🍁🍁🍁
Anak kedua Daddy Gama sekaligus sulung dari si kembar empat, bernama Lunar atau akrab dipanggil Aralea ketika disekolah, si cantik yang hobi bernyanyi dan jago flirting sana sini termasuk siswi populer bahkan sampai tukang somay langganannya sewaktu SMP pindah ke SMA-nya. Ia tak menyukai olahraga sebagimana dua kembarannya atau ikut banyak organisasi seperti Gifya, Lunar lebih tertarik ke dunia musik dan ikut tampil bersama Yasha ketika gabut melanda, bahkan mereka pernah manggung di Cafe milik Gama ketika weekend.
Lunar selalu jadi primadona walaupun omongannya kelewat pedas saat diganggu, gadis itu tak berminat pacaran namun menganggap semua laki-laki yang mendekatinya sebagai teman, jika mereka baper berarti itu bukan salahnya. Ia tak segan-segan mengatai orang yang lebih tua darinya bodoh jika memang situasi dan kondisinya tepat. Gadis itu adalah yang terheboh di rumah, masuk geng topeng monyet --panggilan dari Yasha karena sering ribut--bersama Rheana, Lingga dan Ryden. Supporter nomor satu walau agak nyeleneh dikit tapi anehnya bisa membangkitkan semangat.
Walaupun lebih banyak manjanya Lunar bisa diandalkan, ia adalah yang perasa diantara si kembar, ia tau bagaimana menempatkan diri sebagai sulung dari kembar empat. Lunar rela begadang bahkan tak tidur berhari-hari hanya untuk menjaga saudaranya yang sakit. Ia juga rela tak keluar rumah ketika Seanne tak mau ditinggal sendirian padahal ada Ryden di sampingnya atau menemani Assel ketika anak itu tak berani tidur sendirian ketika Yasha tidur di apartemennya. Ia juga dengan senang hati menemani Lingga latihan basket di lapangan walaupun cuaca sedang terik-teriknya.
Gadis itu selalu punya cara untuk membuat orang nyaman ketika berada di dekatnya, bucin Gama number one dan berharap ada laki-laki yang effort nya melebihi sang ayah. Bisa jadi maung sekaligus kucing secara bersamaan.
_________
"Kak Yash full kelas sampai sore jadi makan siangnya kalian gofood aja ya, yang pulang telat jangan lupa makan. Kakak nggak mau dapat kabar kalo ada yang kena maag, terutama Una. Awas aja lo telat makan lagi, gue jejelin udang sekalian," kata Yasha dengan nada kesal, bukannya takut Lunar malah mengacungkan jempolnya
"Nanti Adik pulangnya langsung ke rumah yah, kasian kakaknya sendirian," Yasha mengelus puncak kepala si bungsu yang mengangguk, pandangannya beralih pada Falen yang mengaduk-aduk makanan tanpa minat
"Dimakan Le, biar cepat sembuh.. katanya nggak sakit,"
Falen melirik Yasha sekilas lalu menyandarkan tubuhnya di kursi, "Sedih aku tuh masa ditinggal sendirian,"
"Halah.. aleman," cibir Rheana mendapat tatapan sinis dari Falen
Gadis yang menggerai rambut panjangnya itu menatap Yasha dengan wajah memelas, "Gue berangkat ajalah Kak, udah gakpapa juga kok lagian,"
"Nggak ya! Kak Yash nggak mau ambil resiko, Daddy juga bilang kan buat libur seminggu dulu,"
"Terus ujiannya? Gue berangkat tanpa persiapan gitu? Come on dude, the exam is only a week away and my head not ready.. oh god,"
Gifya meletakkan sendoknya sebelum menatap kembarannya yang satu itu. "But you can if you learn, there's nothing you can't do if you try,"
"Apa dia cakap tu Raju?" Celetuk Rheana menggelengkan kepalanya tak paham
"Yang gue tau cuma try try aja sih," sahut Lunar, Ryden yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya prihatin
"Gini deh.. Kak Yash coba omongin ke Dad supaya panggil guru les buat elo,"
Falen melebarkan matanya, "Moh, aku gak mau! Suwun, terimakasih dan thank you,"
"Ah, ribet lu ye! Mending entar kita belajar bareng aja deh, tapi gue nggak mau ngajarin sih," kata Rheana
"Gue juga ogah sih diajarin sama orang yang suka remed,"
"Ngaca, kita partner remed ya nyet!"
