Feli berlari tergesa-gesa menemui sahabat karibnya, Sally. Gadis berambut cokelat terang itu ingin memberitahu Sally sesuatu hal yang sangat penting menyangkut hidup dan mati mereka berdua. Kedua bola mata cokelat terang Feli menangkap sosok Sally yang sedang duduk sendirian dengan airpod di telinga dan ponsel ditangannya.
Feli menepuk pundak Sally membuat gadis berhidung mancung itu terperanjat dan melotot garang pada Feli.
"Astaga! Feli, kau ini kebiasaan sekali, datang mengejutkanku. Bagaimana nanti jika aku mati jantungan? Kau akan kehilangan sahabat sepertiku," omel Sally.
Feli meringis. "Maaf, aku tidak sengaja. Aku hanya ingin segera memberitahumu beberapa hal penting," ucap Feli.
Sally menyatukan kedua alisnya dan mengangkat dagunya tinggi sambil menatap lekat sahabatnya itu.
"Hal penting apa yang kau maksud, Fel?" tanya Sally penasaran.
Feli menarik napas dalam-dalam lalu membenahi rambutnya.
"Kau tahu. Ini berita hot! Zena, si wanita ular membeli sebuah pulau," kata Feli memberitahu Sally.
Sally melotot dan mulutnya menganga lalu menggeram kesal.
"SHIT!" umpat Sally.
"Apa-apaan ini? Dia membeli pulau? PULAU? Dia menguping pembicaraan kita? Oh, sialan. Bagaimana mungkin aku kalah cepat dengan wanita ular itu," gerutu Sally sambil berjalan bolak-balik di hadapan Feli.
Feli mengangguk sambil memutar bola matanya malas.
"Sepertinya begitu. Dasar ular! Selalu saja mengikuti apa yang kita inginkan," kesal Feli. Wajah gadis ini memerah karena amarah.
"Dengar, Feli, ini tidak bisa dibiarkan. Aku tidak ingin berada satu level di bawahnya. Bukankah, kau tahu jika aku yang lebih dulu menginginkan untuk membeli sebuah pulau pribadi. Aku yakin, dia sudah menguping pembicaraan kita minggu lalu. Aku harus segera meminta pada Daddy ku untuk dibelikan pulau di salah satu Kepulauan Maladewa," jelas Sally dengan emosi memburu.
"WHAT! Kau mau pulau di Maladewa? Itu pasti sangat mahal sekali, Sally. Kau yakin Daddy mu akan mengabulkan permintaanmu satu ini?" tanya Feli sanksi.
Sally mengedikkan bahunya tak acuh.
"Aku tidak tahu. Aku belum membicarakan semua ini pada Daddy ku, tapi aku yakin, ia akan mengabulkan permintaanku, tanpa kecuali," ucap Sally setengah tak yakin.
Feli menepuk pundak sahabatnya itu sebagai dukungan semangat.
"Aku doakan, Daddy Peter mengabulkan lagi permintaanmu ini setelah kau menghabiskan uang jutaan dollar kemarin demi mobil Bugatti Veyron by Mansory Vivere dua bulan lalu, serta party kita tiga hari yang lalu," lirih Feli dan Sally mengangguk lemah dan mendesah pasrah.
Namun hanya beberapa detik berselang, Sally mendadak membalikkan tubuh Feli menghadapnya.
"Tidak hanya aku yang ditikung, Feli. Kau juga," kata Sally histeris.
Feli menggaruk dagunya dan menatap bingung Sally karena ucapan sahabatnya itu.
"Apa maksudmu?" tanya Feli polos.
"Selena baru saja membeli private jet limited edition yang kau incar beberapa waktu lalu. Aku mendengarnya saat wanita sialan itu memamerkannya di kelas tadi," ucap Sally.
Kini gantian Feli yang memekik geram.
"WHAT! SELENA MEMBELI PRIVATE JET?" pekik Feli histeris.
Sally mengangguk.
"Astaga! Berengsek, berani-beraninya dia mendahuluiku! Aku tidak rela. Aku harus memilikinya juga!" geram Feli.
Sally mengangguk antusias.
"Well, kita memang tidak boleh berdiam diri. Kita harus segera bertindak, Fel. Aku tidak ingin kalah saing dari mereka," ucap Sally.
"Benar. Tidak ada yang boleh berada satu level di atas kita di kampus ini. Apalagi dua wanita sialan itu, si Ular Zena dan si bitch Selena, wanita fotocopy kehidupan kita. Aku tidak rela mereka memiliki apa yang tidak aku miliki," geram Feli.
"Aku setuju. Queen di kampus ini hanya dua, Sally Beatrice dan Felicity Jolicia, yang lain hanya dayang-dayang yang tidak penting," ucap Sally sombong.
"Tentu saja! Hanya kita yang boleh menjadi QUEEN di kampus ini, Sally!" geram Feli.
***
Felicity Jolicia Addison, gadis berusia hampir dua puluh satu tahun ini berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam mansion mewah milik keluarga Addison. Mansion yang sudah ditinggalinya sejak gadis cantik berambut cokelat terang ini terlahir ke dunia.
Gadis ini terlihat geram mengingat percakapannya dengan sang sahabat, Sally Beatrice James di kampus tadi.
"Dasar Selena sialan! Berani-beraninya dia mendahuluiku membeli sebuah private jet! Ini tidak bisa dibiarkan!!!"
"Nona Feli, Anda ingin makan seka—"
"Diam dulu, Kate! Aku sedang tidak lapar sekarang. Di mana Dad?"
"Tuan Addison baru saja masuk ruang kerjanya, Nona. No-Nona..." Kate mengikuti langkah Feli yang berjalan tergesa-gesa menuju ke sebuah ruangan di mansion ini. "Nona Feli, Tuan__ Nona Feli, Tuan Addison sedang ada ta..."
