Download App
35% Blackthorn Academy / Chapter 7: Bab 11: Permainan dalam Kegelapan

Chapter 7: Bab 11: Permainan dalam Kegelapan

Aveline terbangun dalam kegelapan total, kepalanya berdenyut nyeri akibat benturan keras yang baru saja dialaminya. Suara samar dari tetesan air yang menetes entah dari mana memenuhi ruang sunyi tempat dia berada. Perlahan, kesadarannya mulai kembali, dan dia menyadari bahwa tangannya terikat di belakang punggung, kakinya juga diikat erat. Dia terbaring di lantai dingin yang lembab, tanpa jendela atau celah untuk mengetahui waktu atau tempat.

Dia menahan napas untuk menenangkan diri. Panik tidak akan membantu. Aveline menarik napas dalam-dalam, merasakan permukaan kasar di bawah tangannya yang terikat. Jantungnya berdebar lebih cepat daripada biasanya, tetapi otaknya mulai bekerja mencari jalan keluar. Dia telah dilatih untuk situasi seperti ini—dia tahu harus tetap tenang.

Tiba-tiba, pintu kayu tua di seberang ruangan terbuka dengan keras, membiarkan cahaya redup menerobos masuk. Bayangan panjang seseorang terpantul di lantai ketika langkah kaki terdengar semakin mendekat. Suara itu bergema dalam keheningan ruangan.

"Ah, kau sudah bangun," suara pria itu terdengar, suaranya terdengar sinis dan mencemooh.

Aveline tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena silau dari cahaya di belakang pria itu, tetapi dia bisa merasakan aura ancaman yang menyelimutinya. Dia mengenali suaranya—itu pemimpin *Shadow Ravens* yang dia dengar sebelumnya. Orang yang telah menangkapnya.

"Kau cukup berani menyusup ke tempat kami, Aveline. Aku kagum. Namun, sungguh disayangkan bahwa keberanianmu ini takkan menyelamatkanmu kali ini."

Aveline berusaha keras untuk duduk, matanya menyipit karena cahaya, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dia harus tetap kuat, harus mencari celah untuk kabur.

Pemimpin itu mendekat, dan kali ini Aveline dapat melihat wajahnya dengan jelas. Wajahnya tegas dan dingin, dengan mata tajam berwarna abu-abu yang menembus hati lawan-lawannya. Di balik tatapan itu ada kecerdasan gelap—seperti seseorang yang telah melalui banyak hal dalam hidupnya dan sekarang siap melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.

"Kau mungkin bertanya-tanya bagaimana kami tahu tentangmu," katanya, seolah bisa membaca pikiran Aveline. "Kami tahu banyak tentang *Iron Roses*. Dan kami tahu bahwa kau adalah pemimpinnya."

Aveline tetap diam, menahan semua emosi yang membara dalam dirinya.

Pria itu mendekat, lalu berjongkok di depannya, wajah mereka hanya terpisah beberapa inci. "Rencana kami sudah ada jauh sebelum kau atau kelompok kecilmu mencoba melawan *Silver Blades*. Kami mengamati dari bayang-bayang. Kami menunggu waktu yang tepat untuk menyerang. Tapi sekarang, kau datang sendiri ke sarang kami. Itu hanya mempercepat rencana kami."

Dia berdiri, senyumnya melebar, mengisyaratkan dua orang lainnya yang kemudian masuk ke dalam ruangan. Mereka segera menarik Aveline ke posisi duduk dan menyeret kursi logam ke arahnya. Mereka menekannya dengan paksa, mengikat tangannya ke sandaran kursi, membuatnya semakin tidak bisa bergerak.

"Kau akan menjadi bagian dari permainan kami sekarang," lanjut pemimpin itu. "Kita akan mulai dengan mengungkap semua yang kau tahu tentang *Iron Roses*. Kau mungkin berpikir kau bisa menyimpan rahasia, tetapi aku janji, kami punya cara untuk membuat orang bicara."

Mata Aveline berkilat dengan amarah, tetapi dia tahu harus tetap tenang. Dia tak boleh terpancing oleh kata-katanya.

Pemimpin itu kemudian memberi isyarat pada salah satu orang yang berdiri di belakangnya. Orang tersebut maju dengan alat yang terlihat seperti elektroda kecil, dan Aveline segera menyadari apa yang akan mereka lakukan. Mereka akan menyiksanya, mencoba memeras informasi darinya dengan metode kejam ini.

