Download App
40% Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 70: Kekesalan Valen +

Chapter 70: Kekesalan Valen +

Tubuh mereka masih bersatu untuk sekian menit, lalu Valen melepas miliknya dan mengecup kening Tata. Tubuh Tata masih terasa lemas akibat pelepasannya yang beberapa kali. Entah apa yang dipikirkan Tata, dia sengaja menyentuh inti Valen. Mata Valen menatap wanitanya itu dengan tajam, dia tahu jika istrinya itu meminta lagi. Valen tersenyum dan memulai aksinya dengan melumat bibir Tata dengan sedikit kasar dan Tata ternyata sangat menyukainya karena dia membalasnya dengan cara yang sama.

Tok! Tok! Tok! suara pintu ruangan Tata diketuk. Valen yang mendengar hanya diam, dia menyesap dan meremas puncak juga dada Tata dengan keras.

" Akhhh! Val! Lagi, sayang!" ucap tata.

" Kau suka main kasar sayang?" ucap Valen. Tata hanya mengangguk dan bukannya meminta Valen menghentikan aksinya malah semakin membenamkan kepala Valen di dadanya sambil sesekali meremas rambut Valen.

Tok! Tok! Tok! pintu ruangan Tata kembali diketuk.

" Gigit sayang! Akhhhh!" teriak Tata lirih saat Valen menggigit puncak dada Tata. Tata menggigit bibir bawahnya dan merasakan sengatan demi sengatan ditubuhnya. Jari Valen kembali bermain di bagian inti Tata dengan gerakan sedikit erotis dan Tata benar-benar menyukainya.

" Sshhhhh! Akhhh!" desis Tata nikmat.

Tok! Tok! Tok!

" Shitttt!" ucap Valen.

" Val! No! Please!" mohon Tata dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, saat Valen melepas sesapan dan sentuhannya.

" Maaf sayang!" jawab Valen. Tata menatap suaminya pilu, hasrat di tubuhnya telah memuncak, dia hanya bisa berbaring di ranjang sambil melengkung seperti bayi, Valen menutupi tubuh Tata dengan selimut. Tata menahan segala keinginan tubuhnya terhadap Valen. Dia memejamkan matanya untuk mengatasi gejolak tubuhnya. Valen membersihkan miliknya di kamar mandi lalu memakai pakaiannya dan keluar dari ruangan itu.

" Mengganggu saja!" gerutu Valen. Kemudian dia membuka pintu dan kaget melihat orang yang berada didepannya.

" Kau?" kata Valen.

" Kamu?"

" Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Valen marah.

" Aku kerja!"

" Apa? Lucu!" kata Valen lagi.

" Mer! Bilang sama suami Bosmu ini!"

" Iya, Pak! Pak Fero bekerja lagi disini!" jawab Merry menundukkan kepalanya. Valen mengepalkan tangannya.

" Dimana dia? Dokumen ini harus dia tanda tangani!" kata Fero.

" Biar aku saja yang kasih! Dia sedang istirahat!" jawab Valen mengambil dokumen yang ada ditangan Fero.

" Ok! Lanjutin aja! Apa dirumah masih kurang?" sindir Fero.

" Kau..."

" Selamat Sore, Pak!" kata Fero santai, Merry hanya terdiam dan kembali ke ruangannya. Valen mengunci kembali ruangan Tata dan meletakkan dokumen itu di meja Tata. Dengan wajah kesal dan marah dia masuk ke kamar Tata. Tata yang melihat suaminya langsung tersenyum dan mengharap Valen segera melepas pakaiannya. Tapi Valen malah duduk di sofa dengan wajahnya yang menatap Tata tajam. Gairah Tata yang tadinya masih membara perlahan surut melihat wajah Valen. Dia duduk bersandar di kepala ranjang dengan selimut yang menutup sampai ke dadanya. Sedangkan Valen duduk dengan menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kirinya.

" Bisa kamu jelaskan apa artinya ini?" tanya Valen sambil meletakkan amplop dari pengadilan ke atas meja.

" Apa itu?" tanya Tata datar, amarahnya perlahan kembali muncul ke permukaan.

" Kamu pasti tahu apa itu! Apa aku berbuat sesuatu atau kamu berencana kembali pada dia?" ucap Valen tersirat. Hati Tata terasa sakit mendengar tuduhan Valen, dia tahu yang dimaksud oleh Valen adalah Fero, karena dia yakin yang mengetuk pintu tadi adalah dia.

" Apa masih perlu alasan?" kata Tata dengan bergetar.

" Tentu saja! Kamu menggugat cerai aku! Lalu kamu menerima dia lagi disini? Apa aku tidak berhak mendapatkan penjelasan?" kata Valen emosi. Tata kaget melihat kemarahan Valen yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

" Lalu kamu pergi selama dua bulan lebih tanpa alasan yang jelas, apa aku tidak berhak untuk mendapatkan penjelasan?" balik Tata.

