"Gue..." Keira ragu ingin mengatakan siapa dirinya. Ia terus menatap Zein, berharap bisa dikenalinya tanpa perlu menyebutkan nama.
"Excuse me," sang vokalis band bule tiba-tiba sudah di ujung tangga. "Do you have some water?" Ia menanyai Oki. Sepertinya ia kehausan di tengah-tengah penampilannya.
"Thank you," ucap cowok itu lalu meneguk habis air mineral yang diberikan Oki padanya.
"Hey, you!" Si bule mengangkat alisnya saat melihat Keira. Penampilan cewek itu tampaknya menarik perhatiannya. Sementara Keira cuma bengong saat diberi senyuman oleh cowok bule itu.
"Come here! Come on with me!" Tanpa aba-aba mendadak ia menarik tangan Keira dan mengajaknya ke atas panggung.
"Aduh, hei!" Keira menjerit kaget. "Wait!" Ia coba meronta tapi bule itu tak mempedulikannya.
"Zein!" Ia berusaha menggapai tangan Zein untuk minta tolong tapi percuma. Zein malah cuma diam memandangnya.
"Siapa dia? Lo kenal dia, Bos?" tanya Alvin seraya mengamati Keira yang tak berdaya diajak ke atas sana. Zein tak menjawab. Sepertinya ia masih bingung dengan apa yang dilihatnya.
"Kayaknya gue nggak asing sama suaranya tadi. Tapi siapa ya?" Oki pun ikut melihat ke arah panggung, di mana cewek emo yang tak lain Keira sedang digandeng bule itu.
"Come on, baby! Sing with me!" Sang vokalis bule yang dipanggil-panggil Chad itu mengajak Keira bernyanyi.
"You don't have to believe me
But the way I , way I see it..."
Rupanya mereka masih membawakan lagu Playing God dari Paramore.
"Let us hear your voice, girl!" Si Chad menyerahkan mic pada Keira. Awalnya Keira hendak kabur, tapi begitu tahu yang mereka bawakan adalah lagu favoritnya maka segera ia berubah pikiran. Tanpa ragu ia menyanyikan lanjutan lagu sesuai nada yang dialunkan.
"Next time you point a finger
I might have to bend it back or break it, break it off.
Next time you point a finger,
I'll point you to the mirror."
Penonton langsung bertepuk tangan usai lagu ditutup dengan Chad dan Keira yang menyanyikan liriknya secara bersamaan.
"Thank you, guys!" seru Chad pada mereka. "You guys are really-really crazy. Thank you."
"Hey," Keira tiba-tiba menarik kaos bule itu.
"Yeah?" Chad pun menatap Keira.
"Would you borrow your microphone for me? Just five seconds, please..." pinta cewek itu.
"Sure, baby. Why not?" Chad tersenyum ramah pada Keira. "Here," ia lalu meminjamkan micnya.
"Thanks," Keira memegang mic itu dengan gemetar. Ia menarik napas lalu segera saja, "Mas Fadiiil, aku di sini! Mas Fadil! Aku di sini, Mas! Hellooo, Maaas Faaadiiil!" teriaknya melalui mikropon.
Para penonton bergemerisik tak tentu. Mereka berseru macam-macam pada Keira.
"Apaan sih tuh cewek?"
"Gue Fadil, woi! Turun lo! Nggak jelas!"
"Siapa sih tuh? Pede banget!"
"Sori, semuanya!" Keira segera menyerahkan mic kembali pada Chad setelah puas berteriak. "Thank you," ucap anak itu.
"You're welcome," Chad mengangguk walau mukanya kebingungan.
Keira bergegas menuruni panggung begitu Chad bersiap pentas lagi. Namun betapa kecewanya Keira mengetahui Zein dan lainnya sudah pergi. Ia mendesah kecewa. Fadil pasti butuh perjuangan juga untuk menjemputnya ke sini. Mungkin sebaiknya ia berdiam di sini saja sambil menunggu kakaknya tiba. Semoga saja Fadil benar-benar melihatnya.
