26 tahun menikah, Ayah dan Bunda jarang bepergian berdua saja. Dulu, mereka memutuskan menunda bulan madu karena ingin focus membangun rumah. Setelah rumah sudah layak huni, putra pertama merekalahir. Saat sudah sedikit besar, Bunda hamil untuk kedua kalinya.
Sekarang kedua anaknya sudah dewasa, dan keinginan untuk melaksanakan bulan madu terbesit kembali. Akhirnya, untuk pertama kalinya ayah dan bunda akan pergi bulan madu. Setelah mendapat ijin cuti dari tempat kerja Ayah, keduanya memutuskan untuk pergi ke Bali berdua saja.
"Adek tenang aja, nanti bakal jadi kakak setelah Ayah dan Bunda kembali dari honey moon." Dengan genitnya Bunda menggoda Farani.
"Kalo sampe ada adik, aku nggak mau pulang!" ancam Farani tegas kepada Ayah dan Bunda.
Sedari dulu, Farani tidak pernah menginginkan sosok adik. Dia akan menjadi sangat marah saat ada yang berkata bahwa dirinya akan mempunyai adik. Entah sejak kapan dia mulai membenci perkataan itu, yang jelas sejak lama.
Sita membantu Ayah memasukkan koper kedalam mobil. Dengan wajah sumringah, Ayah memastikan tidak ada barang atau apapun ketinggalan. Mobil melaju menuju bandara dengan kecepatan sedang.
"Sita, jaga Adek selama Ayah sama Bunda pergi. Jangan sampe adek punya kesempatan untuk pulang malem." Tak henti-hentinya Bunda memberinya wejangan.
Sita mengangguk tanpa mengalihkan pandangan. "Tenang Bunda, Farani nggak akan mendapat kesempatan itu."
Ayah menepuk pundak Sita dengan mantap dan penuh kepercayaan. Awalnya Ayah memang berat hati menitipkan putri kesayangannya kepada Sita, tapi setelah dipikir lagi, tidak ada yang bisa diberi amanat untuk menjaga putrinya. Kalau dulu ada Lulu dan Raffi, sekarang mereka yang sudah tidak ada di Indonesia lagi, jadi mau tidak mau Ayah menitipkan kepada Sita.
Bahkan sehari sebelumnya, Ayah memanggil Sita untuk berbincang empat mata. Entah apa yang mereka berdua bicarakan, Sita tidak mau memberi tahu Farani barang sedikitpun.
Sebelum berpisah, Ayah berkata kepada Sita, "Ingat pesan Ayah."
Sita yang hanya bisa mengangguk dengan patuh kepada Ayah. Meski Farani sudah mencoba mengulik tentang apa yang ayahnya dan Sita bicarakan, hasilnya tetap nihil.
"Safe flight Ayah, Bunda. Having fun dan semoga lancar honey moon-nya." Ucap Farani sambil memberi pelukan hangat kepada orangtuanya.
"Baik-baik selama Ayah dan Bunda nggak ada di rumah. Jangan keluar malam dan keluyuran nggak jelas. Oke Sita?"
"Udah deh, kek mau ngapain aja. Ayah sama Bunda tenang aja liburan disana. Oke?" Farani mendorong Bundanya untuk segera masuk mengikuti Ayah.
Setelah kedua orantuanya menghilang dari pandangan, Farani akhirnya bisa bernapas lega. Sejak Ayah dan Bunda memutuskan untuk pergi bulan madu, nasihat dan wejangan untuknya tak pernah putus. Bisa dimaklumi, ini pertama kalinya Farani akan di rumah sendiri. Tanpa orang tua dan tanpa abangnya.
"Berani nanti malam tidur sendirian?" tanya Sita sambil berjalan menuju parkiran.
Beberapa hal yang menyenangkan sudah farani agendakan begitu Ayah dan Bunda berangkat. Tapi hal yang kurang menyenangkan seperti di rumah sendiri belum terpikirkan. "Berani. Di rumah sendiri ini juga."
"Jarak rumah kita setengah jam perjalanan lho." Masih terus menggoda kekasihnya, Sita berusaha memojokkan Farani.
Tak dapat membalas perkataan kekasihnya, Farani langsung berjalan cepat menuju parkiran. Bahkan dia tidak memedulikan Sita yang memanggil namanya di belakang. Hanya dengan beberapa langkah, Sita berhasil menyusul Farani. Dengan cekatan, Sita mengenggam tangan Farani agar kelinci imutnya itu tidak pergi terlalu jauh.
"Kalo masih cemberut, gue nggak bakal bukain pintu mobil." Kata Sita sambil menahan tangan Farani.
"Gue bisa buka sendiri."
"Kan gue kunci. Kuncinya ada di gue." Memamerkan kunci mobilnya, Sita segera berjalan menjauh. Kali ini giliran Sita yang mengacuhkan Farani.
