"Ra, kamu janji ya, akan selalu ingat sama aku. Padahal baru beberapa bulan kita berada di sini, tapi kamu malah pergi lagi. Sebenarnya aku seneng banget tau kalau kamu selalu ada bareng aku. Aku juga seneng kalau kita jajan-jajan lagi. 'Kan kamu yang ngajarin, eh ngasih tau aku banyak banget makanan-makanan enak di sini."
Astri ingin mengucap salam perpisahan, tetapi sepertinya ia tak akan sanggup melakukan itu. Bola matanya saja sudah mengembun yang semakin lama semakin besar. Dari pada mengucapkan kata perpisahan, lebih baik ia membuat Ara kembali mengingat perbuatan dia yang selama ini diberikan padanya. Siapa tau Ara akan luluh dan tidak jadi pergi. Namun, di sisi lain dia juga tak ingin Aranya tersakiti oleh sikap, tindakan, dan kata-kata kasar orang di luaran sana. Belum lagi oleh penggemar Legra yang sangat ganas itu. Ia ingin Ara tetap ada di sini dan dia mau melindungi Ara. Ingin melindungi, tetapi tidak tau jalan mana yang harus diambil sebagai bentuk perlindungan.
Mereka sedang berada di stasiun, menunggu kereta keberangkatan Ara dan Rindo. Di sini Astri ikut serta mengantarkan mereka. Ia takut jika nanti akan terjadi sesuatu dengan Ara. Dan nyatanya itu hanyalah ketakutan Astri.
Ara sudah menggunakan masker, jaket tebal, bahkan celana yang tak biasa dipakainya kini ia pakai untuk menghindari jika bertemu penggemar Legra. Mereka itu sangat hafal dengan Ara sekarang ini, bahkan ia sudah seperti ikut artis dengan tenar mendadak. Untungnya, penampilan itu memberikan dampak baik untuknya terhindar dari damprat penggemar Legra.
"Udahlah, nggak usah ngerayu-rayu Ara untuk tetap tinggal. Toh, kamu sendiri juga nggak tau cara yang baik selain membawanya pergi dari sini untuk melindungi Ara. Kalau Ara tetap di sini, lama-lama dia akan sakit makan hati terus," kata Rindo ketika mendengarkan ungkapan Astri.
Benar apa yang diungkapkan Rindo, Ara lebih baik jika tak ada di sini. Ara akan lebih aman jika pergi jauh dari kota ini. Karena memang Yogyakarta sepertinya lebih aman dibanding Jakarta. Bukan bermaksud membandingkan, tetapi titik masalahnya memang terjadi di kota ini. Maka, Astri harus rela melepaskannya. Membiarkan stasiun sebagai perantara perpisahan mereka.
Astri yang tadinya menunduk, pelan-pelan ia berubah memandang Ara lekat. Seperti ada bentuk permohonan dalam matanya. Namun, Ara menangkap bahwa tatapan itu bukanlah bentuk permohonan tetap tinggal.
"Ra, ada sesuatu yang sebenarnya masih aku tutupi dari kamu. Aku minta maaf sebelumnya, tapi aku mau cerita sekarang."
Beruntungnya Rindo sudah pergi setelah memberikan penuturan pada Astri. Katanya ia ingin membeli minuman untuk mereka.
"Sesuatu apa?"
"Tapi janji kamu akan memaafkan aku setelah ini?"
"Memangnya apa?"
"Janji dulu," pinta Astri.
"Iya."
"Kamu ingat kali pertama namamu ada di berita seleb?"
Ara mengangguk, "Ya, waktu itu juga kamu orang pertama yang memberi tahu aku."
Astri bercerita pada Ara. Katanya, pada saat itu mereka rupanya sedang berada di dalam cafe yang sama dengannya bersama Clover. Waktu itu Astri belum mengetahui bahwa Ara dan dia saling mengenal.