"Udah deh, kapasitas otak kalian tuh sama, lebih di otot semua sisanya zonk."
"Njirr," Lunar bertepuk tangan dengan wajah bangga mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Gifya
Sekali lagi, Ryden menggelengkan kepalanya. Ia melirik Lingga yang tampak menikmati keributan si kembar, bahkan tangannya sudah berada diatas meja menggeser piringnya. "Gue doang yang waras kayanya," gumamnya lirih
"Udah udah, makan buruan nanti telat. Entar kita bahas lagi mau gimananya,"
Mereka kembali melanjutkan sarapan yang tertunda, satu persatu mulai selesai dan langsung meletakkan piringnya di wastafel, Falen paling akhir beranjak dari kursinya karena ini gilirannya untuk mencuci piring. Gama membiasakan anak-anaknya sebelum berangkat sekolah mencuci piring secara bergantian, prinsipnya adalah tanggung jawab tetaplah tanggung jawab yang harus dilakukan, bahkan meskipun terlambat. Sampai saat ini untungnya belum pernah ada yang pernah terlambat karena hal ini.
"Biar gue aja sini," Lunar mengambil alih piring yang akan kembarannya cuci
"Apaan? Gue cuma ditusuk bukan lumpuh, minggir!" Falen mendorong sang kembaran dan mulai mencuci tangannya terlebuh dahulu, biasanya ia akan memakai sarung tangan namun karena libur lebih baik pakai tangan saja
"Gue gabut nanti,"
"Lo bisa scroll HP,"
"Kalo gue lapar gimana?"
"Ada aplikasi yang namanya gopud atau elo nunggu di teras sampai ada tukang jajan lewat, kaya nggak biasanya aja lo,"
"Sedih,"
Lunar menghela nafas panjang lalu melirik Falen yang dengan santai mencuci gelas. "Gue heran deh sama lo, kalo di sekolah pengennya bolos giliran di rumah bosen? Mau lu ape sih?"
"Yaa kalo di rumah yang gue liat cuma itu itu aja, kalo di sekolah kan banyak hal yang bisa gue lakuin,"
"Lu kalo bolos tidur ya!"
"Nah itu, salah satu hal yang bisa gue lakuin di sekolah,"
Lunar menahan diri untuk tidak memukul kepala sang kembaran, "Tidur doang bisa dimana aja kan? Lu tiduran aja di rumah sampai kita pulang,"
"Kalo gue mati kebosanan elo ikhlas kan?"
"Saranku sih lempar gelasnya, Kak." Sahut Ryden yang membuka kulkas, ia disuruh Gifya mengambilkan susu kotak untuk gadis itu dan apesnya malah mendengar keributan dari kedua kakaknya
"Anak kecil diem aja deh," celetuk Falen
"Aku bukan anak kecil, udah SMP begini juga," protes Ryden tak terima
"Halah sekali anak kecil tetap anak kecil,"
Ryden menatap Falen dengan kesal, "Kalo aku anak kecil terus Adik apa? Bayi?"
"Boneka, Seanne is cute minta di hap soalnya,"
Ryden mengangguk setuju, adik bungsunya memang lucu dan sangat pelukable, "Dah lah aku berangkat dulu, capek liat kakak ribut terus,"
"Jangan semangat Yaden, ayo loyo aja!"
Ryden hanya mengangguk saja daripada emosinya keluar, menghadapi si kembar empat perlu kesabaran ekstra untuk dirinya yang gampang low-bat.
***
Gifya mendorong tubuh sang kembaran untuk masuk ke dalam kelas, duduk di bangku barisan meja ketiga dari depan, deretan kedua dari samping pintu. Selain teman sekamar keduanya juga teman sebangku, bukannya tak mau berbaur seperti dua kembaran mereka, hanya saja mereka sudah terbiasa melihat satu sama lain selama bertahun-tahun.
Melihat sang kembaran mengeluarkan buku novelnya dengan tenang membuat Lunar menghela nafas lelah, kembarannya yang satu itu sepertinya tidak bisa hidup tanpa membaca buku. Lunar menggelengkan kepalanya sebelum mendudukkan dirinya disebelah sang kembaran, memakai headset dan menyetel lagu yang beberapa hari ini menjadi lagu favorit nya.