"Hey, are you still here?" Chad dan bandnya ternyata sudah selesai manggung. Mereka menemukan Keira sedang duduk sendirian tak jauh dari tangga sambil melamun.
"Yes. I'm waiting for my brother," jawab Keira lemas. "I'm lost," tambahnya dengan muka sedih.
"Really? How could?" Chad tampaknya kasihan melihat keadaan anak itu. "Guys, she's lost. She's looking for her brother." Chad berkata pada teman-teman satu bandnya.
"Take her with us. Maybe we can help her," usul teman Chad yang tadi bermain drum.
"Ah, you're right," Chad menyetujuinya. Ia lalu berpaling lagi pada Keira lagi. "Come with us. Maybe we can help you."
Keira tak bisa menolak ajakan para bule itu. Lagipula ia tak punya pertolongan lain saat ini. Chad dan bandnya lalu mengajak Keira pergi dari area panggung melalui jalur belakang. Di sana ada jalan yang dikhususkan bagi para bintang tamu dan band-band pengisi acara.
"Just wait here, Keira. I've asked someone to look for your brother. His name is Fadil, and the last time you saw him was in cosplay's stand. Right?" kata Chad usai melapor ke pihak keamanan.
"Yes. Thank you, Chad." Keira tersenyum lega. "So, can you tell me about your band?" ucapnya saat suasana sudah lebih tenang. Mereka kini duduk di suatu stand belakang panggung utama. Tempat para band yang akan tampil berada.
"So, you haven't know about us yet," Chad menggumam. "Our band is Verizone. We come from Australia," jelasnya kemudian. "This is David." Ia menunjuk drummernya. "This is Kyle." Bassisnya menganggukkan kepala. "And then this is Paul." Gitarisnya tersenyum pada Keira.
"And you're Chad. I knew," Keira memotong hingga Chad tertawa. "So you guys are star guest in this festival?"
Chad mengiyakan. "We're college students of Global University, who like playing music. Pop-punk, pop-rock, you know? We have been live in Indonesia for a year."
"You guys are so cool," Keira memuji mereka. "Honestly, when you were singing Hysteria I was so excited. And because of that, I left the place where my brother was. So finally, here me now with you all," ceritanya membuat mereka tertawa.
"Hahhh, sumpah, Dek. Aku sampai nggak tahu harus gimana nyariin kamu lagi. Aku bisa dijadiin bubur sama Mama kalau aja kamu nggak ketemu," omel Fadil begitu ia tiba di tempat Keira berada.
"Maaf, Mas. Aku juga nggak niat ngilang tadi," sesal Keira sambil memegang tangan kakaknya.
"Thank you, guys. I don't know what will happen if you all didn't help her," Fadil lalu menyalami Chad dan seluruh personil Verizone.
"Never mind. Nice to see her," David menyahuti.
"Once again, thanks a lot to all of you guys."
"Thank you, Chad, David, Kyle, and Paul. I hope someday we'll meet again," ucap Keira pada mereka.
"I hope so," Chad tersenyum. "Bye, Keira! Be more careful!" Ia dan teman-temannya pun pergi dengan melambaikan tangan.
"Hih, dasar!" Fadil langsung memoles kepala Keira begitu mereka lenyap. "Untung aja kamu ketemu bule-bule baik, nggak kurang ajar. Bisa bayangin nggak kalau kamu keinjak-injak orang sebanyak itu, atau diculik orang asing?"
"Sori, Mas. Aku kan nggak sengaja. Habis mereka keren banget tadi," ujar Keira sambil mengelus-elus kepalanya.
"Tapi, tadi itu beneran kamu yang nyanyi di panggung bareng mereka?" tanya Fadil kemudian.
"Hahaha," Keira malah tertawa. Ia jadi teringat tingkah konyolnya tadi. Bernyanyi di panggung bersama Chad, lalu berteriak-teriak memanggil kakaknya. "Keren nggak, Mas?"
"Keren sih, tapi gimana bisa kamu nyasar sampai atas panggung sana?" Fadil sekali lagi menjitak kepala Keira. Ia memang sudah panik sekali sejak Keira hilang dari pandangannya.