" Kamu tahu kenapa aku pergi!"

" Tidak! Aku tidak tahu!"

" Omong kosong!"

" Aku bukan dukun, Val!"

" Kenapa kamu tidak tanya mama?"

" Mama? Aku adalah istrimu! Harusnya kamu yang memberikan penjelasan, bukan mama!"

" Ok! Aku minta maaf jika aku tidak memberitahu kamu!

" Kita adalah suami istri, Val! Kita wajib dan berhak tahu apa yang terjadi pada pasangan kita!"

" Jadi apa maumu sekarang?" tanya Valen tegas. Tata tidak menyangka jika Valen akan bertanya seperti itu, bukannya merayunya atau memberikan alasan, tapi dia malah menanyakan hal itu. Tata menjadi sedih dan marah.

" Semua sudah terjadi, kita tidak bisa merubahnya!" kata Tata tegas dengan hati hancur berkeping-keping.

" Kau..." ucap Valen penuh amarah.

" Baik! Kalo memang ini yang kamu mau! Kita ketemu di persidangan!" kata Valen lalu dia berdiri dan keluar dari kamar Tata.

" Satu lagi! Kamu nggak perlu hadir di pengadilan, karena besok semua akan siap, kamu tinggal tanda tangan!" kata Valen saat dia berdiri di pintu kamar Tata. Seketika airmata Tata mengalir dengan derasnya saat mendengar pintu ruangannya tertutup. Aku tidak boleh menangis! Ini yang aku inginkan! Aku yang menggugat cerai dia! batin Tata. Tapi kenapa rasanya lebih sakit saat dia tidak ada di depanku? batin Tata lagi.

" Dasar wanita bodoh!" kata Valen saat di dalam mobil.

" Ya, Bos?" sahut Ben.

" Kamu tahu, Ben! Ternyata ada yang lebih bodoh dari Monica!" kata Valen.

" Siapa, Bos?" tanya Ben. Valen hanya diam.

" Apa Nyonya, Bos?" tanya Ben menebak.

" Apa kamu mau mati mengatakan istriku bodoh?" kata Ben tegas.

" Maaf, Bos! Saya hanya..."

" Diam! Benar-benar! Apa yang ada diotaknya hingga berani-beraninya menggugat aku!" kata Valen lagi sangat kesal.

" Cari pengacara istriku dan suruh dia datang ke kantor besok! Mau mati apa? Berani-beraninya menjadi pengacaranya untuk menggugatku!" tutur Valen lagi.

" Siap. Bos!" jawab Ben.

" Arghhhh! Ada apa denganmu, Reyn? Aku akan memberimu pelajaran!" kata Valen.

" Kita ke papi! Suruh anak buah Hans jaga istriku kemanapun dia!" kata Valen kemudian.

" Siap, Bos!" jawab Ben lalu dia menghubungi Hans. Tata tinggal di rumah orang tuanya, hanya saja terpisah. Valen membeli rumah di sebelah mertuanya lalu pagar pembatas antara kedua rumah di bobolnya lalu di satukan, tapi mereka masih memiliki pagar sendiri-sendiri.

Tata membersihkan tubuhnya di kamar mandi, entah mengapa sentuhan Valen begitu memabukkan baginya. Dalam kamar mandi dia terus mengingat sentuhan demi sentuhan yang Valen lakukan. Setelah dia mengganti pakaiannya, dia keluar kamarnya dan melihat dokumen diatas mejanya. Dibacanya dokumen tersebut dan di tanda tanganinya. Dilihatnya sebuah amplop coklat yang telah diremas-remas teronggok di tempat sampahnya, dengan tangan gemetar, diraihnya amplop tersebut lalu di rentangkannya. Surat panggilan dari pengadilan untuk Valen agar datang menghadiri sidang gugatan perceraian. Tata kembali meneteskan airmatanya, brengsek kamu, Val! Kamu memang tidak pernah mencintaiku! Kalo kamu mencintaiku, kamu akan membatalkan gugatan ini dan mencari pengacaraku! batin Tata. Dia tidak tahu saja jika Valen telah murka padanya!

Tata keluar dari kantornya saat jam menunjuk pada angka 8 malam, lalu dia mengendarai mobilnya ke sebuah club. Tata duduk di depan meja bartender dan memesan segelas wine.

" Halo, Bos! Nyonya masuk ke sebuah club!"

- " Ikuti saja jangan sampai terjadi apa-apa!" -

" Baik, Bos!"

Tata menegak minumannya, dia sebenarnya tidak pernah minum, tapi kata relasinya minuman bisa menghilangkan masalah kita dan saat ini dia ingin semua masalahnya hilang.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C70
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login