"Tetapi, mari kita mulai dengan pertanyaan sederhana," katanya sambil mendekatkan diri lagi. "Di mana markas *Iron Roses*?"

Aveline tidak berkata apa-apa, tatapannya kosong. Dia tahu bahwa setiap kata yang keluar dari mulutnya bisa membahayakan teman-temannya. Mereka bergantung padanya untuk tetap kuat, bahkan dalam keadaan terburuk sekalipun.

Ketika Aveline tetap diam, pria itu mengangguk kepada salah satu pengawalnya. Elektroda itu diletakkan di dekat lengannya, dan aliran listrik kecil dilepaskan ke tubuhnya. Aveline mengertakkan gigi, menahan teriakan nyeri yang hampir lepas dari bibirnya.

Dia tidak akan memberikan apa pun. Tidak peduli seberapa parah rasa sakitnya.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, siksaan itu berhenti. Pemimpin itu kembali mendekat. "Kau tahu, ini hanya tahap awal. Kami bisa membuat ini jauh lebih menyakitkan. Tapi, semuanya terserah padamu. Apakah kau mau bicara?"

Aveline mengangkat kepalanya perlahan, menatapnya dengan tatapan dingin. "Kau tidak akan mendapatkan apa-apa dariku."

Senyum tipis muncul di wajah pria itu. "Kita lihat saja nanti."

Dengan isyarat cepat, siksaan kembali berlanjut, tetapi Aveline menahan setiap serangan dengan keberanian luar biasa. Dia memfokuskan pikirannya pada misi yang lebih besar—melindungi kelompoknya dan menghentikan rencana jahat *Shadow Ravens*. Dia telah mempersiapkan dirinya untuk hal-hal seperti ini, dan dia tidak akan menyerah dengan mudah.

**Di tempat lain, kekhawatiran mulai menyebar di kalangan *Iron Roses*.**

Sudah lebih dari dua hari sejak Aveline pergi tanpa kabar, dan para anggota semakin gelisah. Sera terutama, mulai panik, yakin bahwa sesuatu telah terjadi pada sahabatnya.

"Kita harus menemukannya," kata Sera dengan suara penuh emosi di pertemuan darurat *Iron Roses*. "Aveline mungkin dalam bahaya. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi!"

Elena, yang biasanya selalu tenang dan berpikir rasional, juga mulai merasakan tekanan. "Aku setuju. Kita tahu ke mana dia pergi—ke gedung tua di ujung kampus. Kita harus memeriksa ke sana, meskipun risikonya tinggi."

Aria mengangguk setuju. "Jika dia tertangkap, kita perlu segera membebaskannya. Kita tidak tahu apa yang *Shadow Ravens* lakukan padanya."

Keputusan pun dibuat. Malam itu, kelompok kecil dari *Iron Roses*—Sera, Elena, Aria, dan beberapa anggota lainnya—bersiap untuk misi penyelamatan. Mereka tahu bahwa penyusupan ke dalam sarang *Shadow Ravens* adalah tindakan berbahaya, tetapi mereka tidak punya pilihan lain. Mereka tidak akan meninggalkan pemimpin mereka sendirian dalam bahaya.

Dengan perlengkapan penuh dan hati-hati, mereka menyelinap keluar dari asrama pada tengah malam. Hujan gerimis mulai turun, membuat suasana semakin mencekam. Mereka bergerak cepat dan senyap menuju gedung tua di ujung kampus, memastikan setiap langkah mereka tidak terdeteksi oleh penjaga atau jebakan yang mungkin dipasang.

Sera memimpin kelompok itu, semangat dan tekad membara di dalam dirinya. Dia tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada Aveline. Dia tidak akan membiarkan sahabatnya disiksa atau diambil oleh *Shadow Ravens*.

Ketika mereka tiba di gedung tua, suasana sunyi yang aneh menyelimuti tempat itu. Gedung itu tampak sepi dari luar, tidak ada tanda-tanda kehidupan, tetapi mereka tahu betul bahwa musuh mereka bersembunyi di dalam. Mereka harus bergerak cepat dan berhati-hati.

