Download App
69.23% Dibatas Senja / Chapter 63: 63

Chapter 63: 63

Di tengah hamparan pemandangan lautan nan biru, hembusan udara pagi yang segar lusi berjalan jalan menikmati semilir angin laut diiringi deburan ombak pantai, nuansa yang memukau penikmat panorama pagi, mengingatkannya pada beberapa waktu lalu saat bersama seseorang yang amat berarti dalam hidupnya, apa dia juga memikirkanku sekarang perempuan itu menghela nafas panjang. Kenapa dia mesti pergi, lusi menyesali keputusannya saat itu tanpa berfikir panjang, kenapa tidak berusaha kuat mempertahankan rumah tangganya, pertanyaan pertanyaan yang tanpa bisa terjawab. Diakah yang egois atau laki laki yang saat ini masih syah menjadi suaminya yang tidak berusaha dengan keras mempertahankan dirinya. Siapa yang salah ? dan siapa yang ndak mau mengalah ?

Egoiskah dirinya kalo saat ini menyembunyikan kehamilannya, lusi mengelus perut datarnya yang belum menunjukkan kalo ada makluk hidup yang saat ini harus dijaganya, buah cinta kasih mereka. Bisa bisanya suaminya menuduh dia masih menginginkan laki laki lain, menyakitkan sekali kala mengingatnya.

Lusi ingin memulai harinya dengan tenang, dia ingin bersama calon baby nya, tanpa memikirkan yang lain, hanya dia dan baby dak ada yang bisa mengganggunya.

Dipandangnya hamparan pasir tempat kakinya saat ini berpijak, menyejukkan saat air laut menerpa kulit putihnya. Indah, kata yang tepat pada panorama pagi, cahaya kemerahan mentari mulai nampak dari ufuk timur ikut menyambut hari, mulailah terang karna sang petang telah berganti.

Lusi melangkahkan kaki menepi kembali ke pantai berpasir. Langkah itu terus menuju ke rumah, masih pagi hanya beberapa orang yang dijumpainya, mereka yang akan menyambut rizkinya dengan berangkat ke TPI ( Tempat Pelelangan Ikan ), meski sebagai pekerja keras yang hanya diupah harian tapi mau bagaimana lagi dak ada pilihan buat mereka yang rata rata tidak memegang ijasah perguruan tinggi.

'Harusnya aku bersyukur, dak semua diberi kesempatan sepertiku saat ini, padahal aku juga dak jauh dari mereka dari keluarga yang biasa biasa sampai ibu harus bekerja sebagai TKI untuk membiayaiku kuliah' batin lusi melihat keberuntungannya dibanding mereka, salah seorang ibu menyapanya, "tumben jalan jalan nak lusi," lusi menoleh kearah seseorang yang mengenalnya, oh tetangga depan gang rumah, " inggih bu, pingin hirup udara segar," bales lusi dengan senyuman, " monggo bu saya duluan ke rumah," lusi mengangguk pelan ke arah ibu ibu yang tadi menyapanya.

"iya nak hati hati, " serempak ketiga ibu itu menjawab lusi bersamaan.

Lusi masih harus masuk di gang kecil untuk ke rumahnya, rumah mungil yang saat ini ada nenek, dan adiknya ahmad, paling mereka sudah bangun.

Lusi masuk ke rumah minimalis yang selalu tertata rapi, "assalamualikum, " sapa nya pada penghuni di dalam rumah, "waalaikumsalam, jalan jalan dimana tadi mbak, kok dak bangunin ahmad sih, " ahmad membalas salam kakaknya bergegas menghampiri perempuan hamil muda itu dengan rasa khawatirnya.

"Aku ke pantai, seger lihat panorama di sana tadi, lama mbak dak ke laut," ujar lusi sambil menatap adik satu satunya dengan pandangan teduhnya. "gimana kabar dedek, calon ponakanku," ahmad mengelus pelan perut kakaknya. "Dia baik, mbak terasa punya semangat baru, demi dedek, mbak akan selalu menjaga diri mbak karna sekarang dak sendiri lagi," lusi membiarkan ahmad yang punya hobi baru memegang perutnya terkadang ngajak ngomong calon ponakannya. Ahmad selalu menghibur kakaknya biar dak sedih, dia tahu kakaknya lagi ada masalah dengan suaminya, tapi ahmad dak mau menanyakannya atau berusaha tahu tentang hal yang mungkin bisa membuat kakaknya sedih.

