Download App
34.42% Cinta Monyet yang Berkesan / Chapter 21: Saling Memahami

Chapter 21: Saling Memahami

Kita skip Ujian Nasional.

Bagian itu terlalu rumit untuk dibicarakan.

Dengan selesainya Ujian Nasional, selesai pula proses belajar mengajar untuk kelas XII. Para murid tinggal menunggu pengumuman kelulusan lalu berpindah status menjadi mahasiswa.

"Akhirnya, kebebasan menjadi hak milik kita sekarang." teriakan itu benar-benar menggambarkan perasaan bebas para siswa kelas XII.

Bayangkan saja, di tahun terakhir mereka sekolah adalah masa-masa yang berat. Setiap hari mereka bergelut dengan soal latihan ujian. Belum selesai ujian akhir, mereka harus memikirkan untuk mencari universitas yang nantinya akan mereka masuki setelah dinyatakan lulus dari SMA.

Ini masih jam pelajaran, tapi karena mirid kelas XII sudah tidak ada tanggungan belajar, mereka memilih mengisi waktu luang dengan apa saja yang bisa mereka lakukan. Termasuk bermain basket di tengah teriknya matahari. Raffi yang memang suka dengan basket, tak memedulikan panasnya matahari.

"Shoot!" teriak Raffi kepada rekan setimnya.

"YEAH!!" teriakan penonton di pinggir lapangan mpecah setelah Raffi melakukan three point shoot.

Iya, lelaki tinggi mah bebas ya.

"Go Raffi go!" Lulu tak mau kalah memberikan sorak sorai ala cheerleader.

Melihat Farani dan Lulu di pinggir lapangan, Raffi segera menghampiri mereka, menghentikan permainannya. Raffi lalu merebut botol minum yang ada di tangan Farani, lalu meminumnya.

Pose Raffi yang sedang minum membuat dirinya terlihat seperti seorang model. Apalagi menurut para perempuan, laki-laki yang berkeringat itu seksi.

"Abis ini ikut jemput Mama yuk di bandara." ajak Raffi setelah selesai mengosongkan botol minum Farani.

"Apa ini? Gue aja belum minum, ini udah kosong aja." sang pemilik botol mengamuk.

Dengan polosnya, Raffi memamerkan cengiran kuda khasnya. "Ampun, nanti gue ganti."

Untung tepat pada waktunya, Raffi melindungi wajahnya dengan tangan. Kalau tidak, wajahnya akan terkena lemparan botol kosong dari Farani.

"Tumben Mama balik? Bukannya masih lama ya?" Lulu bertanya, untuk mengalihkan Raffi dan Farani terlibat adu mulut.

"Iya, Mama mutasi lagi. Jadi dikasih waktu buat beberes beberapa hari." jelas Raffi.

"Berarti Mama bakal libur juga dong?"

"Huuh."

"Asik. Gue mau minta Mama buatin kue kek yang sebelumnya." dengan mata berbinar, Farani membayangkan rollcake yang lembut buatan Mama.

Membayangkan keseruan yang akan mereka bertiga lewati saat Mama Raffi pulang sungguh menyenangkan. Hal itu membuat mereka melupakan cibiran siswi-siswi lain yang merupakan fans berat Raffi.

Tiga tahun bersekolah di SMA Beethoven dan bersahabat dengan Raffi membuat Farani menjadi sasaran cibiran. Itu karena Farani cukup dekat dan akrab dengan Raffi, murid yang mempunyai fans dari adik kelas hingga kakak kelas. Masih tergambar jelas diingatan Farani saat pertama kali dia mendapat bully dari kakak kelas yang tidak suka melihat kedekatan Raffi dan Farani.

Pukul 13.00 WIB.

Raffi dan Farani menjemput Mama Raffi di bandara. Lulu akhirnya memutuskan untuk tidak ikut karena Mamanya mengajaknya pergi untuk urusan lainnya.

"Raff, ganti baju gih, keringet lo nggak kering-kering dari tadi."

"Ini malah keren tau dek. Cowo kalo abis olahraga itu keren."

"Keren? Lo mah keliatan kusut mukanya, udah gitu dekil banget sumpah."

Mendengar perkataan Farani, Raffi segera mengeluarkan HPnya. Menyalakan dan mengecek wajahnya. Memang terlihat sedikit kusam, tapi itu efek terkena matahari dan keringat.

"Nggak papa, masih laku juga." ucapnya, berusaha meningkatkan harga dirinya.

Farani menahan perkataan untuk menyanggah Raffi. Dilihatnya Mama berjalan di kejauhan. Dengan sigap, Raffi dan Farani berjalan ke arah Mama, menyambut kedatangan Mama sambil membawakan beberapa barang Mama.

"Halo anak-anak Mama." pelukan hangan menyambut kedatangan Mama. "Raf kok kusut sih? Basah lagi. Kamu nggak bawa baju ganti?"

"Itu sambutan Mama ke anak sendiri?"

"Aku udah ingetin Ma buat ganti baju, tapi jawabannya 'cowo abis olahraga itu keren'." Farani menirukan gaya Raffi saat mengucapkannya.

Mama otomatis menggelengkan kepalanya. Melihat putra semata wayangnya yang cuek membuat Mama memutar kepalanya. Dan Raffi yang mendapat perlakuan seperti itu langsung meninggalkan Mama dan Farani.

