Download App
18.7% Bonoki / Chapter 29: Angin berhembus

Chapter 29: Angin berhembus

Suatu hari ketika aku sedang menonton serial anime, mamahku bertanya tentang kapan ujian SBMPTN dimulai. Aku memberitahunya, bahwa SBMPTN akan dilaksanakan sekitar tiga minggu lagi. Lalu ia memintaku untuk mengunjungi sepupuku, yang berada di Sukamandi. Ternyata dia juga mengikuti ujian SBMPTN sama sepertiku. Tetapi aku memberitahunya bahwa diriku tidak bisa memuinya sekarang, sebab aku harus memastikan lokasi ujian terlebih dahulu. Singkat cerita malam pun tiba, denah ruangan berhasil aku terima dari sebuah email.

Setelah aku mengetahui lokasinya, besok saat tengah hari aku berencana untuk mengunjunginya. Keesokan harinya saat tengah hari, aku mengunjungi rumah sepupuku. Dia bernama Agi Suteja, anak dari Kakek Naseh adik dari nenek di keluarga mamahku. Setiap aku bertemu dengannya, aku memanggil dengan nama depannya. Seharusnya aku memanggilnya, "Paman Agi" karena kita sepantaran aku tidak perlu melakukannya. Sebab dia merasa terganggu dengan panggilan tersebut. Rumahnya berada di samping pasar dekat dengan jalan raya. Sesampainya dirumah kulihat ia sedang menghisap rokok, sadar dengan keberadaanku ia langsung mematikannya.

Hari ini Agi hanya menggunakan celana pendek dan kaos kutang. Setelah itu aku masuk dan duduk diruang tamu, sedangkan Agi pergi ke dapur untuk mengambil minum. Kemudian kami mengawali percakapan, dengan berbasa-basi terlebih dahulu. Lalu dia bertanya, mengenai keluarnya diriku dari Akademi.

"Katanya elu keluar dari akademi"

"Iya itu benar, gue gak betah disana"

"Jiaahh gimana sih Juragan pelabuhan, pasti elu minta pulang" ledeknya.

"Ha.ha.ha itu benar" jawabku.

"Lagian ada-ada aja elu, malah nekat nyempung ke kandang hiu" kata Agi.

"Biarin anggap aja ujinyali" kataku.

"Setelah ini apa rencana elu?"

"Rencananya gue pengen kuliah, mumpung orang tua gue mau bayarin. Oh iya denger-denger elu ikutan SBMPTN? Elu dapet tempat ujian dimana?" tanyaku.

"Gue di SMA 4 KARAWANG, di ruang 34" katanya.

Ternyata dia satu tempat denganku, hanya saja diruang yang berbeda. Lalu aku mengajaknya agar dia mau pergi bersamaku, namun dia menolaknya sebab dia akan diantar oleh orang tuanya. Setelah itu aku pun pamit untuk pulang, sebelum itu Agi memberikan sebuah bingkisan berisi mangga kepadaku, lalu ia minta agar diriku memberikannya kepada orang tuaku. Sesampainya dirumah, aku memberikan bingkisan itu kepada mamahku. Lalu aku masuk ke dalam kamar untuk belajar. Siang dan malam pandanganku tertuju hanya kepada buku. Setiap hal yang tidak aku mengerti, diriku langsung bertanya kepada Google. Disana berbagai tutorial tersedia lengkap, sehingga yang harus aku lakukan hanyalah mengikutinya saja.

Untuk soal Bahasa Indonesia dan Sosial Humora, tidak mengalami kendala. Sebaliknya untuk soal Matematika dan Psikotes, diriku sangat mengalami kendala. Terpaksa aku harus memutar otakku, selama tujuh kali untuk memahaminya. Apalagi sistem penilaian ujian menggunakan sistem minus. Maka aku harus ekstra hati-hati mengerjakannya. Sungguh aku melakukan semua itu hanya seorang diri, sebab meminta bantuan hanyalah membuang waktu. Tak terasa tiga minggu telah berlalu, sudah saatnya diriku siap menghadapi ujian. Sebelum berangkat aku mencium tangan kedua orang tuaku, lalu berangkat dengan penuh semangat. Di perjalanan tidak ada satu pun hambatan di jalan, akhirnya aku bisa menambah laju kendaraanku, agar cepat sampai.

Sesampainya disana aku langsung mencari dimana ruangaku berada. Kulihat banyak sekali peserta yang berlalu-lalang, yang sama sepertiku mencari ruangan. Namun ada juga sebagian dari mereka duduk dilantai untuk membaca buku. Ketika aku sedang berjalan, tanpa sengaja aku menabrak seseorang. Kemudian kami pun saling bertatapan, tak disangka orang itu adalah Jajang mantan adik kelasku. Aku mengenalnya, saat acara perkumpulan ekstrakulikuler yang diadakan oleh OSIS. Waktu itu sekolahku sedang mempersiapkan acara MOS (Masa Orientasi Siswa), di aula lantai dua gedung baru. Setelah itu kami pun bersalaman, lalu berjalan bersama sambil mencari ruangan. Aku penasaran mengapa ia mengikutin SBMPTN, padahal sebelum kelulusan, dia sempat memberitahuku bahwa setelah lulus ia berencana untuk bekerja. Lalu aku pun bertanya.