Mereka menyelinap masuk melalui pintu belakang yang rusak, bergerak perlahan di sepanjang koridor gelap yang sunyi. Setiap langkah mereka penuh dengan ketegangan. Jantung mereka berdetak kencang di dada, dan telinga mereka terbuka lebar untuk mendengar setiap suara yang mungkin mengkhianati posisi musuh.

Akhirnya, mereka mencapai lorong di mana Aveline ditahan. Sera mendekatkan telinganya ke pintu, mendengar suara samar dari dalam—suara yang lemah tetapi dikenalnya. Itu adalah suara Aveline, dan dia terdengar kesakitan.

Tanpa berpikir dua kali, Sera memberi isyarat pada anggota lainnya. Mereka harus menyerang sekarang, sebelum terlambat.

Dengan satu dorongan kuat, mereka membuka pintu dan menyerbu masuk. Apa yang mereka temukan di dalam membuat darah mereka mendidih. Aveline duduk di kursi, tubuhnya tampak lelah, wajahnya menunjukkan jejak penyiksaan, tetapi matanya masih berkilat dengan semangat yang tak tertundukkan.

Pemimpin *Shadow Ravens* berdiri di sudut ruangan, terkejut oleh serangan mendadak ini. Namun, sebelum dia bisa bertindak, Elena dan Aria sudah bergerak cepat, menyerang penjaga di ruangan itu dan melumpuhkan mereka.

Sera berlari ke arah Aveline dan segera membebaskannya dari ikatan. "Aveline, kau baik-baik saja?"

Aveline tersenyum , Sera segera membebaskan ikatan pada tangan dan kaki Aveline, matanya penuh dengan kekhawatiran namun juga kelegaan. Aveline tersenyum kecil, meski senyumnya itu terlihat lemah dan nyaris pudar.

"Aku baik-baik saja," jawab Aveline pelan, meskipun tubuhnya jelas memperlihatkan luka-luka akibat siksaan yang baru saja dialaminya. Wajahnya bengkak, ada memar di pipi dan bibirnya pecah-pecah, tetapi dia masih terlihat tangguh—seperti batu karang yang menolak untuk runtuh di tengah badai.

"Baik?" tanya Sera dengan nada tak percaya. "Kau terlihat seperti baru saja melalui neraka!"

Aveline mengangkat bahu kecil dan tertawa getir. "Aku telah melalui yang lebih buruk."

Elena dan Aria, yang baru saja menghabisi dua penjaga *Shadow Ravens* yang tersisa, segera berbalik ke arah pemimpin mereka. "Kita harus pergi sekarang. Tempat ini mungkin saja penuh dengan jebakan, dan siapa tahu kapan bala bantuan mereka akan datang," kata Elena dengan nada mendesak.

Aveline mengangguk. Meski tubuhnya terasa lemah, tekadnya masih utuh. Mereka tak punya banyak waktu.

Namun, tepat ketika mereka bersiap untuk bergerak keluar, pintu lain di ruangan itu terbuka dengan suara keras. Tiga pria berpakaian serba hitam dengan emblem burung gagak perak di dada mereka—anggota elit *Shadow Ravens*—muncul di ambang pintu. Wajah mereka penuh dengan kemarahan dan tekad, mata mereka bersinar tajam dalam kegelapan.

Sera segera mengeluarkan pisau dari sakunya, bersiap untuk bertarung, tetapi Aveline menghentikannya dengan satu anggukan kecil. "Tunggu," bisiknya.

Aveline melangkah maju, meski dengan langkah yang goyah. Dia memandang ketiga pria itu dengan tatapan tajam, menantang. "Jika kalian berpikir bisa menghentikan kami, pikirkan lagi," ucapnya dengan suara rendah namun penuh kekuatan.

Salah satu dari pria itu, yang tampak seperti pemimpin dari kelompok kecil tersebut, tersenyum dingin. "Kau berbicara besar untuk seseorang yang baru saja disiksa."

Aveline tetap tenang, bahkan di tengah ancaman yang semakin nyata. "Jika kalian pintar, kalian akan pergi sekarang. Kalian sudah kehilangan kesempatan untuk menang."

Sera memandang Aveline dengan ragu, tetapi dia tahu bahwa sahabatnya jarang membuat keputusan yang gegabah. Elena dan Aria juga menatap situasi dengan hati-hati, siap untuk bertindak jika diperlukan.