Memejamkan matanya sejenak untuk menikmati penggalan lirik yang mengalun di telinganya, sang kembaran menyenggol lengannya membuat ia membuka mata untuk melihat ada apa dan begitu terkejut ketika seorang pemuda berdiri disamping meja dengan senyumnya yang manis, Lunar hampir melotot ketika pemuda itu berjongkok untuk memegang kedua tangan dan menggenggamnya erat.
"Menurut lu mereka ngapain?" Bisik Rheana dari kejauhan, satu tangannya merangkul bahu Sadam sementara tangannya yang lain memegang es cekek yang ia sedot
"Ganti jadi dia ditolak apa diterima bisa gak?" Bisik Sadam menatap kejadian didalam kelas, ia dan Rheana berniat mampir sebentar sebelum bel berbunyi namun yang mereka dapati justru pemandangan seperti ini
Rheana menyedot es cekek yang ia beli di warung yang ada di depan sekolah, gadis memperhatikan wajah merah sang kembaran dan wajah acuh Gifya yang fokus membaca seakan disekelilingnya tak ada apa-apa, "Ditolak sih,"
"Kok gitu? Bukannya Nanja orang yang Una suka??"
Rheana tersenyum tipis, "Lo liat aja."
"Emang ya, kalian berempat tuh aneh," heran Sadam
Kembali ke suasana di dalam kelas yang sudah ramai bisik-bisik teman sekelas, Gifya menghela nafas saat tak menemukan ketentraman membaca di sini namun juga tak bisa membiarkan sang kembaran sendirian dalam keadaan seperti ini.
"Aku suka kamu Ra, boleh nggak kita pacaran aja? Aku rasa 7 bulan udah waktu yang pas buat kita saling tau sama lain dan hari ini aku mau kamu jadi milikku sepenuhnya,"
'Lah si anjirr gue yang nggak mau tapi,'
Lunar menatap binar mata penuh harapan milik teman seangkatannya itu, ia tersenyum manis. "Bukannya gue udah nggak suka sama lo Nan, tapi elo kan tau gimana Daddy kalo anaknya nggak fokus sama sekolah, apalagi Kakak gue juga belum punya pacar, gue nggak mau nyakitin hati lo lebih dari ini. Duh sorry ya.. elo pasti sakit hati banget ya sama gue? Elo mau benci gue setelah ini kah??"
Melihat raut wajah Lunar yang menggemaskan ketika panik membuat Nanja menggeleng ribut. "Enggak kok, aku setuju sih sama Daddy kamu, gakpapa juga kita masih bisa berteman tahap dua kan? Gapapa Ara,"
'Temen tahap dua nggak tuh..' batin Lunar tak habis pikir
Pemuda itu menarik tangan Lunar dengan lembut untuk ia bawa keluar dari kelas ke kantin, "Temenin aku sarapan ya,"
Siswa-siswa yang kepo langsung pergi berhamburan, banyak bisikan kecewa dan sorak bahagia. Nanja, si ketua futsal yang begitu famous ditolak Lunar, si gadis Cafe yang vokalnya tak bisa diragukan lagi. Setelah kejadian itu beberapa jam kemudian base Twitter mereka ramai.
***
"MAU LO APA SIH BABI."
Lunar berteriak marah ketika salah satu dari tiga gadis yang menyeretnya kini mendorong tubuhnya hingga terbentur tembok. Gadis itu pergi ke toilet setelah menemani Nanja sarapan, melewatkan bel masuk karena panggilan alam yang tak bisa ia tahan. Namun, ketika tengah mencuci tangan tiga orang gadis yang merupakan kakak kelasnya itu tiba-tiba menyeretnya ke gudang bekas yang sudah terbengkalai di belakang sekolah.
"Gue emang nggak bisa berantem tapi gue bisa bikin mulut lo sobek kalo begini," gadis itu merapikan seragamnya, ia menatap datar tiga gadis itu
"Yang elo deketin itu pacar kembaran gue bangsat, bisa-bisanya elo milih jadi pelakor kaya ibu lo ya. Emang buah jatuh tak jauh dari pohonnya, elo sama kaya Mami lo yang model itu, sama-sama sam--"
BRUKK
Lunar menendang kaki gadis didepannya hingga terjatuh, menulikan pendengarannya begitu ketiganya berteriak marah. Ia buru-buru berjalan kearah pintu untuk keluar dari gudang yang penuh debu ini. Mengantisipasi terjadinya hal-hal berbau pembullyan yang sering ia lihat di Drakor bersama Gifya.