"Mbak sudah masak mbak, nasi goreng cumi kesukaan mbak, ada teh manis juga tadi ahmad yang bikin, masih hangat mbak," ahmad menyodorkan gelas yang sudah diisi teh hangat pada kakaknya, lusi pun menerima dan meminumnya. "makasih dik, mbak ke kamar dulu, " lusi meninggalkan ahmad yang masih sibuk di dapur membantu si mbah nyiapkan sarapan, sebelum ke kamar lusi ke kamar mandi untuk membasuh kaki dan tangannya sehabis kena air laut, kemudian dia masuk ke kamar untuk merebahkan tubuhnya sebentar, sebelum bersiap ke sekolah tempatnya mengajar.

Lusi naik ke atas ranjang meletakkan tubuhnya untuk istirahat, ternyata punggungnya capek juga berjalan lumayan jauh.

tok tok tok

"Lus, gak sarapan sek nduk," ( nduk panggilan anak perempuan ) pinta si mbah sambil melongok ke kamar cucunya yang tidak terkunci, mbah tersenyum mendekat ke tepi ranjang lusi, "ayo, anakmu butuh makan nduk, ojo males makan, mengko gak sehat bayine," mbak terus membujuk lusi yang masih dak beranjak dari pembaringan, memang perempuan hamil muda lagi males malesan wajar." nggih mbah, bentar tho, " lusi malah memindahkan kakinya ke atas guling dengan muka menghadap si mbah. "mbah dak usah kuwatir, lusi akan selalu jaga anak ini dengan baik, " lusi menarik tubuhnya dan duduk di tepi ranjang di samping mbah, lusi senang berada diantara orang orang yang menyayanginya.

-------------

Sementara itu di sebuah kafe di Semarang tepatnya di tempat paling pojok jauh dari keramaian pengunjung lain, seorang laki laki muda termenung sambil menghisap rokok pelan pelan muncul hembuskan asab berbentuk bulatan bulatan menjauh, terdengar tarikan nafas pelan hampir tak terdengar siapapun yang ada di sekitarnya, kembali dihisap dalam rokok dan dikeluarkan asap, sebelum habis batang rokok dimatikannya api rokok dengan ditekan diatas asbak keramik yang tersedia diatas meja kayu panjang.

"Kenapa kau siksa dirimu sendiri dan, " seorang perempuan cantik sudah beberapa malam selalu datang menemaninya, di kafe. "pulanglah, sudah malam," ucap ardan sambil melangkah meninggalkan tempat duduknya menuju rumah yang tak jauh dari kafe.

Perempuan itu mengekor di belakang ardan, " kenapa kamu ikut kemari put, dak baik dilihat orang, mereka tahunya aku dah menikah, " ardan membalik badannya melihat ke arah putri teman sesama dosen.

Tanpa di duga putri mendekat ke arah ardan dan memeluk pinggang laki laki itu, ardan terkejut dengan pelukan putri, meskipun dia tahu kalo putri menaruh hati padanya tapi ardan selalu bersikap biasa tanpa menanggapi perasaan putri. "aku menyayangimu dan, " ucap putri mempererat pelukannya. " Hei, jangan begini, nanti ada yang salah paham, " ardan menarik tangan putri dan memegangnya, dia dak ingin perempuan ini merasa terluka hatinya, ardan denfan hati hati melepas tangannya namun tetep digenggan erat putri, " aku sanggup mengisi hari hari bersamamu dan, lupakan lusi, " lusi mendongak mencari jawaban di dalam mata coklat laki laki yang selalu diharapkannya.

"Aku masih berharap lusi kembali, maafkan aku put," ardan menarik nafas panjang, "kami hanya memberikan waktu masing masing untuk berfikir, bukan berarti kami akan berpisah, tolong mengerti, jangan menambah situasi tambah keruh," ardan tahu dia sendiri ragu dengan perasaan lusi.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C63
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login