"Kau mengancam kami?" tanya pria itu lagi, dengan nada mengejek.

Aveline menatapnya dingin. "Bukan ancaman. Fakta. Ini bukan hanya soal aku dan kalian. Ini tentang sesuatu yang jauh lebih besar."

"Cukup bicara," salah satu anggota *Shadow Ravens* bergerak maju, menghunus pisau yang panjang dan tajam.

Namun, sebelum dia bisa mendekat lebih jauh, sebuah ledakan keras terdengar dari arah belakang ruangan. Dinding sebelah kiri meledak, debu dan puing beterbangan ke seluruh penjuru ruangan, membuat semua orang terperangah dan mundur beberapa langkah. Ledakan itu disusul dengan kedatangan dua sosok lain yang melangkah masuk melalui puing-puing. Mereka adalah Hiro dan Kai, dua anggota terkuat dari *Iron Roses* yang dikirim sebagai bala bantuan.

"Kami datang tepat waktu, ya?" Hiro berkata sambil tersenyum santai, meskipun situasinya jelas berbahaya.

Kai, yang selalu lebih pendiam, hanya mengangguk sambil mempersiapkan senjatanya. Dia berdiri di samping Aveline, seolah menunjukkan bahwa siapapun yang berani mendekat akan berhadapan dengannya.

"Sekarang kita lihat siapa yang menang," ujar Aveline, tatapannya penuh dengan keyakinan.

Sebelum pertarungan dimulai, pemimpin *Shadow Ravens* yang tadi berbicara mengangkat tangan, menyuruh kedua anak buahnya berhenti. "Tunggu!" Dia berkata dengan nada tegas. "Tidak ada gunanya kita terus bertarung sekarang."

Dia menatap Aveline dengan pandangan penuh perhitungan. Meski sebelumnya dia tampak yakin akan menang, kini situasi jelas berubah. Dengan kedatangan Hiro dan Kai, keseimbangan kekuatan telah bergeser. Dia tahu bahwa, jika mereka bertarung sekarang, *Shadow Ravens* bisa kalah telak.

"Kau benar, Aveline. Ini tentang sesuatu yang lebih besar. Kita sebaiknya menyudahi ini untuk saat ini," katanya akhirnya. "Tapi jangan salah sangka—pertempuran ini belum selesai. Kita akan bertemu lagi."

Dengan isyarat cepat, dia dan anak buahnya mundur ke kegelapan, menghilang seolah mereka adalah bayangan itu sendiri.

Semua orang terdiam sejenak, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Suasana tegang mulai mereda, tetapi ketegangan di udara masih terasa.

"Kita harus pergi sekarang," kata Elena akhirnya, memecah keheningan. "Mereka mungkin akan kembali dengan lebih banyak pasukan."

Kai membantu Aveline berdiri dengan lembut, sementara Hiro mengawasi pintu untuk memastikan mereka tidak diikuti.

"Terima kasih sudah datang," bisik Aveline kepada Kai, yang hanya menjawab dengan anggukan tenang. Meski Kai jarang berbicara, dia selalu hadir di saat-saat penting, dan Aveline menghargai itu.

Mereka bergegas keluar dari gedung, hati-hati memastikan tidak meninggalkan jejak yang bisa diikuti oleh *Shadow Ravens*. Hujan yang turun semakin deras, seolah langit sendiri ingin menutupi jejak pelarian mereka.

---

**Beberapa jam kemudian, di markas *Iron Roses*…**

Setelah kembali ke markas, Aveline segera dirawat oleh tim medis internal mereka. Luka-luka di tubuhnya cukup serius, tetapi bukan sesuatu yang tidak bisa disembuhkan dengan istirahat dan perawatan yang baik. Sementara itu, anggota lainnya berkumpul di ruang pertemuan, menunggu kabar tentang kondisi pemimpin mereka.

Sera duduk di sudut ruangan, kepalanya dipenuhi pikiran. Dia merasa bersalah karena tidak bisa mencegah Aveline dari tertangkap. Meski dia tahu Aveline adalah pemimpin yang tangguh dan mampu menjaga dirinya sendiri, Sera tetap merasa gagal sebagai sahabat dan anggota *Iron Roses*.

"Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja," kata Elena, mencoba menenangkan Sera. "Aveline lebih kuat dari yang kau pikirkan."