"Elo nggak tau apa-apa tentang keluarga gue, nggak usah bikin rumor yang bisa bikin gue patahin kaki lo itu." Ucapnya sebelum benar-benar pergi, begitu ia keluar seorang pemuda berdiri didepannya dengan nafas tersengal-sengal, sepertinya habis berlari. Lunar melewatinya begitu saja tanpa peduli
'Pacarnya tuh cewek kali ya, argghh tau ah pala gue puyeng,'
***
"Geseran dikit," Lunar menggulingkan tubuh Falen yang tengah berbaring di kasurnya, gadis itu menempati kasur paling bawah dan Rheana ada di kasur atas, kasur tingkat yang sengaja Gama pilih untuk anak kembarnya
Rheana menggelengkan kepalanya sebelum naik ke kasurnya, merebahkan diri disana tanpa sepatah kata pun. Ponselnya masih menyala menampilkan isi roomchat dengan seseorang yang membuat kepalanya pening hari ini. "GUE BUTUH HEALINGGG!"
"Diem elah!" Lunar menepuk kasur atas tersebut dengan bantal Stitch milik Falen, tentu kembarannya terkejut dan segera mengamankan boneka kesayangannya
Sepulang sekolah yang melelahkan bagi Lunar, gadis itu memejamkan matanya disamping Falen yang tengah men-scroll ponselnya. Gadis berkuncir kuda itu sangat bosan seharian di rumah, hanya scrooll dan scroll sampai ia ketiduran sendiri.
"Gue gabut Na," ucap Falen menyenggol bahu Lunar, kembarannya itu hanya berdehem sebagai jawaban "Ah, gak asik lu!"
Dengan tertatih Falen turun dari kasurnya, memilih ke kamar adik kembarnya yang sudah pulang sejak tadi. Lunar sendiri hanya menatap jam dinding dengan tatapan mata kosong, lama kelamaan air matanya mengenang di pelupuk mata sampai akhirnya jatuh membasahi pipinya , gadis itu menangis dalam diam.
Rheana yang tak mendengar pergerakan dari sang kembaran lantas mengintip dari atas kasurnya, ia menghela nafas dan kembali berbaring. "Nangis aja teriak sekeras yang lo mau, nggak usah ditahan gitu nanti perut lu lebar."
Tepat setelah Rheana mengatakan itu isak tangis Lunar terdengar yang membuat Rheana ikut merasakan sesak di dadanya , mereka kembar dan sudah pasti Gifya dan Falen merasakannya juga. Semakin lama didengar hati Rheana ikut sakit, yaa gadis itu sudah tak tahan lagi. Rheana turun dari kasurnya dan duduk lesehan menatap Lunar yang sudah duduk diatas kasur sembari memeluk kedua lututnya, tampak mengenaskan.
"Nangis aja nangis besok tuh cowok gue tonjok, hari ini lagi gak mood,"
Lunar menyeka air matanya begitu ia mendongakkan kepalanya . "S-sok tau lu, siapa juga yang n-nangis gara-gara dia."
Rheana tertawa hingga matanya menyipit, ia mengacak-acak rambut kembarannya itu, meraih tangan Lunar untuk ia beri sesuatu yang ia bawa. "Alasan lo nangis beberapa bulan ini cuma karena dia Una, nggak ada yang bisa bikin lu nangis kecuali cowok brengsek itu. Kalo emang lo beneran suka ya terima kalo enggak ya ngapain lo suka? Kan udah lo tolak, mau gue tonjok aja kah?"
"Gak usah macam-macam Rhean! Urus aja kisah lo yang belum kelar itu, nggak usah ngurusin gue segala. Gue bisa kok nyelesaiin sendiri."
"Yakin?"
