gratis.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login