Tuan Drigory tersenyum saat Viona mempertanyakan tentang dirinya di foto keluarga itu.
"Apa ada sesuatu yang mengganjal untukmu, Nyonya .... " Tuan Drigory tampak bingung bagaimana harus memanggil Viona.
"Watson, Nyonya Watson," ucaap Viona menjelaskan.
"Baiklah, Nyonya Watson. Apakah Anda lebih memerlukan penjelasan tentang foto itu daripada pertemuan denganku?" tanya Tuan Drigory.
"Oh, maaf. Saya tak bermaksud .... "
"Perkenalkan, aku Moreno Drigory. Pemilik kebun anggur dan juga Pabrik wine di kota ini. Drigory Company," ucap Tuan Drigory.
"Wine?" gumam Viona.
"Ya, Wine. Apa Anda bermasalah dengan wine? Anda tidak bisa minum?" tanya Tuan Drigory begitu percaya diri.
"Oh, tidak. Bukan begitu, Tuan. Saya bisa minum wine .... " Belum selesai dengan ucapannya Tuan Drigory langsung memotongnya
"Tapi Anda tak boleh meminum wine yang ada di pabrik. Itu sebuah pelanggaran, Nyonya Watson," ucap Tuan Drigory.
"Oh ... bu-bukan begitu. Tentu saja kita tidak boleh meminum wine yang sedang diproduksi."
Viona tak mengerti tentang pembahasan tentang wine. Viona merasa tidak terlalu kompeten di bidang ini.
"Apa saya akan bekerja di pabrik wine Anda, Tuan Drigory?" tanya Viona kepada Tuan Drigory. Sepertinya ia tak ingin bertele-tele dengan pembicaraan Tuan Drigory.
"Tidak," jawab Tuan Drigory dengan sangat yakin.
"Ti-tidak?" ucap Viona. 'Lants untuk apa dia memamerkan pabrik anggur miliknya?' batin Viona kesal.
"Anda akan menjadi pelayan di rumah ini," jawab Tuan Drigory.
"Pelayan?" Viona tampak berpikir sejenak. Ia tidak punya ekspektasi tentang pekerjaan apa yang akan diberikan oleh Tuan Drigory saat Black menawarkan pekerjaan.
"Bagaimana? Kau tak mau menjadi seorang pelayan? Apa harga dirimu tak mengijinkannya?" tanya Tuan Drigory.
"Tentu saja tidak, Tuan Drigory. Saya akan lakukan pekerjaan apa saja demi menghidupi anak saya," ucap Viona.
"Oh, Anda punya anak. Itu berarti Anda punya suami. Aku tak bisa mentolerir ketentuan kerja di rumah ini. Jadi sebelum Anda benar-benar masuk ke dalam rumah ini sebagai pelayan keluarga Drigory, lebih baik Anda diskusi terlebih dulu dengan suami Anda. Karena bisa saja jam kerja di sini tak mengenal waktu," ucap Tuan Drigory.
"Tidak perlu. Saya tidak perlu bicara dengannya," jawab Viona.
"Kenapa? Apa kalian tidak bersama? Maksudku, apa kalian sudah berpisah?"
"Dia sudah meninggal," jawab Viona begitu datar. Rasanya begitu perih harus mengatakan hal ini. Tapi faktanya, sang suami memang sudah meninggal.
"Ouh, maaf ... Aku tak tahu .... "
"Tentu saja Anda tak tahu, Tuan Drigory. Saya tidak berasal dari kota ini. Saya pindah ke sini karena ingin melupakannya dia," jawab Viona.
"Oh!" Tuan Drigory hanya mengernyitkan dahinya. "Baiklah, kau bisa bekerja besok. Jam enam tepat, Anda harus sudah ada di sini. Tanyakan kepada Black, apa saja pekerjaan yang harus Anda kerjakan."
Saat sedang memberikan wejangan kepada Viona. Lucy tiba-tiba masuk dengan pakaian kimononya yang tembus pandang. Isi di dalam tubuh moleknya terlihat jelas. Viona sampai malu sendiri karena melihat bagian-bagian penting dari seorang wanita.
'Siapa dia? Apa dua istrinya?' batin Viona penasaran.
Lucy segera duduk di samping Tuan Drigory dan merangkul lengannya. Terlihat jelas lengan Tuan Drigory menyentuh benda kenyal milik Lucy yang begitu seksi. Viona sampai beberapa kali harus mengedipkan matanya karena malu.
