Sudah beberapa hari ini Kartika merasa perutnya mual. Beberapa kali ia muntah-muntah di tempat kerjanya. Hal itu tak lepas dari perhatian dari Ella dan Sari sebagai teman Kartika yang paling dekat selama ini.
"Kau kenapa?" tanya Ella.
"Iya,Tika. Kau sakit,ya?"
"Aku mungkin masuk angin karena beberapa malam ini aku tidur terlalu malam," jawab Kartika.
"Kau punya pacar,Tika?" tanya Sari sedikit berbisik saat Ella sudah berjalan menuju meja pelanggan yang kebetulan baru datang.
Kartika menatap Sari dengan dahi sedikiit berkerut.
"Memangnya kenapa, Sar?" tanya Kartika tidak mengerti.
"Nanti saja sepulang kerja kita bicarakan," kata Sari. Kartika hanya menganggukkan kepalanya dan melanjutkan pekerjaannya.
**
Sepulang bekerja, Sari dan Kartika berjalan bersama, Sari berencana untuk mampir ke tempat kos Kartika.
"Tika, kos di sini, bebas menerima tamu?" tanya Sari.
"Tidak, jika tamunya lelaki hanya boleh di teras depan situ," jawab Kartika.
"Kau punya pacar?" tanya Sari lagi.
Kartika menggelengkan kepalanya. "Memang apa hubungannya pacar dengan aku yang tidak enak badan?" tanya Kartika. Sari menghela napas panjang dan menatap sahabatnya itu dengan serius.
"Ciri-ciri penyakitmu seperti orang hamil," tukas Sari membuat wajah Kartika pucat seketika.
"Tapi, kau kan tidak punya pacar, jadi tidak mungkin kau hamil,kan," ujar Sari sambil tertawa kecil. Kartika hanya menghela napas panjang, ia merasa begitu tegang. Hamil ... Kenapa sama sekali tidak terpikirkan olehnya.
Sari tidak lama berada di tempat kos Kartika. Saat Sari pulang, Kartika bergegas pergi ke apotek yang kebetulan tidak jauh dari tempat kosnya. Ia membeli beberapa alat tes kehamilan. Kemudian ia pun segera pulang.
Kartika benar-benar tidak dapat tidur malam itu. Ia gelisah sekali memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Kenapa ia tidak terpikirkan ke sana. Bukankah malam itu saat ia menemani Rivan dirinya tidak meminum pil seperti dulu. Dan, Rivan sendiri juga tidak memakai pengaman. Tiga bulan telah berlalu sejak kejadian itu, dan Rivan pun sudah kembali mesra dengan Salsa. Bahkan ia jarang datang ke rumah makan.
Lelah dan gelisah memikiran hasil tes packnya membuat Kartika pun akhirnya jatuh tertidur. Dan saat ia terbangun waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Ia bergegas ke kamar mandi dan menampung urine pertamanya. Alangkah kagetnya Kartika saat melihat garis dua di semua alat yang ia beli tadi.
Tubuh Kartika lemas seketika. Ia merasa tidak sanggup untuk bekerja hari ini. Dengan lunglai, Kartika pun kembali membaringkan tubuhnya ke atas tempat tidur dan menarik selimutnya.
"Betapa bodohnya aku ini," keluh Kartika. Ia merasa sudah menjadi orang yang sangat bodoh. Bisa-bisanya ia kembali melakukan hal itu dengan Rivan.
Tanpa sadar, Kartika pun kembali tertidur. Ia terbangunn saat terdengar ketukan di pintu kamarnya. Perlahan,ia membuka pintu kamarnya, dan ia terkejut saat melihat Rivan bersama ibu kosnya sudah berdiri di depan pintu.
"Neng Tika sakit?" tanya ibu Kosnya dengan cemas.
"Saya nggak enak badan, Bu. Kok, Ibu bisa sama Mas Rivan?"
"Barusan aku sudah mengetuk pintu, tapi tidak ada suara sama sekali. Jadi aku tanyakan pada Ibu, ternyata sejak pagi kau tidak keluar kamar."
"Maafkan saya sudah membuat panik semua orang," tukas Kartika.
"Nggak apa-apa ,Neng. Ya sudah ibu tinggal dulu,ya. Lebih baik dibawa ke dokter saja , Nak Rivan."
"Iya, Bu.Terima kasih banyak," kata Rivan.
Pemuda itu menatap Kartika, ia melangkah masuk ke dalam kamar Kartika dan dahinya berkerut seketika saat melihat ada beberapa alat tes kehamilan di dekat ranjang Kartika. "Kau ... Kau hamil,Tika?' tanyanya.
Tangis Kartika kembali pecah, "Aku ..."
"Apa itu anakku?" tanya Rivan.
Dengan takut-takut, Kartika menganggukkan kepalanya. Rivan langsung terduduk lemas, sebenarnya ia sangat menyayangi Kartika, tapi pernikahannya dengan Salsa tinggal sebulan lagi. Tidak mungkin ia mengingkari janjinya pada Salsa dan keluarganya untuk segera menikah.
"Kita gugurkan saja dulu,Tika. Aku minta maaf, malam itu aku benar-benar khilaf. Karena ...."
"Sudahlah , Mas. Aku cukup tau diri, kau tidak mungkin akan menikah denganku. Keluargamu pasti tidak akan mengizinkan kitab untuk menikah."
Rivan menarik napas panjang.
"Aku kerja dulu, nanti sore aku akan kembali kemari," kata Rivan.
Kartika hanya menganggukkan kepalanya. Setelah Rivan pergi, Kartika langsung membereskan tespacknya dan membuang semuanya ke dalam tong sampah. Ia tidak ingin siapa pun tau tentang kondisinya.
Kertika merasa sedih, ia tau bahwa apa yang ia dan Rivan lakukan adalah dosa dan kesalahan bsar. Tapi, ia tidak mau jika ia harus mengugurkan kandungan untuk kedua kalinya. Lagi pula ia sangat mencintai Rivan. Biarlah, jika mereka memang tidak dapat di persatukan. Tapi, setidaknya ia bisa memiliki kenang -kenangan dari Rivan.