"An sempat curiga sama aku waktu kita di tempat lukisan itu. Karena aku kenal kamu dan kebetulan ada di sana. Tapi semalam An udah bilang sama aku bahwa itu semua adalah perilaku Clover.. lagi."
Ara mengalihkan pandangannya ke samping. Dia merasa muak mendengar nama Clover di sebutkan.
Sebenarnya, waktu itu Astri juga merasa tidak nyaman dengan tingkah laku Clover yang mencurigakan. Namun, dia berusaha bersikap biasa saja karena waktu itu adalah kala pertama mereka keluar makan bersama. Lagi, lagi ia merasa tidak nyaman ketika dengan seenaknya An menuduh Astri yang menyebarkan berita itu hanya karena An juga melihatnya di cafe tanpa sengaja. Kemudian, setelah seluruh kejadian telah An ketahui, dia meminta maaf pada Astri. Selain itu, Astri tahu bahwa Clover mendapatkan foto Ara dan Legra ketika dia berkunjung ke tempat Ara bekerja.
"Aku minta maaf Ara. Aku tahu, aku salah. Sudah seharusnya aku cerita langsung sedari dulu."
"Astri, udah ya, kamu nggak perlu minta maaf terus menerus. Ini semua bukan salah kamu. Ini juga salah aku sendiri kenapa nggak bisa jadi orang yang peka terhadap orang lain. Termasuk kamu."
"Ra.."
"Weh, pelukannya udahan. Sebentar lagi kereta akan berangkat. Kita masuk yuk, Ra," kata Rindo tanpa dosa pada kedua perempuan di depannya. Dia baru saja kembali dari membeli minuman. Sesampainya dia di tempat, malah melihat Ara dan Astri yang saling memeluk.
"Udah deh, kamu itu ganggu aja."
Sampai di sini, Ara rasa pertemanan yang ia dan Astri jalani sudah sangat luar biasa. Astri mampu menerimanya apa adanya. Astri mau menemaninya kemana pun. Dia setia di sampingnya. Sebelumnya Ara berpikir, di kehidupan baru Jakarta ia ingin mencari teman yang mau menemaninya bercerita. Nyatanya Tuhan mempertemukan dia dengan Astri. Astri seorang teman yang luar biasa baginya. Astri menjadi seorang teman yang mampu melebihi ekspektasi Ara sendiri.
Walau pun kini, jarak antara Yogyakarta dan Jakarta mampu memisahkan keberadaan mereka, tetapi jarak pertemanan mereka rasanya tidak akan pernah terpisahkan. Ekspektasi jarak akan selalu mereka kalahkan meski hanya melalui ponsel. Meski kereta telah melaju, tetapi rel selalu menjadi penghubung yang tak akan pernah putus. Jarak bisa saja menjadikan mereka jauh, tetapi jika hati selalu menetap, maka kata jauh hanyalah sebatas kata.
***
"Gra, mereka nggak ada."
"Nggak ada gimana?" Legra bingung dengan An yang menghampiri dirinya di mobil dengan mengatakan tidak ada.
"Ara, bahkan Astri nggak ada di dalam. Penjaga kosnya bilang kalau mereka udah pergi ke stasiun siang tadi."
Legra dan An telah sampai di Jakarta sore ini. Seharusnya mereka langsung kembali ke rumah, tetapi Legra memaksa ingin menemui Ara hingga menghampirinya ke tempat kos. Jangan tanyakan apa yang sudah terjadi hari ini. Jelas sekali Legra pasti dihadang wartawan infotainment setelah turunnya di bandara. Untungnya An selalu bisa ia andalkan untuk mencegah para wartawan itu melakukan aksi wawancara mereka. Dan dengan terpaksa An membawa Legra ke tempat dimana Ara tinggal setelah rang suruhannya membawakan mereka mobil.
"Mereka mau ke mana?!" tanya Legra yang kaget mendengar ucapan An.
Belum sempat An menjawab pertanyaan Legra, Astri datang menghampiri mereka. Sembari menoleh ke kanan kiri belakang, Astri bertanya, "Buat apa kalian ada di sini? Mau cari masalah lagi ya? Nggak usah cari masalah lagi deh mendingan. Kalian nggak perlu datang lagi ke sini."
