Di dalam mobil, Juliet duduk kursi paling belakang. Sepanjang perjalanan, dia menikmati suasana jalan dibalik kaca.
Sang Ayah dan adiknya bernama Dinda tertidur pulas. Sedangkan Ibunya bernama Mira, terdiam memperhatikan jalan bersama seorang supir.
"Setelah lulus kamu mau lanjut kemana?" tanya Mira kepada anak tertuanya.
"Hmm... masih belum tau."
"Kamu harus pikirkan dari sekarang, Ibu gak mau tau, pokoknya kamu harus kuliah," tegasnya sembari melirik ke belakang.
Mendengar hal itu, kepala Juliet seperti terhantam sebuah ombak besar. Berbicara memanglah mudah, tapi menentukan itulah paling sulit. Setidaknya, itulah yang ingin dia katakan.
Satu jam telah berlalu, mobil Avanza berhenti di depan sebuah rumah berada di sekitar Perumahan Pancasari, Kecamatan Klanang. Satu persatu, mereka semua turun dari mobil lalu Juliet pamit berjalan masuk ke dalam kamar sepupunya berada di lantai dua.
Dia berjalan menaiki anak tangga dengan raut wajah mengantuk. Perlahan Juliet mulai membaringkan tubuhnya di atas kasur. Tiba-tiba, suara dobrakan pintu membuatnya terbangun.
Rupanya, orang yang telah mengganggu tidurnya adalah Aldi sepupunya. Aldi memiliki perawakan tinggi kekar, berkulit sawo matang dan rambut coklat mohak.
"Bang baru sampai?" sapa Aldi tanpa rasa berdosa.
"Baru juga sampai, main nyelonong aja elu. Setidaknya ketuk pintu dulu!"
"Ha.ha! Ya maaf."
"Bajumu kucel, habis dari mana?"
"Biasa Bang, kelas baku hantam."
"Baku hantam?"
"Santai nanti diceritain," jawabnya.
Aldi berjalan ke luar kamar lalu pergi ke dapur berada di lantai dasar. Dia membuat secangkir kopi hitam dan segelas susu. Setelah itu, dia berjalan masuk ke dalam kamar dengan sebuah nampan.
Kemudian, dia mulai berganti pakaian lalu selesai berganti pakaian, ia mengambil sebatang rokok di bawah lemari baju. Sebatang rokok mulai dia nyalakan, Aldi pun mulai menikmati sepuntung rokok secara perlahan.
Dia mulai bercerita, mengenai kejadian yang terjadi saat tengah hari. Waktu itu, Aldi beserta rombongannya sedang konvoi dengan menaiki mobil kontener.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka, kemenangan tim liga pelajar, sebab sekolahnya mendapatkan peringkat pertama, sedangkan sekolahku hanya peringkat tiga. Di tengah perjalanan, segerombolan anak dari sekolah Z melempari mereka dengan batu. Salah satu dari provokator, meneriaki mereka dengan suara lantang.
"Sekolah banci! Tukang sogok! Maju loh!" dengan suara lantang.
Aldi Sang Pentolan sekolahnya, menyuruh mereka untuk berlindung di dalam bak truk. Lalu tragedi pun terjadi. Joki sahabat sepupuku, terkena lemparan batu lalu ia terjatuh, spontan Aldi meminta Sang Supir untuk berhenti.
Joki yang terluka, langsung di keroyoki oleh mereka. Sang pentolan pun khawatir, dengan bermodalkan gesper dan kayu, dia nekat maju seorang diri.
Sedangkan pihak lawan mengeluarkan katana dan berbagai macam senjata tajam di dalam tas mereka. Dan akhirnya tawuran pun terjadi. Joki yang sedang terluka di bagian kakinya, ikut melawan.
Dari arah belakang, pihak lawan ingin membacoknya dengan celurit. Dengan nekat Joki langsung menangkisnya, dengan tangan kiri yang di balut oleh seragamnya.
Akhirnya tangan Joki pun langsung mengalami pendarahan. Aldi pun murka, lalu ia menyerang mereka secara membabi buta.
"Bajingan! Beraninya keroyokan!" maki sembari memutar gesper dengan tangan kirinya. Kemudian dia memukul lawan-lawannya dengan sebuah tongkat kayu dengan tangan satunya.