"Iih, udah dong, Mas. Malu kali dilihatin orang," keluh Keira. "Mas Fadil sebenarnya cuma iri aja kan sama Kei? Mas Fadil pasti belum pernah tampil bareng band bule kayak mereka."
"Eee, ini bocah nggak tahu suasana aja. Aku lagi kesel nih," Fadil berlanjut menjewer kuping adiknya.
"Aa, ya ya iya. Maafin Kei, Mas. Maaf...," Keira berusaha melepaskan diri dari Fadil tapi tak bisa. Saat itulah, saat Keira sedang memohon-mohon pada kakaknya tiba-tiba ia kembali melihat Zein. Anak itu kini juga sedang melihat ke arahnya, berdiri di tengah keramaian festival tanpa kata-kata.
"Wah, si preman itu!" Keira langsung kesal mengingat tingkah Zein di tangga panggung tadi. Begitu bisa lepas dari Fadil tanpa basa-basi ia segera menghampir cowok itu. "Zein, lo kok tega banget sih? Lo nggak tahu apa kalau barusan gue benar-benar butuh pertolongan?"
Zein yang dimarahi Keira malah menggaruk kepala. "Sori," ucapnya ragu. "Tapi emangnya, lo ini...."
"Kei, ayo pulang!" Fadil yang datang menyusul Keira memandang Zein sebentar. "Sudah mulai gelap lho, Mama pasti marah kalau kita nggak buruan."
"Ya udah. Ayo pulang!" Keira melirik sengit Zein sebelum pergi mengikuti kakaknya. Ia bahkan mendengus dengan sengaja ke arahnya.
"Siapa cowok tadi? Teman kamu?" tanya Fadil saat mereka sudah berada di mobil.
"Iya, teman sekelas," jawab Keira pendek. Ia masih kepikiran dengan sikap aneh Zein yang terlihat seperti orang linglung.
"Tumben kamu punya teman cowok," kata Fadil curiga. "Pacar ya?"
"Mas Fadil apaan sih? Zein cuma teman sekelas biasa. Lagian dia itu preman kelas. Bahaya lah pokoknya," ujar Keira ketus.
"Tapi kayaknya kamu tertarik tuh sama dia. Biasanya Kei kan nggak pernah peduli soal anak cowok. Teman sekelas aja kadang nggak tahu namanya," agaknya Fadil mulai menggoda.
"Ya karena Zein itu beda," sahut Keira langsung. "Dia itu tukang bolos, biang onar, tapi anehnya dia itu pintar. Kei kan jadi penasaran."
"Ehem! Akhirnya adek kakak bisa naksir cowok juga. Syukurlah nggak cuma pelajaran aja yang ada di otaknya," kata Fadil dengan lega.
"Eeh, siapa yang naksir? Aku cuma penasaran aja kok sama dia," elak Keira.
"Ya apalah itu namanya. Sebentar lagi, kamu pasti bakal ngerasain apa itu jatuh cinta," Fadil melirik lucu adiknya.
Akhirnya Keira cuma diam. Ia mengakui kalau memang ia sedikit tertarik dengan Zein. Menurutnya, cowok itu tidak biasa. Tapi ia yakin itu bukan perasaan suka. Keira cuma penasaran Zein adalah Zein teman SMPnya atau bukan. Keira penasaran bagaimana Zein bisa pintar jika tidak pernah ikut pelajaran. Keira sangat penasaran dengan Zein dalam banyak hal. Tapi semua rasa penasaran itu, pastilah tidak sama dengan rasa suka. Keira meyakinkan dirinya sendiri, ia cuma penasaran.
***
"Pagi, Keira!" sapa Milli saat Keira masuk kelas.
"Hari ini bukannya Senin, ya? Kita nggak upacara bendera apa?" tanya Keira heran.
"Siapa juga yang mau upacara hujan-hujanan? Pak Kepala Sekolah aja ogah masuk angin," jawab Milli santai sambil tertawa-tawa.