Brak!!
"mu..." Wanita berusia lebih dari tiga puluh tahun ini, yang mana adalah salah satu maid di mansion ini hanya bisa pasrah saat sang nona sudah membuka pintu ruang kerja Leonel Sean Addison dengan kasar, sampai dua orang yang berada di ruangan itu terkejut luar biasa.
"Dad! Belikan aku jet pribadi!" seru Feri di ambang pintu yang sudah dibukanya. Wajah gadis ini terlihat merajuk dengan kedua pipi tembam memerah. Persis seperti anak kecil yang minta dibelikan permen oleh ibunya.
Leonel dan seseorang yang berada di ruangan itu terdiam beberapa saat sambil menatap Feli dengan tatapan terkejut. Tak berapa lama, Leonel berdiri dari duduknya, lalu menatap Feli tajam.
"Di mana letak kesopananmu, Baby Girl?" tanya Leonel galak.
Bukannya ketakutan, Feli malah mendatangi ayahnya, lalu menggoyangkan lengan kiri sang ayah dengan manja. "Dad~ apa Dad tahu, aku telah kalah dari Selena tidak pakai Gomes itu, Dad! Wanita bitch itu sudah membeli private jet yang aku inginkan karena Dad terlalu lama mengabulkan permintaanku!"
"Baby Girl, Dad tidak pernah mengajarimu mengatai orang seperti itu!"
"Ya Tuhan, Dad, namanya orang sedang kesal, apa saja bisa keluar dari mulutnya. Maafkan aku, aku tidak akan mengatai wanita itu lagi di depan Dad. Tapi aku tidak janji kalau di belakang Dad. Ah sudahlah... bukan hal itu yang penting, Dad. Sekarang aku ingin Dad membelikanku private jet yang lain! Aku tidak ingin lagi private jet seperti wanita itu! Pokoknya aku ingin yang harganya lebih mahal dari private jet punya si Selena! Aku lihat ada sebuah perusahaan di Spanyol yang akan mengeluarkan private jet yang hanya bisa dimiliki tiga orang di dunia ini. Aku mau yang itu, Dad!"
Leonal membelalakkan mata tak percaya, lalu memegang pangkal hidungnya frustasi. Anak semata wayangnya ini selalu membuatnya pusing. Baru kemarin Leonel dan sang istri membelikan anak mereka liontin mewah yang hanya dimiliki sepuluh orang di dunia ini. Sekarang sang anak meminta private jet? Ya Tuhan, seingat Leonel, saat sang istri mengandung Feli, wanita itu tak pernah meminta hal yang aneh-aneh. Kenapa setelah lahir sang anak jadi seperti ini? Apa mungkin karena Leonel selalu memanjakan anak imutnya ini? Leonel tidak masalah jika sang anak meminta apapun darinya. Tapi jika dibiarkan seperti ini terus, bagaimana jika suatu saat hidup mereka tidak sejaya sekarang? Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, dan Leonel tidak ingin sang anak terus-terusan menghabiskan uang untuk hal yang sia-sia. Sepertinya mulai sekarang, Leonel harus tegas menghadapi Feli.
"Tidak lagi, Baby Girl."
"What??" Feli terkejut saat sang ayah mengatakan hal itu. "Dad, apa Dad sedang bercanda?"
"Tidak, Dad serius kali ini."
Feli ternganga tak percaya. Apakah pria di depannya ini adalah sang Daddy? Selama Feli hidup di dunia ini selama hampir dua puluh satu tahun, sang Daddy tidak pernah menolak permintaannya. Lalu mengapa sekarang seperti ini?
"Dad, Dad salah makan?"
"Felicity Jolicia, Dad tidak salah makan."
"Dad! Daddy yakin tidak akan membelikanku private jet?"
"Tidak!" tegas Leonel.
Mata Feli langsung berkaca-kaca mendengar hal itu. "Dad tidak sayang lagi padaku?"
"Oh... Baby Girl, bukan itu maksud Daddy, tapi kau harus tahu, bahwa tidak semua yang kita inginkan di dunia ini bisa kita dapatk__ Feli! Baby Girl!" Leonel bergegas mengikuti langkah Feli yang tiba-tiba saja pergi meninggalkan ruang kerjanya. Pria berusia empat puluh enam tahun ini seperti kebakaran jenggot saat sang anak merajuk. Langkah Leonel terhenti saat mengingat ada orang lain di ruang kerjanya. Pria ini menatap Kate yang masih berdiri di ambang pintu sambil menunduk.
"Tolong kau temani Feli, Kate. Jangan sampai gadis nakal itu melewati makan siangnya."
"Baik, Tuan Addison. Saya permisi." Wanita bernama Kate itu membungkuk sebentar, lalu berbalik untuk mencari sosok Feli.
Leonel menghela napas berat setelah kepergian Kate, lalu membalikkan tubuh ke arah seseorang yang berada di ruang kerjanya. "Maafkan aku, Niguel. Aku sampai melupakan keberadaanmu."
Pria bernama Niguel yang berusia lebih tua beberapa tahun dari Leonel ini terkekeh geli. "Kau terlihat lucu saat panik seperti tadi, Leon."
"Oh diam kau! Dan jangan panggil aku Leon! Aku merasa seperti singa."
"Ya, aku menyadari jika namamu tidak sesuai dengan karaktermu, Leon. Kau terlihat menyedihkan saat anakmu merajuk. Tidak ada ganas-ganasnya. Dasar pria ini."
"Diam kau, Niguel!"
Pria bernama Niguel itu tertawa terbahak karena kemarahan sang sahabat. Sementara itu, Leonel terlihat benar-benar frustasi, karena ini pertama kalinya Leonel membuat Feli-nya menangis.
***