Sera hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Pikirannya masih melayang-layang ke peristiwa yang baru saja terjadi. Mereka berhasil menyelamatkan Aveline, tetapi masalah dengan *Shadow Ravens* jelas belum selesai. Malah, ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar dan berbahaya.

Setelah beberapa saat, pintu ruang pertemuan terbuka dan Aveline masuk, meskipun dengan langkah pelan. Luka-lukanya sudah diperban, dan wajahnya masih terlihat letih, tetapi ada tekad yang membara dalam tatapannya.

"Kita harus bicara," kata Aveline, suaranya tegas.

Semua orang langsung menegakkan tubuh mereka, siap mendengarkan apa yang akan dikatakan pemimpin mereka.

"Aku tahu apa yang mereka inginkan," lanjut Aveline. "Dan itu bukan hanya tentang mengalahkan kita. Mereka mengincar sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang bisa menghancurkan seluruh tatanan yang ada di kampus ini—dan mungkin di luar itu."

Sera mengernyit. "Apa maksudmu?"

Aveline menarik napas dalam-dalam. "Mereka memiliki akses ke teknologi yang sangat canggih. Bukan hanya senjata biasa—ini adalah sesuatu yang bisa mengendalikan pikiran. Jika mereka berhasil mengembangkan dan menguasainya, mereka bisa mengambil alih seluruh universitas, atau bahkan lebih dari itu."

Semua orang terdiam, mencerna informasi baru ini. Dampaknya jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan sebelumnya.

"Aku berhasil mendapatkan sedikit informasi saat aku tertangkap," lanjut Aveline. "Mereka sedang mengembangkan alat di laboratorium rahasia mereka. Lokasinya masih belum pasti, tetapi kita harus menemukannya dan menghentikan mereka sebelum terlambat."

Hiro, yang biasanya santai, kali ini terlihat serius. "Jadi ini bukan lagi tentang pertempuran biasa. Ini tentang menyelamatkan semuanya."

Aveline mengangguk. "Benar. Ini bukan hanya tentang kita. Ini tentang masa depan semua orang di sini."

Kai, yang dari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Bagaimana kita bisa menemukannya? Mereka pasti menyembunyikannya dengan sangat baik."

Aveline tersenyum tipis. "Kita punya sekutu baru. Seseorang di dalam *Shadow Ravens* yang siap membantu kita."

Semua orang terkejut mendengar hal itu.

"Siapa?" tanya Aria penasaran.

"Namanya Rook," jawab Aveline. "Dia anggota *Shadow Ravens* yang tidak setuju dengan rencana jahat mereka. Dia akan memberi kita informasi tentang lokasi laboratorium itu. Tapi kita harus bergerak cepat. Waktu kita terbatas."

Keheningan menyelimuti ruangan saat semua anggota *Iron Roses* memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Aveline. Ancaman yang mereka hadapi ternyata jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. Pertarungan melawan *Shadow Ravens* bukan lagi hanya soal kekuasaan atau pengaruh—ini tentang menyelamatkan seluruh kampus dari kehancuran yang mungkin terjadi.

"Jadi, apa rencananya?" tanya Sera akhirnya, dengan nada tegas dan penuh semangat. "Kita tidak akan membiarkan mereka menang."

Aveline tersenyum penuh keyakinan. "Kita akan menghancurkan mereka dari dalam."

---

**Di markas *Shadow Ravens*, jauh di bawah tanah…**

Rook berjalan menyusuri lorong gelap markas rahasia itu, pikirannya dipenuhi oleh konflik batin yang berat. Dia tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah pengkhianatan terhadap kelompok yang telah melatihnya, yang telah memberinya tempat di dunia ini. Namun, dia juga tahu bahwa rencana yang disusun oleh pemimpin *Shadow Ravens* terlalu berbahaya, tidak hanya untuk musuh mereka, tetapi untuk semua orang.

Dia berhenti sejenak di depan pintu logam besar yang menutup akses ke laboratorium rahasia itu. Di dalam, para ilmuwan *Shadow Ravens* sedang bekerja tanpa henti, mengembangkan teknologi yang bisa mengendalikan pikiran manusia.

Rook mengepalkan tangan. Dia harus menghentikan mereka—dengan cara apa pun.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C7
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login