"Katanya elu mau kerja?"

"Nyari kerja susah kang, sudah enam bulan belum ada panggilan. Dari pada nganggur mending kuliah" kata Jajang.

"Iya nyari kerja susah, gue aja sampai sekarang belum ada panggilan. Pada akhirnya mau kerja juga harus pake duit" ujarku.

"Namanya juga hidup kang, no cuan no makan. No cuan no pengencrotan" candanya.

"Bisa aja elu sendok sayur, oh iya rencana elu mau ngambil jurusan apa?" kataku.

"Rencana mau ngambil permesinan, ngelanjutin jurusanlah kang. Lemayan bisa nambah ilmu sama skill, jadi ketika lulus sudah jadi tenaga ahli. Kalau Akang sih?"

"Mau ngambil Sastra Jepang, lemayanlah buat nambah koneksi. Lagian elu tahu sendiri di indonesia banyak perusahaan membuka sahamnya disini" kataku.

"Mantap kang, jadi penerjemah gajinya kenceng tuh" ujarnya.

"Iyah benar, tapi liat aja nanti" kataku.

Sekian lama kami mencari, akhirnya kami menemukan ruangan masing-masing. Lalu kami pun berpisah, setelah itu kami membuat janji untuk bertemu di kantin saat istirahat. Sebelum ujian berlangsung aku langsung membuka buku, lalu mempelajari dan mengingat apa yang aku pelajari sebelumnya. Satu jam telah berlalu, ujian pun akan segera dimulai. Seluruh peserta memasuki ruangan, lalu mereka duduk sesuai nomer yang ditentukan. Beruntung aku duduk paling belakang, sehingga ketika terjadi suatu hal diriku tidak jadi pusat perhatian. Kemudian pengawas ruangan mulai berkeliling, untuk memeriksa kartu peserta. Jika tertinggal atau kehilangan, dengan terpaksa peserta tidak diijinkan untuk mengikuti ujian.

Dan benar saja salah satu peserta di ruanganku, kartu ujiannya tertinggal di rumah. Spontan pengawas ujian menyuruhnya untuk keluar, tetapi suatu keajaiban terjadi. Ketika ia hendak keluar, dia nekat menunjukkan kartu ujian itu dibalik layar phonselnya. Dan akhirnya, karena kasihan pengawas itu mengijinkannya untuk ikut ujian. Asal kalian tahu kejadian ini sungguh benar adanya, sebab aku melihatnya dengan mata kepala sendiri. Melihat hal itu aku langsung menggelengkan kepala, lalu tangan kananku mengusap dada sebanyak tiga kali. Ada-ada saja perbuatanya itu, beruntung dia masih diberikan kesempatan untuk ujian. Selesai mengecek kartu ujian, kedua pengawas membagikan kertas jawaban lalu disambung dengan pembagian soal. Setelah mengisi identitas diri ujian pun dimulai. Seluruh peserta mengerjakan soal dengan serius, kulihat kedua pengawas sibuk dengan phonselnya. Sesekali mereka berdua berbincang-bincang dengan suara intonasi rendah.

Satu jam telah berlalu salah satu pengawas mulai berkeliling. Dia menatap kami dengan tajam, lalu melintasi meja satu persatu. Tiba-tiba pengawas itu menghentikan langkahnya, lalu menatap sekitar. Kemudian pandangan pengawas, tertuju kepada seorang peserta yang duduk di tengah, lalu dia menghampirinya. Rupanya peserta itu mengisi jawaban dengan menggunakan pulpen. Lalu pengawas itu bertanya.

"Kamu kenapa pake pulpen?"

"Pensil saya ketinggalan dirumah"

"Yasudah kamu ganti kertas jawabanmu dengan yang baru" ujarnya.

Pengawas itu langsung menggantinya, dengan kertas baru. Terpaksa dia harus mengisinya dari awal, sehingga dia harus berlomba melawan waktu. Tiga puluh menit telah berlalu, akhirnya ujian pertama telah usai. Aku langsung pergi ke kantin untuk menemui Jajang, di perjalanan tiba-tiba ada seseorang yang memegang bahuku. Saat aku menoleh ke belakang, rupanya itu adalah sepupuku Agi. Kami pun pergi bersama menuju kantin, lalu menemui Jajang yang sejak tadi menunggu kami di kantin. Kemudian Agi dan Jajang pun saling berkenalan, kulihat Agi pun terlihat seperti orang kebingungan. Pandangannya kesana kemari mencari sesuatu yang tidak aku ketahui. Melihat hak itu, aku pun penasaran lalu diriku bertanya.

"Elu cari apaan?"

"Anu.." sambil memegang dagu dengan tangan kananya.

