Download App
3.09% BUKAN KUPU-KUPU MALAM / Chapter 6: TAKDIR

Chapter 6: TAKDIR

Hampir 3 bulan Kartika berada di rumah Sania. Entah sudah berapa banyak pria yang Kartika layani di kamar hotel. Hampir setiap malam dia dipaksa untuk melayani tamu- tamu. Tamu- tamu yang ia layani adalah tamu- tamu pilihan. Bukan orang sembaranga. Begitu juga dengan Neneng dan Euis, nasib mereka setali tiga uang dengan Kartika.Bahkan, mereka tidak boleh memakai nama asli. Neneng diberi nama Nessa, sementara Euis diberi nama Erika sementara Kartika diberi nama Karla oleh Mami Sania. Menurut Teti hal itu biasa, supaya lebih keren katanya.

Kartika sudah tidak pernah menangis lagi sekarang. Ia hanya bisa pasrah dan menahan sakit hatinya. Dari uang tips yang ia kumpulkan, Kartika mulai belajar memakai make up dari Teti. Sania tidak pernah meminta uang tips yang diberikan oleh para tamu. Bagi Sania, ketiga gadis itu masih sangat menguntungkan. Hingga tiba di bulan ke 4 saat tamu mulai bosan dengan ketiga gadis itu. Sania pun memutuskan untuk memindahkan ketiga gadis itu ke Saritem.

Seumur hidup, Kartika hanya pernah mendengar nama Saritem. Tapi, ia tidak pernah sekalipun bermimpi untuk menjadi bagian dari tempat itu. Tempat milik Sania di Saritem dikelola oleh Mami Sundari. Sundari adalah mantan wanita penghibur juga. Tapi, karena Sania pernah berhutang budi pada Sundari ia pun mempercayakan pengelolaan usahanya di Saritem. Sesekali, Sania datang untuk mengecek keuangan. Dan juga mengecek gadis- gadis di sana. Mereka yang sudah tua dan dianggap tidak menghasilkan lagi, akan dibiarkan. Pergi dari sana pun tidak akan cari. Bahkan, ada beberapa yang diusir paksa.

Tidak sedikit mantan wanita malam dari Saritem pada akhirnya mangkal di pinggir jalan dekat stasiun kereta api Bandung untuk mencari pelanggan dengan tarif yang tidak seberapa. Mami Sundari seorang wanita yang berusia 40 tahun. Dia masih cantik di usianya yang tidak lagi muda itu. Saat Kartika, Neneng dan Euis datang mereka langsung di tempatkan bersama gadis yang lain. Beberapa gadis yang sudah agak lama bekerja di sana melirik sinis kepada mereka bertiga. Bahkan salah satu di antara mereka tampak jelas memperlihatkan ketidaksukaannya pada mereka bertiga.

"Ini namanya Kartika, Neneng dan Euis. Mereka pindahan dari rumah bos, akur-akur ya kalian. Nanti malam mereka sudah mulai bekerja sama seperti kalian. Nama mereka untuk bekerja Nesa, Erika dan Karla. Kamu, Marini ajak mereka untuk ke kamarnya. Pakai kamar yang sebelah kamarmu saja, trus kamu ajarin ya gimana peraturan di sini," kata Mami Sundari.

Seorang gadis yang di panggil Marini langsung mendekat dan membawa mereka ke kamar mereka.

"Kalian di sini kerja dari jam 10 malam ya. Kalau kalian mendapat tamu, jatah kalian 40 persen. Uang tips boleh kalian simpan sendiri untuk biaya hidup kalian. Ingat ya, kalian jangan macam- macam di sini. Ada tukang pukul Mami Sania. Beliau memang jarang kemari tapi, ya tukang pukulnya itu tetap menjaga di sini. Kalian juga jangan mencari keributan dengan yang lain. Mereka senior di sini. Kalau ada apa- apa kamarku di sebelah kamar kalian. Sekarang, kalian bisa istirahat. Mumpung masih siang kalian tidur, nanti sore baru bangun. Ya, kalian pasti di rumah Mami Sania begitu juga, kan?"