"Dia adalah Lucy, orang kepercayaanku. Anggap saja dia sekretarisku. Selain Black. Jika kau ada urusan denganku. Jika kau tidak bisa bicara pada Black. Kau bisa bicara pada Lucy. Dia akan menyampaikannya padaku. Aku tidak bisa selalu ada untuk kau temui setiap saat," ucap Tuan Drigory.
"Baik, Tuan Drigory. Saya akan dengarkan kata-kata Anda." Viona melihat ke arah Lucy, tersenyum padanya. Lalu memperkenalkan diri. "Halo, Nona Lucy. Saya Viona Watson .... "
"Haruskah aku tahu nama seorang pelayan? Cukup kau saja yang tahu siapa aku. Aku tak perlu tahu siapa kau," ucap Lucy.
Viona begitu takjub melihat bagaimana sikap Lucy. 'Kenapa dia angkuh sekali? Dia hanya seorang sekretaris ... sebentar, sekretaris? Kenapa duduk mereka begitu dekat?' batin Viona. Ia curiga kalau ada sesuatu diantara mereka.
Dan benar saja. Lucy tiba-tiba saja mencium Tuan Drigory tepatbdi depan matanya. Sebentar, kalaupun ada hubungan spesial. Haruskah mereka bercumbu di depan Viona? Ini gila!
***
"Hei, kau! Kau mau ke mana!" pekik Kimberly memanggil Nathan yang terus berjalan melewati halaman rumah kediaman Drigory yang begitu luas.
"Kenapa ibumu harus bekerja di sini? Apa kau tahu tempat seperti apa di sini?" tanya Nathan sambil terus berjalan. Ia tak peduli dengan keluhan Kimberly tentang perjalanannya.
"Berhentilah! Kakiku lelah!"
"Aku tak ingin berhenti!" sahut Nathan.
"Kalau begitu aku kembali saja!" ucap Kimberly yang kemudian berbalik. Nathan segera melompat mendahului Kimberly yang akan melangkah meninggalkannya.
"Kau tak boleh ke mana-mana. Di rumah ini, kau harus patuh pada Drigory." Nathan begitu serius dengan ucapannya. Matanya bak mata elang yang siap untuk mencari buruannya.
"Jadi kau benar-benar seorang mafia?" tanya Kimberly.
"Apa?" Nathan tertegun dengan pertanyaan polos Kimberly. "Siapa yang mengatakan hal konyol itu padamu?"
Kimberly membelalakkan matanya. Ia sadar, ia sudah salah bicara. "Maaf, aku tak ingin kau salah paham. Aku hanya .... "
"Katakan padaku, siapa yang memberitahumu tentang hal itu." Wajah Nathan terlihat begitu serius.
"Tidak ada," jawab Kimberly takut. Ia tak ingin Elena mendapat masalah karena dia.
"Katakanll, atau kau yang akan menanggung akibatnya!" Sekali lagi Nathan mencoba memperingati.
"Jadi kau benar-benar dari keluarga mafia? Bingo! Aku baru kali ini tahu ada mafia sungguhan di dunia nyata. Selama ini aku hanya tahu di film saja," ucap Kimberly mencoba mengalihkan perhatian.
Nathan melangkah mendekati Kimberly, dan gadis itu melangkah mundur untuk menghindari Nathan. Sungguh tatapan pria itu sungguh menakutkan. Apalagi tato elang di lengannya.
"Apa itu bisa jadi lelucon untukmu?" ucap Nathan dengan serius.
"Tidak, tentu saja tidak!" jawab Kimberly panik.
"Tapi dari cara bicaramu. Sepertinya kau senang karena tahu aku adalah seorang mafia?"
"Kau tak terlihat seperti itu," ucap Kimberly gugup sambil sesekali melihat ke arah lengan Nathan.
Semakin lama Kimberly semakin terpojok. Hingga ia sudah berada tepat di belakang sebuah pohon beringin besar. Kimberly tak bisa kabur ke mana-mana lagi.
"Kurasa ibuku sedang menungguku," ucap Kimberly agar Nathan meloloskannya.
"Jelaskan padaku, bagian mana yang menarik dari mengenal seorang mafia?" tanya Nathan.
"Aku tak tahu. Aku baru pertama kali bertemu .... " Wajah mereka berdua begitu dekat. Mereka bahkan bisa merasakan suara embusan napas masing-masing. Dan wajah Nathan, meskipun terlihat garang. Tapi harus Kimberly akui, menarik.
"Maka dari itu. Jelaskan padaku," ucap Nathan.
Bersambung ...