"Iya sih. Pagi-pagi udah hujan itu nggak enak banget," gumam Keira, tepat kala Ryu masuk kelas 11-IPS-3 lalu memanggilnya.
"Dengar-dengar dari Tante Nita, kemarin lo nonton festival band sampai malam," Ryu yang datang-datang seenaknya duduk di meja Keira bertanya. "Beneran?"
"Nggak juga. Jam 7 gue sama Mas Fadil udah sampai rumah," jawab Keira cuek.
"Kemarin gue juga datang ke sana, lho. Sayang banget kita nggak ketemu," kata Ryu lagi. "Tapi gue sempat sih nonton Verizone. Mereka lagi duet sama cewek, nyanyi lagu Paramore gitu."
"Apa? Jadi lo lihat?" pekik Keira, hampir berdiri dari bangkunya. "Emang lo nonton di mana?"
"Di mana ya?" jawab Ryu berlagak lupa. "Yang pasti gue lihat itu cewek teriak-teriak kayak gini. Mas Fadil... aku di sini, Mas. Helloooo! "
Wajah Keira langsung memerah. Ternyata Ryu melihat aksi memalukannya sebagai orang hilang. "Lo ngapain datang ke sana? Emang lo suka acara musik rock apa?"
"Gue sebenarnya nggak mau ke sana sih, tapi Mama lo nelpon gue buat cari tahu lo sama kakak lo mau ngapain sebenarnya. Jadi ya gue datang ke festival buat nyari lo doang. Sayangnya malah nggak ketemu," cerita Ryu kemudian.
"Terus?" Keira memandangnya ingin tahu.
"Gue hampir aja pulang kalau aja nggak lihat Verizone ngajak cewek rocker yang gue pikir penggemarnya naik panggung."
"Huffh, lo bisa segampang itu ngenalin gue. Padahal lo nontonnya dari jarak jauh, kan?" gerutu Keira pada Ryu. "Teman sekelas gue yang setiap hari lihat aja sampai pada pangling. Mereka beneran nggak ngenalin gue atau cuma pura-pura gue juga nggak tahu. Padahal kami berhadapan secara langsung."
Ryu tertawa lebar. "Mungkin karena gaya lo kontras abis, nggak kayak sekarang. Tapi kalau gue nggak bakalan tertipu bagaimanapun penampilan lo."
"Iya. Lo bakat jadi mata-mata sih," dumal Keira, tepat saat melihat Zein dan gengnya masuk kelas.
"Lo ngelihatin dia?" bisik Ryu, menyadarkan bahwa Keira ternyata sudah mengikuti pergerakan Zein dari pintu kelas sampai ia tiba di mejanya. "Mungkin nggak sih ini yang disebut karma?"
"Apa?" Keira yang tak mengerti maksud pembicaraan Ryu menatapnya.
"Lo pernah nggak merasa risih diperhatikan orang lain setiap saat? Lo diperhatikan dia terus sampai lo merasa nggak bebas. Akhirnya lo meminta dia buat berhenti mengawasi lo lagi."
Keira tak mampu berkata-kata mendengar ucapan Ryu. Dari mana dia tahu? Tidak mungkin Ryu tahu soal Zein teman SMP-nya kan? pikirnya kaget.
"Dan gue sebut ini karma," ujar Ryu lagi. "Sekarang lo gantian suka memperhatikan orang lain. Lo nggak sadar setiap saat lo sering ngelihatin dia. Apa lo nggak merasa kalau posisi dia sekarang sama kayak lo di masa lalu?"
Keira yang takjub semakin memandang Ryu. "Lo tahu dari mana?"
"Nggak penting gue tahu dari mana," katanya, terkesan sinis. "Tapi siapa tahu, orang itu sekarang lagi sengaja bikin lo balik memperhatikannya. Lo masih ingat kan, siapa nama orang yang lo minta buat berhenti ngelihatin lo itu?"
Tentu saja. Jelas Keira takkan pernah bisa lupa dengan nama itu setelah apa yang dilakukannya. Nama Zein selalu terpatri di ingatannya, benar-benar seperti sebuah karma.