Tidak berselang lama, terlihat polisi dan warga mulai berdatangan. Mereka semua kompak langsung membubarkan diri. Temannya berhasil di bawa ke puskesmas terdekat, berkat bantuan Aldi.
Waktu itu puskesmas sedang keadaan sepi, dan di luar hanya ada security dan tiga perawat wanita. Aldi pun menceritakan semuanya.
Joki pun langsung di tangani oleh petugas. Kejadian itu meninggalkan luka mendalam di dalam lubuk hatinya. Jika Joki kehilangan tangan kirinya, ia akan merasa bersalah seumur hidupnya.
Beberapa saat kemudian polisi pun datang. Polisi itu menanyakan keberadaan anak SMK yang terlibat tawuran. Sang Mantri menyembunyikanya di dalam gudang, sedangkan temanya, berada di ruang pemeriksaan yang tidak diketahui oleh polisi.
Ketika salah satu suster ingin memberitahunya, Sang mantri dan Security memberikan sebuah isyarat. Lalu Sang Suster pun mengurungkan niatnya. Selesai memberikan seribu alasan, akhirnya polisi pun pergi.
Setelah semuanya aman, Aldi pun keluar dari tempat persembunyiannya. Aldi penasaran mengapa Sang Mantri melakukan hal itu kepadanya, lalu ia pun bertanya.
"Kenapa bapak tidak menyerahkan saya?"
"Bapak kasihan saja sama kamu. Dari pada menyerahkan kamu ke polisi, terus keluargamu tahu, apakah kamu tidak malu?"
Aldi pun terdiam, lalu ia di ajak ke pos jaga di depan puskesmas. Disana ada security dan seorang suster. Kemudian datanglah suster satu lagi, sambil membawa lima cangkir teh hangat. Selesai membagikan cangkir tersebut, Aldi pun menceritakan semuanya.
"Jadi begitu ceritanya, kamu sudah melakukan hal yang benar. Menolong keselamatan temanmu atas nama persahabatan. Tetapi kamu harus ingat keselamatan dirimu sendiri, kasihankan orang tuamu nanti. Kalau kamu sampai kenapa-kenapa," ujar Sang Mantri sambil memegang pundak sepupuku.
"Itu benar, jangan sia-sia hidup ini untuk hal yang tidak berguna. Lebih baik belajar dan bahagiakan orang tua," sambung Security.
"Saran bapak mending berhenti aja tawurannya. Dari pada mati konyol, lebih baik memanfaatkan hidup ini untuk n melakukan hal positif. Oke?" Kata Suster memberikan dua jempol kepadanya.
Sepupuku hanya menganggukan kepalannya, lalu ia pamit untuk pulang. Setelah itu ia pamit untuk pulang.
Juliet senang, mendengar sepupunya mendapatkan pencerahan dari pihak puskesmas. Aldi pun telah menyadari kesalahannya, rencananya dia akan berhenti tawuran dan berjanji akan melakukan hal positif.
Selesai berbincang-bincang, Aldi pamit kepada Juliet untuk menemui teman-temannya. Pintu mulai terbuka, Aldi berjalan keluar kamar meninggalkan Juliet seorang diri.
Sedangkan Juliet, berbaring di atas kasur dan mulai tertidur pulas. kembali untuk melanjutkan tidurku. Dua jam telah berlalu, perlahan Juliet mulai terbangun dari tidurnya.
Dia berjalan keluar kamar lalu menuruni anak tangga satu persatu. Aroma nasi goreng mulai terhirup, dia berjalan menuju dapur untuk mengambil satu porsi nasi goreng di dalam piring.
Waktu, sudah menunjukkan pukul lima sore. Juliet serta keluarga, mulai menikmati makan malam lebih awal. Juliet teringat oleh sepupunya, dia pun mulai bertanya kepada Bibi-nya mengenai rencana Aldi setelah lulus.
"Rencananya, Aldi setelah lulus mau masuk Sekolah Memasak," jawabnya.
Dia pun terdiam sambil tersenyum, seolah tidak percaya bahwa preman seperti dirinya akan berencana masuk ke Dunia Memasak. Aldi telah merencanakan arah tujuan hidupnya, sedangkan Juliet sampai sekarang belum menemukan tujuan hidupnya. Namun dia berharap, semoga dirinya secepat mungkin menemukannya.
Air mata seorang ibu, dapat melunturkan hati yang sekeras batu.