"Astri? Ara mana Astri, dia baik-baik aja 'kan?" tanya Legra pada Astri dengan Nada khawatir.
"Buat apa kamu peduli dengan Ara? Dia jadi seperti ini, itu semua karena kamu juga. Kalau aja Ara nggak pernah ada di dekat kamu, pasti semuanya akan baik-baik aja. Karena kamu, Ara jadi pergi tau nggak!" Astri membentak Legra dengan suara parau.
"Tenang dulu Astri, tenang. Kita ke sini berniat baik. Kita mau tahu keadaan Ara bagaimana. Dia baik-baik 'kan?" An menenangkan Astri dan bertanya padanya.
"Nggak usah cari Ara. Dia udah pergi," jawab Astri tak Acuh.
"Pergi kemana? Gue perlu tau kemana Ara pergi, atau kalau enggak gue bakalan cari tau sendiri!"
"Gra, sabar dulu," kata An.
Astri tentunya tak ingin kalah dengan tekanan yang diberikan Legra. Dengan lantang, ia pun bersuara. "Kamu itu udah buat Ara sengsara. Dia lari kesana kemari cuma buat menghindar dari fans kamu yang gila itu. Apa kamu nggak mikir seberapa besarnya kamu buat Ara sengsara? Dari orang perusahaan yang selalu hujat Ara, fans kamu yang nggak punya moral, dan lagi-lagi hinaan Clover di berita. Terus kamu membiarkan Ara memendam rasa sukanya sendirian? Hah? Mikir nggak sih? Kemana kamu pada saat Ara selalu susah seperti ini?"
Astri tahu, tidak sepenuhnya permasalahan ini bertitik pada Legra. Ia hanya seseorang yang memiliki penggemar tidak beradap dan Legra sendiri tidak mau sampai segitunya. Namun, ia terlanjur marah dengan Legra yang tak bisa menguasai keadaan. Padahal Legra ini termasuk orang berada yang bisa berkuasa dengan uangnya. Astri tahu, Legra bukanlah seorang artis biasa dengan pekerjaan di dunia hiburan. Legra memiliki banyak pekerjaan sampingan yang lumayan menambah keuangannya. Dan ia tahu semua ini dari Ara tentunya. Legra yang pekerja keras, tekun dalam menjalani usaha, Legra yang Ara bangga-banggakan rupanya tak sebaik yang Astri kira.
Astri, tidak seharusnya ia berpikir demikian. Legra memiliki hak untuk semua itu. Seharusnya ini sudah menjadi pilihan Legra sendiri ingin berbuat apa. Namun, mengingat ulah Clover yang membuat Ara terjebak pada berita bohong dan Legra yang dilihatnya tidak melakukan apa pun membuat Astri marah.
Legra hanya membuang napas resah mendengar perkataan Astri.
"Sekali lagi gue tanya. Dimana Ara?"
Astri malah melengos pergi meninggalkan mereka begitu saja. Saat ia ingin kembali memanggil Astri dan keluar dari mobil, An malah menahannya.
An menunjukkan benda pipih segi empat berupa tablet pada Legra. An sempat mengambilnya ketika melihat Astri dan Legra bertengkar. Daripada ia ikut bertengkar bersama mereka, lebih baik jika ia langsung mencari informasi. Dan benar, An mendapatkannya.
"Jogja, buat apa?"
Kemudian An menampilkan hasil pencarian lain untuk ditunjukkan pada Legra. "Rindo?"
Baiklah, sepertinya keterkejutan Legra sudah cukup ketika mengetahui keberadaan Ara dan Rindo adalah tempat yang sama.
Jarak bisa saja menjadikan mereka jauh, tetapi jika hati selalu menetap, maka kata jauh hanyalah sebatas kata.
kamu perlu tau itu, jarak hanya kata. okee readers! skuy lanjot