Merasa kalah, Farani segera berlari menyusul Sita. Dari pada harus pulang dengan taksi yang tentu tidak akan murah biayanya, Farani menekan amarahnya. Tersenyum semanis mungkin dihadapan Sita.
"Nggak papa setengah jam, asal lo dateng pas gue panggil." Farani berusaha merayu Sita. Tangan Farani bergelayut di lengan kekar Sita.
Tak dapat berkutik disodori senyuman manis oleh Farani, Sita hanya bisa mengelus kepala pacarnya itu dengan sayang. Senyuman Farani adalah racun bagi Sita. Semarah apapun, selelah apapun saat melihat senyuman itu, hidup Sita akan menjadi damai. Bahkan seorang Sita yang terlihat cuek dan dingin pun mempunyai sisi lebay yang tidak akan pernah dia tampakkan dihadapan siapapun.
*
Demi mengantar orangtua Farani ke bandara, Sita memutuskan untuk mengambil jatah cutinya.
"Abis ini mau ngapain?" tanya Farani dalam perjalanan kembali ke rumahnya.
"Enaknya ngapain?"
"Lah malah balik tanya si Bapak. Ada ide?"
"Kayanya gue mau tidur aja."
Good idea, batin Farani. "Jarang-jarang lho kita jalan di hari kerja."
Sebuah senyum jahil menghiasi wajah Sita. Terkadang menggoda pacarnya itu adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan. Tak peduli semarah apapun pacarnya, Sita tetap merasa senang melakukannya, lagi dan lagi. Langsung saja Sita mengendarai mobilnya, menuju rumah.
Sesuai dugaannya, Farani langsung cemberut. Bahkan tanpa kata, Farani langsung masuk ke dalam rumah. Tak sampai disitu, dia langsung mengurung diri di kamar Sita.
Tok tok tok
"Permisi, yang punya kamar mau masuk." Dilihatnya Farani membaringkan tubuhnya di ranjang Sita.
Tanpa banyak berkata, Sita segera membaringkan tubuhnya disebelah tubuh Farani. Farani yang memunggungi Sita, langsung dia peluk dari belakang dengan eratnya. Tercium aroma green tea di rambut Farani. Shampoo yang selalu digunakan Farani, membuat siapapun yang menciumnya menjadi relax.
"I love you." Bisik Sita sambil terus memluk Farani.
Perlakuan dan perkataan Sita memang tidak bisa ditolak oleh Farani. Semarah apapun dirinya, saat mendapat perlakuan manis dari Sita, hatinya langsung luluh. Itu sebabnya Farani tersenyum jahil tanpa sepengetahuan Sita.dan bahkan dia hanya diam saja setelah mendengat kata-kata romantic dari Sita.
Lima menit berlalu, Sita masih diposisi memeluk Farani dari belakang. Farani mulai curiga. Dengan perlahan, dia menyingkirkan tangan Sita dan berbalik.
Sita tertidur.
Mendapati Sita tertidur, ingin rasanya Farani mencabik-cabik wajahnya karena kesal. Bagaimana tidak kesal, perlakuan yang dianggapnya romantic ternyata hanya sebagai kedok untuk dirinya tertidur.
"Untung ganteng. Kalo nggak, udah kudu konstruksi wajah deh."
Perlahan, Farani mendekatkan wajahnya ke wajah Sita. Saat tertidur, Sita memang terlihat tampan, apalagi bulu matanya yang lentik membuat Farani iri. Juga bibir Sita yang tebal. Tanpa asadar, wajah mereka semakinmendekat. Tiba-tiba, Sita mengulurkan tangannya, menarik kepala Farani hingga membuat bibir mereka bertemu.
Kget, Farani langsung mendorong Sita menjauh. Bangun dan membalikkan badan, Farani berusaha menguasai dirinya. Ini bisa dibilang ciuman pertamanya, dan dia sangat kaget karena terjadi tiba-tiba tanpa adanya persiapan.
"Kenapa lo selalu goda gue?" tanya Sita, setelah menyadari bahwa Farani mengambek lagi.
"Goda gimana? Orang gue nggak ngapa-ngapain." Bela Farani.
"Menurut lo? Deketin wajah setiap gue tidur, trus ngomong nggak jelas antara muji dan terpesona."
'OMG, jadi selama ini Sita denger semua yang gue omongin?!' teriak Farani dalam hati.
Ingin rasanya Farani menghilang saat itu juga. Perasaan malunya sudah tidak dapat dibendung lagi. Jadi, selama ini setiap dia mengamati Sita saat sedang tertidur tertangkap basah. Memang sih dia tidak melakukan hal yang aneh, tapi menyentuh hidung Sita atau alisnya, juga mengagumi ciptaan Tuhan?