Download App
26.37% Dibatas Senja / Chapter 24: Bab 24

Chapter 24: Bab 24

Pentas seni budaya oleh anak exkul musik untuk menyambut mahasiswa baru diadakan di Stadion kampus. Masing masing fakultas mengirimkan wakilnya yang terbaik untuk menunjukkan kepiawaian mereka di malam Pentas Seni, yang dapat membawa image tersendiri bagi fakultasnya.

Anak FEB diwakili Lusi bersama tiga temannya menampilkan Tarian tradisional khas jawa timuran yaitu Tari Remo. Pakaian yang digunakan adat surabayan dengan warna merah dan hitam yang mendominasi, ada gelang kaki yang berbunyi saat kaki dijejakkan penari, diiringi musik dari gamelan. Zaman dulu tari remo menjadi salah satu tarian untuk menyambut tamu agung, maka tampilan lusi dkk diberi kesempatan sebagai pembuka acara bahkan sebelum sambutan dari wakil Rektor ke panggung seni budaya.

Tepuk tangan begitu meriah menyambut dimulainya tari remo yang disajikan anak FEB begitu piawai. Seseorang di sudut kanan depan tampak tidak berkedip menikmati lenggak lenggok salah satu penari, dia begitu terpukau dan terpesona, ingin rasanya berlari memeluknya, memberikan dada bidangnya untuk tempat bersandar penari itu.' jangan terus berlari dari rasamu, sayang, biarkan aku memelukmu, ' batin Janggan ingin berteriak biar hanya lusi yang mendengar, dia berlari ke belakang panggung sebelum para penari remo turun dari panggung.

"Yok, tahan lusi kalo dia turun dari pentas," Janggan bertemu dengan sahabatnya di belakang panggung.

" lo mau apalagi, biarkan dia napa, tunangan lo inget, " yoyok mencibir sinis.

" dak usah nyampuri urusanku, cukup tahan dia, aku cuma ingin dia tahu perasaanku, " jawab Jangan kesal, " mau bercabang nih ceritanya, " kata Yoyok terus menggoda Janggan yang makin kesel." kalo kamu banyak omong, aku batal tampil, " ancam Janggan dak kalah sengit, " ok, okey, siap 86, " yoyok ketawa lihat wajah Janggan yang kacau, " rapikan wajah kusutmu nanti sebelum tampil, " sebelum mereka berdua sadari ada gadis cantik dengan baju tradisional tari remo yang merhatikan salah satu dari mereka dengan pandangan syendu, " mau ganti kostum dak lus," suara seseorang menyadarkan mereka bertiga, lusi hendak berlari ke arah teman narinya namun keduluan tangan Janggan yang kuat menarik tangannya hingga tubuh mereka bertabrakan, mereka saling menatap penuh kerinduan " keluar dari sini, selesaikan dulu urusan kalian, tapi jangan lupa gan kamu tampil 1 jam lagi, awas kalo dak datang tugas akhirmu dak tak bantu, " yoyok mendorong mereka berdua keluar dari area belakang panggung. Janggan terus menarik tangan lusi keluar stadion jauh dari keramaian mahasiswa, berhenti mencari tempat duduk disamping gedung spot center, " aku mau ganti baju dulu dak enak masih pakai kostum tari, " Lusi mencoba mengalihkan pembicaraan melihat Janggan yang begitu intens melihat manik matanya, lusi jadi salah tingkah dipandang seperti itu, Janggan masih menggegam tangan gadisnya, " beri aku kesempatan, aku dak mau hubungan kita berakhir, " lusi menggigit bibir bawahnya menekan gejolak yang dak mau berhenti saat dekat dengan Janggan, seharusnya dia sudah melupakan semua diantara mereka, kenapa dia sendiri dak rela melepas laki laki yang kini di depannya dan dia menawarkan kembali hubungan mereka.

Kenapa perasaanku dak sejalan dengan logikaku, aku dak kuasa menolaknya, lusi menggeleng mengusir kegundahan hatinya, " kenapa mas jahat sama aku, jangan kembali dengan harapan palsu mas, aku dak mau jadi orang ketiga diantara kalian, mas sudah bertunangan, hargai dia, perasaan kita salah mas " mulut yang bicara dak sejalan dengan perasaan lusi dak lagi bisa menahan airmata yang sejak tadi ditahannya, Janggan menghapus air mata lusi yang terus mengalir tanpa suara, " biarkan perasaan kita mengalir, aku masih mencintaimu, aku dak bisa melupakanmu, aku memang egois ingin memilikimu, aku ingin bersamamu, " Janggan meraih pinggang lusi dan memeluknya, lusi menenggelamkan kepalanya di dada Janggan, untung dak ada yang merhatiin mereka, karna terlindung pepohonan yang rindang.

Hening hanya suara sesenggukan dari tangis lusi, mereka tetap dengan mode sama, apa harus begitu saat dua manusia saling kasmaran, dak ingin dipisahkan. Janggan membelai rambut hitam gadisnya dengan lembut, dia tahu ini dak benar, tapi dia dak mau membohongi perasaannya.

"Aku ingin lihat mas tampil di panggung, ayo kita kembali ke stadion, " kata lusi yabg sudah mulai tenang dan berusaha mengendalikan dirinya.

" Baiklah, aku akan tampil tapi dengan syarat kamu ada di depan panggung, dan nanti pulang nunggu aku antar ke tempat kostmu, " satu jari Janggan diletakkan dimulut lusi tanda dia dak menerima penolakan, " baiklah, aku ganti kostum dulu, mas ke sana dulu, " Janggan kembali menatap lusi, takut dia akan pergi, " Janji deh, " tangan lusi mengangkat dua jarinya sebagi tanda.

Akhirnya Janggan menampilkan performanya di atas panggung sendiri dengan membawa gitar akustik. Suara petikan gitar yang mengalun indah didengar para penikmat musik, dengan lagu " aku milikmu malam ini" by Pongky Barata gitaris band Jikustik.

Ku pikir kau sudah

Melupakan aku

Ternyata hatimu

Masih membara

Untukku

Waktu 'kan berlalu

Tapi tidak cintaku

Dia mau menunggu

Untukmu, Untukmu

Dan aku milikmu malam ini

'Kan memelukmu sampai pagi

Tapi nanti bila ku pergi

Tunggu aku di sini

Waktu 'kan berlalu

Tapi tidak cintaku

Dia mau menunggu

Untukmu, Untukmu

Dan aku milikmu malam ini

'Kan memelukmu sampai pagi

Tapi nanti bila ku pergi

Tunggu aku disini

Petikan gitar mengalun indah mengiringi suara merdu seorang Janggan menyuarakan hatinya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C24
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login