Download App
16.66% Bidadari Hutan Larangan / Chapter 5: Kekuatan Gabungan

Chapter 5: Kekuatan Gabungan

Namun bagaimanapun juga, dia adalah Dewi Bunga Hitam. Salah satu tokoh paling melegenda yang masih hidup. Meskipun sudah mengalami luka, tapi bukanlah perkara mudah untuk membunuhnya.

Wushh!!!

Tubuhnya lenyap dari pandangan mata. Dia mengeluarkan pula jurus hebatnya untuk menghalau serangan gabungan tersebut.

Pertarungan paling dahsyat telah terjadi. Kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah. Mereka sama-sama menyerang dengan segenap kemampuannya.

Ketika mencapai lima ratus jurus, pertempuran itu sudah mencapai puncaknya.

Dewi Bunga Hitam berada dalam kurungan lawan. Dia tidak bisa menerobos keluar kepungan tersebut. Seluruh tubuhnya sudah dipenuhi oleh luka-luka akibat sayatan maupun tusukan senjata tajam.

Luka dalam yang dia derita semakin parah. Hal itu menyebabkan posisinya makin tidak menguntungkan.

Dewi Bunga Hitam tahu, hidupnya sudah tidak lama lagi. Tinggal menunggu waktunya, selembar nyawanya pasti akan melayang dari raga.

Sekarang, wanita tua itu sedang berada dalam posisi terduduk. Di tangan kanannya ada sebilah pedang berwarna merah darah.

Itulah Pedang Siluman Merah.

Pedang pusaka yang selalu dia andalkan selama ini. Pedang itu juga yang sudah menemaninya selama mengembara dalam dunia persilatan.

"Hemm, bagaimana Dewi Bunga Hitam, apakah sekarang kau mau menyerah dan memberikan Pedang Bunga Mawar beserta kitab pusakanya itu kepada kami?" tanya si Golok Malaikat Maut dengan wajah dingin.

"Hahaha …" Dewi Bunga Hitam tiba-tiba tertawa nyaring. Suara tawanya sangat lantang dan menggelegar. Tapi di dalamnya terdapat nada kepedihan mendalam.

Dalam hatinya, dia bertanya-tanya, kenapa banyak sekali orang yang menginginkan benda pusaka itu?

Apakah hanya demi sebuah benda pusaka, semua orang persilatan mau melakukan apa saja? Bahkan yang mengaku suci dan berasal dari aliran lurus pun, rela menggunakan cara rendahan seperti ini?

Dewi Bunga Hitam sebenarnya tidak ingin percaya. Sayang sekali, semuanya telah terjadi di depan mata.

Setelah puas tertawa, dia segera menatap tajam sepuluh tokoh persilatan. Kemudian katanya, "Bukankah sudah aku katakan? Dalam kamus hidupku, tidak ada yang namanya kata menyerah. Aku pun tidak akan menyerahkan pedang dan kitab pusaka yang kalian inginkan,"

Dewi Bunga Hitam menyapu pandang. Setelah berhenti sebentar, dia segera melanjutkan, "Lagi pula, kedua benda pusaka itu sudah tidak ada padaku,"

Sepuluh tokoh persilatan itu melotot tajam. Wajahnya kembali berubah drastis.

"Apa katamu?" teriak si Kakek Selaksa Pedang.

"Pasti kau sedang berbohong," kata rekan di sisinya sambil tersenyum dingin.

"Dusta,"

Sepuluh tokoh persilatan itu memaki Dewi Bunga Hitam dengan kata-kata yang sangat tajam. Mereka benar-benar marah ketika tokoh wanita tersebut berkata demikian.

Sayangnya, dia sendiri hanya menanggapinya dengan tenang dan santai. Sedikit pun tidak terlihat marah maupun tersinggung oleh caci maki mereka.

"Walaupun orang-orang persilatan menyebutku sebagai tokoh aliran sesat, tapi asal kalian tahu saja. Seumur hidup, aku tidak pernah berbohong," jawab Dewi Bunga Hitam.

"Kau …" kata si Golok Malaikat Maut sambil menunjuk dengan jari telunjuknya.

Wushh!!!

Selesai berkata seperti itu, dia langsung menerjang ke depan. Golok pusaka miliknya kembali digerakkan. Lima belas bacokan datang secara beruntun. Kecepatan serangan itu sulit diikuti mata. Kesiur angin yang ditimbulkan mampu merobek kulit.

Wutt!!! Wutt!!!

Melihat serangan dahsyat tersebut, Dewi Bunga Hitam hanya memandangnya dengan santai. Pedang Siluman Merah tiba-tiba diangkat. Pedang tersebut kemudian bergerak secepat kilat.

Semua serangan si Golok Malaikat Maut berhasil dimentahkan dengan mudah olehnya.

Tidak mau membuang waktu terlalu lama, tiba-tiba Dewi Bunga Hitam membentak nyaring.

