© WebNovel
“Kamu cantik apa adanya, dan aku menerimamu dengan tulus,” katanya.
Perkataan tersebut tampaknya sudah tidak berlaku lagi. Baik itu di lingkungan pertemanan, maupun pencarian pasangan …. Semua yang dipandang duluan itu adalah soal penampilan, apakah enak dilihat atau lebih pantas untuk dibuang saja sekalian.
Hai! Ini adalah tentang aku, yang tidak akan pernah masuk ke dalam daftar orang-orang Good Looking, versi kalian. Hanya akan tercatat dalam daftar hitam, sebagai orang-orang buangan yang hidupnya pun bahkan tidak akan pernah dipedulikan.
***
Ketika semakin maraknya para Beauty Blogger, Selebgram, Tiktokers dan juga para Youtubers yang dengan begitu mudahnya mendapatkan pujian dan beragam endors dari bakat wajah-wajah mereka yang dipampang di sosial media dengan bantuan para penggemar—followersnya yang juga sudah terkumpul banyak disertai like and coment para Netizen yang memuja mereka dari fisiknya yang bisa dikatakan adalah orang-orang yang mempunyai panggungnya tersendiri karena memiliki keestetikkan wajah melebihi rata-rata standar manusia di bawahnya.
Begitu mudah bagi mereka untuk menarik perhatian khalayak umum, bahkan hanya dengan sekadar senyuman dari bibir mereka ataupun memposting wajah mereka yang mau dijelek-jelekkan segimana pun juga tetap saja, ke-Good Lookingan mereka tidak akan sirna. Seakan takdir lebih memihak mereka dan menganak tirikan yang lainnya, termasuk aku.
Meskipun tidak dipungkiri juga mereka-mereka dengan wajah yang pas-pasan serupa denganku juga ada yang tetap bisa sama-sama setara untuk menyaingi kepopuleran yang dimiliki para kaum Good Looking yang beruntung itu. Namun tidak semudah itulah, dan tidak semujur orang yang berada di kasta fisik yang tertinggi. Mereka yang tidak mencapai level Good Looking, akan selalu menjadi orang yang ke sekian dan berada di bawah bayang-bayang tokoh utama dari Film hidup yang berjudul ‘Mereka Para Good Looking Idola’.
***
Hari ini, di sekolah. Saat jam istirahat … aku berdiam diri di dalam toilet, setelah mendengar saran dari teman dekatku—Ayu. Seperti namanya, dia termasuk perempuan yang bertubuh proporsional dan juga berwajah manis, memakai baju seperti apa pun selalu cocok dikenakkan di tubuhnya. Dia termasuk ke segelintir orang yang menerimaku apa adanya, meskipun sarannya tadi sungguh membuatku sakit hati.
Ayu dengan gamblangnya bilang kalau aku harus diet. Katanya, penyebab penampilanku tidak menarik adalah tubuhku yang gendut. Mungkin dipanggil dengan sebutan ‘Ndut’ olehnya tidaklah menyakitiku karena aku pun memanggilngnya ‘Ngking’. Ini lebih ke panggilan sayang di dalam pertemanan saja. Hanya saja, ketika dia mengharuskanku untuk diet, meskipun dia tidak memaksa juga tapi rasanya saran yang diucapkan Ayu padaku semakin membuatku sadar diri soal fisikku ini.
Bukan enggak mau diet, tapi rasanya sudah takdir saja tubuhku begini. Badanku gendut bukan karena aku banyak makan, entahlah … aku sendiri bingung, sulit bagiku untuk mengecilkan berat badan.
“Mita, kamu itu harus tampil rapi. Terus … sering olahraga, coba tonton dong tutorial youtube. Banyak sekarangmah kalau kamu niatnya mau ngurus dirimah, tinggal kamu aja mau atau enggak tampil beda, hmmm? Gimana?”
Masih teringat ucapan Ayu yang membuatku kepikiran sampai sekarang. Kuseka terus air mata yang tak henti-hentinya mengalir membasahi pipiku ini. Aku memang sudah biasa dengan sifat temanku itu, tapi terkadang ucapan Ayu terlalu jujur dan terdengar saklek sampai rasanya seperti pohon yang dicerabut sampai ke akar-akarnya. Begitu mampu membuatku merasa rendah diri dan membuat keyakinanku merosot … hampa. Tapi memang tidak semua perkataan Ayu membuatku seperti sekarang ini, rata-rata semuanya justru memotivasi. Dia kan sahabatku, tentunya maksud Ayu pasti sangat baik agar aku berubah.