"Ada yang ngambek nih Ma kayanya." ledekan Farani terdengar di telingan Raffi. Raffi hanya menoleh lalu terus melanjutkan jalannya sambil menarik koper Mama.

Sekali lagi Mama memeluk Farani, lalu berjalan menyusul Raffi yang masih ngambek.

*

Mama Raffi bekerja sebagai pegawai BUMN jadi hal yang biasa bagi Mama untuk mendapat mutasi. Setelah di tempatkan di Surabaya selama hampir lima tahun, akhirnya Mama dimutasi lagi. Kali ini di Jogja.

Disaat sang anak akan pindah untuk kuliah ke Paris, Mama malah mendapat mutasi kerja di Jogja. Papa Raffi yang bekerja di Jakarta jarang pulang ke Jogja karena jatah cuti yang minim, juga biaya untuk pulang pergi. Berbeda dengan Mama yang bekerja di perusahaan negara, Papa bekerja di perusahaan swasta milik asing.

"Fa, udah ijin sama Ayah Bunda kalo kamu bakal sampe malam disini?"

Farani menganggukkan kepala sambil memilih beberapa oleh-oleh dari Mama. "Nanti abang yang jemput Ma."

"Jam berapa?"

"Abang bilang jam 8an."

"Kalo gitu, kita belanja bahan yuk. Jadi besok tinggal bikinnya aja." ajak Mama sambil meletakkan beberapa makanan ke dalam lemari es. Farani menganggukkan kepalanya.

"Raf, ayo kita beli bahan buat bikin kue besok."

Teriakan Mama terdengar sampai ke kamar Raffi. Dengan langkah malas, Raffi, yang hanya mengenakan celana rumah, keluar kamar. "Mama sama adek aja ya. Raffi mau di rumah aja."

Ting tong.

Bel rumah berbunyi.

Mama segera berjalan menuju pintu, melihat siapa yang datang disaat seperti ini. Ternyata Fareza. Sudah bisa dipastikan bahwa Raffi menghubungi kakak Farani untuk datang lebih awal, mereka pasti akan main game bersama.

"Mama." pelukan Fareza langsung mendarat untuk Mama. Tak lupa, Fareza memberikan cengiran yang paling manis untuk Mama.

"Oh, jadi itu alasannya mau di rumah aja?" protes Mama mengetahui maksud Raffi.

Kalau sudah main game, Raffi memang susah untuk diganggu. Jadi Mama dan Farani segera berangkat ke supermarket untuk belanja keburuhan besok membuat kue.

Hal yang paling tidak menyenangkan di dunia ini adalah menemani perempuan berbelanja. Dapet barang nggak, capek iya. Kalau orang berkata bahwa perempuan itu makhluk lemah, berbeda dengan Raffi. Perempuan itu makhluk paling kuat yang ada di bumi. Buktinya, perempuan bisa mengitari mall berkali-kali hanya untuk cuci mata.

Daftar belanja yang sudah dibuat oleh Mama memudahkan mereka untuk berbelanja. Selain tahu apa saja yang dibutuhkan, mereka juga bisa mempersingkat waktu untuk mencari barang karena sudah tahu tujuannya.

Tapi meskipun sudah dibuat seefisien mungkin, keduanya tetap memerlukan waktu lebih dari sejam untuk berbelanja. Bahkan Mama sedikit kaget saat mengetahui jam sudah menunjukkan pukul enam malam.

"Fa, kita makan dulu yuk. Udah kelewat makan malam lho ini."

Farani mengecek jam tangannya. Sudah pukul enam sore. 'Pantes dari tadi perutnya keconcongan.'

Foodcourt mall ramai dengan pengunjung yang memanfaatkan untuk makan malam. Tidak hanya di foodcourt, restoran terdekat juga ramai.

"Mau makan apa Fa?" tanya Mama sambil memperhatikan sekelilingnya, mencari tempat yang tidak begitu ramai.

"Hotpot yuk Ma." Mama menyetujui pilihan Farani.

Sambil menunggu pesanan datang, Mama berbincang dengan Farani tentang Raffi. "Mama seneng Raffi bisa kuliah ditempat yang diaidamkan,tapi Mama juga sedih karena harus berpisah."

Farani mengerti bagaimana perasaan Mama,harus berpisah dengan anak semata wayangnya. Apalagi sekarang beliau ditempatkan di Jogja, tempat yang dari dulu diinginkan Mama Raffi.

"Sabar Ma, Farani yakin Raffi akan selalu inget Mama. Sekarang kan jaman juga makin canggih, bisa video call juga." Menggenggam tangan Mama, Farani mencoba menghibur Mama. "Paling nggak, Farani masih disini Ma.

Senyum Mama mengembang. Mama tahu, meski beliau akan kesepian seperti biasanya tapi paling tidak sekarang ada Farani yang akan menemaninya.

"Mama pengen Farani nemenin Mama selama Raffi di luar negeri. Kenapa kalian nggak nikah aja?"

Uhuk uhuk uhuk. Farani yang tengah minum langsung tersedak mendengar perkataan Mama.

"Farani baik-baik aja?" Mama terlihat khawatir melihat Farani batuk.

"Iya Ma, baik."

"Apa pertanyaan Mama terlalu vulgar?" senyum jahil Mama menggoda Farani.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C21
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login