"Oh gue tahu, elu mau sebat? Sebat aja bro, di kantin ada yang jualan rokok kok" kata Jajang.

"Hayu sebat aja, gue gak bakal bilang kok" kataku.

"Bener yah?"

"Iyah"

Selesai membeli rokok kami pun mulai memesan makanan, lalu kami pun menikmati hidangan bersama. Selama dikantin kami berbincang mengenai soal ujian sebelumnya, rupanya kami mengalami kesulitan yang sama saat menghadapi soal Matematika. Sehingga kami mengerjakannya dengan asal-asalan, bahkan sebagian soal kami tidak mengisinya. Tak terasa waktu istirahat telah usai, seluruh peserta kembali memasuki ruangannya masing-masing. Sebelum memasuki ruangan, kami saling memberi dukungan agar semangat dalam mengerjakan soal. Sewaktu mengerjakan soal Sosial Humaniora, bara apiku masih berkobar-kobar. Tetapi ketika berhadapan dengan soal Pisikotes seketika api pun padam. Kini giliran otaku yang terbakar, dengan segala kesulitan yang ada akhirnya otakku meledak.

Tak terasa dua jam telah berlalu, akhirnya ujian telah usai. Ketika keluar dari ruangan, aku mulai berjalan seperti orang linglung. Seketika aku lupa dengan soal yang aku kerjakan sebelumnya. Setidaknya aku sudah berjuang, untuk sisanya diriku serahkan kepada yang diatas. Sebelum pulang, aku berencana untuk mengunjungi temanku Dimas. Sesampainya dirumah Dimas langsung menyambutku dengan hangat, lalu dia mempersilahkanku untuk masuk. Setelah masuk aku duduk di ruang tamu, lalu dimas membuatkanku susu hangat. Kulihat Dimas melihatku dengan wajah prihatin, sepertinya dia tahu apa yang sebenarnya terjadi denganku. Lalu dia pun bertanya.

"Kamu ada disini apa jangan-jangan..."

"Iyah gue udah keluar dari akademi" ujarku.

"Kenapa?"

Aku pun mulai meceritakan semuanya, dimulai dari awal masuk hingga insiden pemukulan yang menimpaku. Sepatah kata yang aku ucapkan penuh dengan perasaan, seolah-olah diriku membawanya langsung ke tempat kejadian. Kulihat ketika aku bercerita pertama kali, dia memperhatikanku dengan serius. Dia tak menyangka bahwa orang sepertiku bisa mengalami hal mengerikan. Disela cerita terkadang dia memujiku, sebab belum tentu dirinya dapat menjalaninya. Apalagi ketika perjuanganku ketika long march dari Banjar ke Pangandaran. Dimas pun bertanya.

"Terus apa planing elu selanjutnya?"

"Gue rencananya bakal kuliah"

"Dimana?"

"Tetap pada pilihan yang kemarin, kalau sekali lagi gue gak lulus SBMPTN rencananya mau masuk Universitas Sayuti Melik" ujarku.

"Ngambil fakuktas apa?"

"Bahasa Jepang dong" ujarku sambil menyombongkan diri.

"Anjay bahasa Jepang, padahal elu sewaktu disekolah, nilai bahasa Jepang elu paling Jelek" ledeknya.

"Biarin namanya juga belajar" ujarku.

Meskipun beda jurusan ia tahu segalanya tentang diriku. Sewaktu sekolah aku sering berkeluh-kesah kepadanya, dari masalah karir hingga percintaan. Sekarang giliranku untuk bertanya, aku bertanya mengenai kehidupannya dikampus. Namun dia berkata bahwa kehidupan awal dikampus terasa membosankan. Tetapi dia beruntung bisa sekelas dengan teman semasa SMP, sehingga ia tidak terlalu kesepian. Syukurlah sepertinya dia mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah itu kami mulai berbincang mengenai anime keluaran tahun ini. Awalnya diriku tidak tertarik, lama-lama aku mulai tertarik. Lalu aku meminta beberapa situs anime untuk dinikmati seorang diri. Tak terasa dua jam telah berlalu, sudah saatnya bagiku untuk pamit.

Sebelum pulang ia berpesan, agar diriku bisa beradaptasi di lingkungan yang baru. Dengan senang hati aku pun mengiyakannya. Sesampainya dirumah aku langsung memasuki kamar, lalu aku berbaring di atas kasur. Tanpa aku sadari aku pun tertidur, saat aku terbangun fajar pun telah tiba. Spontan aku pun terkejut, lalu aku pun keluar dari rumah, setelah itu melihat kesana kemari seperti orang linglung. Sungguh waktu yang terasa singkat bagiku, mungkin jika aku melakukannya sekali lagi diriku sepertinya tidak akan ada di dunia ini. Saat itu keluargaku sedang tertidur lelap. Kemudian aku langsung membuka warung, lalu aku mengecek segala persediaan disana. Selesai mengecek persediaan di toko, aku membuat secangkir kopi luwak. Kemudian aku meminumnya, sambil menikmati indahnya pagi.


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C29
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login