"Tapi sambil ya Allah ya Allah," gadis itu kembali menyeka air matanya yang menetes membuat Rheana hanya menatapnya dengan wajah datar
"Nangis lagi gue beneran tonjok itu cowok, pacaran aja belum udah ditangisi aja," kesal Rheana
"Elo nggak ngerasain jadi gue--"
"Iya, gue bukan elu." Potong Rheana cepat
Lunar meraih tisu yang berada di nakas untuk membersihkan wajah basahnya, ia menarik nafas sebelum menatap kembarannya itu. "Dia ada pacar kenapa nembak gue Rhean.. bangsat lah gue udah baper tapi dia pacaran sama yang lain, sakit hati gue anjing,"
"Lah harusnya bersyukur nggak nerima dia, bakal dikatain pelakor lu nanti," ucapannya barusan membuat tangis Lunar makin kencang
Rheana meringis mendengarnya, ia menoleh kearah pintu saat tiga adik kembarnya datang. "Jangan tanya gue, gue nggak tau!" Rheana mengangkat tangannya ke atas sambil menggelengkan kepalanya
Assel memilih mendekat kemudian memeluk Lunar sementara kedua kembarannya duduk disamping Rheana. "Kak Una, don't cry.. nanti sakit kalo kelamaan nangis,"
KEMBAR SERANGKAI
Mbak Ify
I'm okay kok, jangan khawatir yaa
"Kalian tau Mbak kemana gak?" Tanya Rheana mendekatkan wajahnya, tiga kepala itu kini saling berdekatan, Assel yang melihanya hanya menggelengkan kepalanya
"Nggak tau Ai tuh.. tadi siang kena tabok Kak Le,"
"Lah.. kenapa?"
"Masuk got Kak," jawab Lingga menundukkan kepalanya, melihat Rheana yang menahan tawanya makin membuat ia kesal "Adeknya jatuh juga malah diketawain, sedih.."
"Kok bisa? Lu ngapain sih?" Rheana yang tertawa sambil menabok orang disebelahnya lantas terjengkang begitu saja, membuat Lunar mengintip dari balik lengan Assel yang masih memeluknya
"Tadi tuh mau beli kue pancong yang lewat depan rumah pas ngejar ehh uangnya dia jatuh ke got, waktu mau diambil dia nyusruk.. tau sendiri got sebelum lapangan itu dalam jadi nyebur sebadan dia, pulang-pulang diketawain adik sama River udah gitu kena geplak Kak Le karena masih pake seragam putih," jelas Ryden menepuk-nepuk puncak kepala Lingga, walaupun ditepis namun tetap saja Ryden berani mengacak-acak rambut kembarannya
"Terus duitnya ketemu?"
Lingga menghela nafas, "Udah menyatu sama lumpur,"
"Bhahaaa,"
"Jadinya Yaden yang traktir, padahal aku yang janji,"
"Gakpapa,"
Rheana tersenyum tipis ketika Lunar ikut tertawa, ia melirik Ryden yang juga tersenyum menatapnya. Keduanya terkekeh melihat wajah sebal Lingga yang ditertawakan.
"Lu bayangin Na, muka adek lo cemong sebadan dari lapangan ke rumah awokawokawok."
"Udah deh, nggak usah dibayangin.. Ai malu tau!" Lingga menutupi wajahnya yang memerah dengan kedua tangan, Ryden tertawaa melihatnya
"Tapi gakpapa sih soalnya Kak Una cantik kalo ketawa," Lingga menatap Lunar dari jemari tangan yang ia buka
"Kakak lu sendiri masih aja digombalin," Ryden menggelengkan kepalanya
"Enggak gombal, Ai serius! Kak Una cantik, kalo kakak nangis gara-gara cowok, Ai nggak terima sih. Enak aja bikin kakak ku yang cantik ini nangis,"
"Nggak boleh asal tonjok orang gitu, enggak kok, I'm okay guys.. mungkin perlu waktu sedikit aja,"
"Ayo buat ice cream," usul Assel menunjukkan layar ponselnya; cara membuat ice cream dengan mudah
"Tiba-tiba banget??" Heran Ryden
"Hayukkk gaskeun," Rheana menarik tangan kembarannya untuk berdiri, mereka berombongan masuk dapur yang sudah ada Falen dan Seanne disana
Seanne mengerjapkan matanya ketika ice cream yang tengah ia makan diambl alih Lingga, anak itu merengut kesal mantap kedua kakak laki-lakinya itu. "Jangan dihabiskan Abang dan Kakak, itu milik Adik tau!"
"Kan nggak boleh pelit, sesama saudara harus berbagi," kata Ryden tanpa dosa menikmati ice cream milik sang adik
"Mending lu pada bantuin gue deh daripada gangguin Adik, dia nangis rumah kita digerebek warga nanti,"
"Bener, berasa dianiaya dia mah," kata Rheana menoel pipi si bungsu
🍁🍁🍁