Hanya saja … hatiku akhir-akhir ini sedang tidak baik-baik saja.
Setelah mendengar jawaban dari Fajar bahwa dia tidak mencintaiku, hatiku hancur. Ahhh, tuh kan air mataku kembali mengalir deras kala mengingat peristiwa itu. Saat aku duduk di kelas sebelas akhir, belum lama ini … kiranya dua bulan yang lalu. Kuputuskan untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Pada lelaki yang kusukai itu sejak SMP, dia temanku sendiri. Rumahnya tak jauh dari rumahku, hanya beda kampung saja. Berjalan kaki ke sana pun hanya cukup butuh waktu lima belas menitan, tak butuh waktu lama jika apel. Tapi, jangankan apel. Boro-boro itumah, dia saja nolak aku mentah-mentah.
Sudah jauh-jauh hari kupikirkan, kurenungkan, sampai aku juga salat malam dan berdoa agar Fajar juga menyukai aku.
Malam harinya sebelum surat itu dilayangkan ke orang yang bersangkutan, kutulis dengan pulpen yang baru kubeli biar original enggak bekas pakai seperti cintaku padanya yang hanya dia seorang yang kusayang. Maksudnya … lelaki yang kusukai di antara para lelaki yang kukenal.
Kurangkai kata melibatkan hati agar tersampai dengan murni betapa aku tulus menyukainya tanpa paksaan dan seratus persen sadar.
Begini isinya:
Teruntuk Fajar Syamsudin Rahmat dari Mita Maharani.
Assalamu’alaikum wr.wb (jangan dibaca weer webe, biar artinya bener; Semoga keselamatan dan rahmat Alloh serta keberkahan-Nya terlimpah juga kepada kalian.)
Bertempat di hati, tanpa tanggal, bulan dan tahun karena aku bahkan lupa kapan aku mencintaimu untuk pertama kalinya.
Saat menulis ini, aku tertawa-tawa sendiri karena memang tidak ada orang yang kuajak kompromi untuk ikut menyampaikan pesan dari lubuk hati terdalam ini. Sengaja juga kubuat seromantis mungkin supaya Fajar bahagia saat membacanya. Dia kan kalau ketawa suka lucu, jadi mungkin kalau suratku penuh gombalan akan lebih berpeluang besar untuk dia menerima cintaku yang tulus untuknya ini. Sengaja juga kutuliskan perasaanku itu di atas kertas binder dengan tepiannya yang berwarna merah biar terkesan romantis.
Oke lanjut kalimat berikut yang kutulis,
Aku bikin surat ini semalam, bintang membantu doa dan bulan meneranginya. Semoga ini bisa mewakili ya. Perasaan yang udah aku simpan lama sekali. Mungkin ini terdengar bucin, tapi aku ingin kamu tahu kalau perasan yang dikubur lama perlahan juga akan tumbuh dan berbunga. Menunggu dihinggapi si kumbang indah seperti kamu, atau cabut aku sampai akarku dan pindahkanlah ke pekarangan rumahmu. Simboliknya seperti itu.
Tak ada kalimat lagi, aku ingin bilang tiga kata inti yang bisa mewakili setiap hati insan yang sudah jatuh ke kubangan rasa suka.
I LOVE YOU (kutulis tebal dengan huruf kapital, sengaja agar kamu tidak lupa).
Terima kasih karena sedia membaca, aku menulis ini menggunakan tangan dan hati, berikut juga pulpen sebagai perantaranya. Dengan penuh kesadaran diri, aku tak memaksamu menjawab hari ini. Besok, lusa, juga bisa.
Tertanda, aku si pengagum rahasia yang akhirnya buka suara.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Begitulah isinya. Langsung kulipat surat itu dan kumasukkan ke dalam amplop biasa.
Ke esokkan harinya pun aku sangat bergembira, terasa sudah pede kalau Fajar akan menyatakan perasaan yang sama padaku. Tadinya aku malu untuk bilang duluan, tapi aku berinisiatif saja –mungkin Fajar malu kalau harus dia duluan yang bilang.