Saat cahaya merah berkelebat, saat itu pula darah segar berhamburan di tengah udara malam.

Jerit ngeri segera terdengar menggema ke seluruh penjuru mata angin.

Si Golok Malaikat Maut melompat mundur ke belakang. Dia kembali ke posisinya semula.

Tangan sebelah kirinya sudah kutung. Darah segar bercucuran dengan deras di bekas luka tersebut. Wajahnya pucat pasi. Entah karena saking tidak kuatnya menahan marah, atau karena tidak kuat menahan sakit.

Untunglah darah segar itu segera berhenti mengucur ketika dirinya menotok beberapa jalan darah di tubuhnya.

"Meskipun aku sudah terluka parah, tapi jika mengandalkan kemampuanmu seorang, rasanya kau masih belum mampu untuk membunuhku," kata Dewi Bunga Hitam.

Si Golok Malaikat Maut tidak menjawab. Dia hanya mendengus dingin lalu menengok kepada rekan-rekannya.

"Apakah kalian menunggu aku mati dulu, baru mau bergerak?" ujarnya kepada sembilan tokoh persilatan.

Mereka sedikit terkejut ketika mendengar ucapan tersebut. Tapi detik berikutnya, si Kakek Selaksa Pedang tiba-tiba tersenyum dan berkata, "Jangan marah dulu, kita akan menyerang wanita sialan itu sekarang juga," ucapnya dengan wajah serius.

Yang lainnya mengangguk setuju. Berselang sesaat kemudian, sepuluh tokoh persilatan itu kembali bergerak. Mereka langsung mengepung Dewi Bunga Hitam.

"Mari kita habisi dia bersama-sama," teriak Kakek Selaksa Pedang.

"Mari …"

Wushh!!! Wushh!!!

Sepuluh bayangan manusia melesat. Berbagai macam serangan dan jurus dahsyat dilancarkan dalam waktu yang bersamaan.

Dewi Bunga Hitam tercekat. Sekarang dirinya merasa tertekan. Seolah-olah punggungnya telah ditindih oleh sebuah gunung besar.

Dalam pada itu, wanita tua tersebut tidak tinggal diam. Pedang Siluman Merah digerakkan. Tabir merah tercipta. Sesaat kemudian, bayangan merah melesat ke depan, menyambut serangan sepuluh lawannya.

Wushh!!! Wushh!!!

Benturan kembali terjadi. Pertarungan sengit seketika berlangsung jauh lebih seru daripada sebelumnya.

Sepuluh tokoh persilatan itu menyerang dengan ganas. Seolah-olah mereka adalah kawanan serigala yang kelaparan. Mendapati serangan dari segala penjuru, posisi Dewi Bunga Hitam semakin tidak menguntungkan.

Pertarungan baru berjalan puluhan jurus, tapi luka yang dia dapatkan sudah sangat parah. Tenaganya hampir habis. Darah segar yang keluar dari beberapa bagian tubuhnya semakin banyak.

Untunglah, saat itu sepuluh lawannya juga berada dalam keadaan yang sama. Mereka pun mengalami luka dalam dan luka luar yang tidak kalah parahnya. Terutama sekali si Golok Malaikat Maut.

Saat ini, tokoh tua itu sudah tidak bisa berbuat banyak. Sebelumnya tangan kiri yang kutung, sekarang malah kaki kanannya ikut kutung pula. Hal tersebut disebabkan karena tebasan pedang Dewi Bunga Hitam yang dengan telak mengenai sasarannya.

Dendam si Golok Malaikat Maut kepada Dewi Bunga Hitam semakin besar. Sayangnya, selain menahan amarah sendiri, memangnya apa lagi yang mampu dia lakukan?

Wushh!!! Wutt!!! Wutt!!! Wutt!!!

Pertempuran semakin dahsyat. Sembilan tokoh persilatan yang masih bisa bergerak kembali melayangkan berbagai macam serangan kepada tokoh wanita tersebut.

Crashh!!! Srett!!! Bukk!!!

Sembilan serangan itu berhasil mengenai sasarannya dengan telak. Tubuh Dewi Bunga Hitam terlempar puluhan tombak. Dia tidak bisa bangkit lagi. Dirinya cuma dapat jatuh terduduk sambil memandang tajam kepada sepuluh musuhnya tersebut.

Para tokoh itu sudah kembali berdiri di hadapannya. Sepuluh pasang mata terus mengawasi Dewi Bunga Hitam dengan tatapan penuh kebencian.

"Sebentar lagi kau akan mampus," ejek si Kakek Selaksa Pedang.

"Hahaha … tidak perlu sebentar lagi. Sekarang pun aku akan mati. Tapi ingat, setelah aku mati, maka kalian pun akan segera menyusulku," kata Dewi Bunga Hitam kepada musuh-musuhnya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C5
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login