"Iya, teh. Teteh sudah lama di sini?" tanya Kartika. Marini mengangguk, "Sekitar 3 tahun. Ya sudah, kalian istirahat saja. Aku mau tidur dulu ya, semalam aku baru bisa tidur pukul 3."

Kartika, Neneng dan Euis pun segera masuk ke kamar dan membereskan barang mereka yang tidak seberapa. Hanya ada kasur yang cukup untuk mereka bertiga tidur. Sebuah lemari kecil, meja untuk menyimpan makanan dan meja rias. Kamar mandi ada di luar kamar mereka. Kamar mandi itu mungkin di pakai bernama- sama.

"Habis manis sepah di buang,"kata Euis sambil membaringkan dirinya di atas kasur.

"Sabar, teh. Mungkin sudah takdirnya kita harus begini," kata Neneng.

Kartika tidak tau harus berkata apa. Ia hanya bisa diam, ia sendiri tidak bisa berbuat sesuatu yang bisa mengeluarkannya dari tempat ini.

"Kar, aku lihat kau tambah pendiam sekarang. Kau baik-baik saja, kan?" tanya Euis.

"Aku nggak tau, teh harus bagaimana selain pasrah menjalani semuanya. Aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk berada dan tinggal di tempat ini."

"Kata Mami Sania tadi sebelum dia pergi, di sini kita boleh kok pergi jalan- jalan keluar. Bisa ke BIP atau jalan- jalan dan belanja di kepatihan. Atau kita bisa ke Kosambi, kata Teti di sana banyak yang bagus. Ya, aku kan bukan asli Bandung. Dulu, aku dan Neneng sering bermimpi untuk jalan- jalan ke Bandung. Ke kebun binatang, ke BIP, ke gedung sate. Jalan- jalan ke taman lalu lintas. Ah, pokoknya banyak lah yang kami pengen datangi. Tapi, sekarang malah nyasar di Saritem. Kalau kata Teti mah, meni waas( kasian) pisan. Aku ingat sama Ibuku, apa sekarang Ibu masih ingat sama aku, sama Neneng juga."

"Emang teteh nggak pernah ke Bandung gitu sebelumnya?" tanya Kartika. Euis menggeleng, "Kan,aku pernah bilang kami berdua paling jauh main ke Cirebon, Kar. Rumah nenek kami kan di Sindang laut. Jadi, kalau ke Cirebon ya kami paling ke sana. Kalau nggak ya main ke Grage. Mau kemana lagi? Bapak kami nggak pernah perhatian sama anak. Ya mau gimana, istrinya aja banyak. Anaknya juga bukan hanya kami. Jadi, ya kami terima nasib ajalah. Kamu masih lebih enak, Kar almarhum bapakmu sayang sama kamu, kan?"

Kartika menghela napas panjang. "Seandainya saja bapak masih ada, pasti aku tidak akan berada di sini. Apa salah dan dosaku kepada Ibu aku sama sekali tidak tau, teh. Padahal selama ini aku selalu menurut pada setiap perkataan beliau. Tidak sekalipun aku membantah ucapannya. Tapi, Ibu sejak dulu memang sepertinya selalu saja mencari- cari kesalahanku. Saat ini yang aku pikirkan hanya adikku, teh. Bagaimana dengan Agung? Siapa yang menemani nya jika aku tidak ada. Ibu bekerja dari pagi sampai sore. Pagi Ibu tidak sempat memasak, Agung biasanya aku yang mengurus. Aku ingin pulang..." Kartika mulai menangis setelah 2 bulan terakhir ini ia menahan diri untuk tidak menumpahkan air mata.

Euis memeluk Kartika, melihat itu Neneng pun ikut memeluk keduanya dan mereka pun saling bertangisan.

"Heh...! Anak baru, kalian nggak bisa diem ya?! Berisik tau?!"


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C6
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login