Download App
7.69% Case File Compendium (TL NOVEL BL) / Chapter 9: But Never Mind Him^J I Decided to Tell Her My Feelings

Chapter 9: But Never Mind Him^J I Decided to Tell Her My Feelings

Setelah akhirnya menyelesaikan kejadian tak terduga ini, rombongan merasa lelah dan lapar. He Yu pun bertanya apakah mereka ingin mencari makanan ringan larut malam. Orang pertama yang mengangkat tangan dan setuju dengan antusias terhadap usulan ini justru adalah seseorang yang sama sekali tidak memiliki keterkaitan dengan mereka—Bai Jing.

"Oke, oke! Bagaimana kalau bubur? Ada sebuah restoran di dekat Bund18 yang menyajikan bubur sirip hiu dan bulu babi terbaik. Bagaimana kalau kita pergi ke sana?"

He Yu menoleh ke arah Xie Xue.

Xie Xue menyeka air matanya dan menatap Bai Jing dengan tidak senang. "Aku ingin makan barbeque. Aku ingin makan di Jalan Laji."

"Kalau begitu, mari kita makan di Jalan Laji."

Bai Jing berkata, "Ah… bukankah tempat itu terlalu… Baiklah kalau begitu…"

Dengan kehadiran Xie Xue, He Yu sedikit lebih sopan kepada Xie Qingcheng dan bertanya kepadanya, "Bagaimana denganmu?"

"Aku lewat saja. Aku akan membawa anjing ini untuk mendapatkan vaksinasi dan pemeriksaan kesehatan sebelum diadopsi. Jika kalian ingin memeliharanya, nanti aku akan membawanya kepadamu." Saat berbicara, ia melirik anjing kecil berwarna kuning yang duduk dengan patuh di kakinya.

Yang mengejutkan, anjing itu tampak menyukai Xie Qingcheng, berlari-lari kecil mengelilinginya dengan ekor kuning berbulu yang bergoyang-goyang dengan gembira. "Guk!"

Setengah jam kemudian, ketiga orang lainnya telah sampai di pasar malam Huzhou.

"Laoban, aku pesan lima puluh tusuk tulang rawan ayam, lima puluh tusuk domba, sepuluh tusuk kue beras panggang, sepuluh tusuk jamur panggang, selusin tiram panggang, dan lima botol bir!" Xie Xue langsung memesan begitu masuk ke kedai barbeque, seolah-olah ia sudah sangat akrab dengan tempat itu.

"Tempat seperti ini bukankah agak kotor…? Aku tidak akan pernah makan di sini," ujar Bai Jing sambil membalik-balik menu berminyak itu dengan dua ujung jarinya, seakan-akan ia tidak ingin menyentuhnya lebih dari itu.

Kesal, Xie Xue memutar matanya. "Bukankah kau sendiri yang memaksa masuk ke mobil dan bersikeras ikut?"

"Aiya, adik kecil, kenapa kau begitu marah? Aku juga lapar," ujar Bai Jing santai, lalu dengan tanpa basa-basi langsung duduk di kursi paling dekat dengan He Yu. "Aku hanya ingin memintamu untuk tidak terlalu banyak menggunakan minyak. Ini sudah larut malam, aku takut jadi gemuk."

Xie Xue menatapnya tajam lalu dengan sengaja menghentakkan tangannya ke meja sambil berteriak lantang, "Laoban, tambah sepuluh kepala kelinci goreng lagi!"

Bai Jing terkejut. "Kau—!"

He Yu berkata santai, "Buat jadi dua puluh. Aku juga mau."

Bai Jing hanya bisa terdiam.

Memanggang sate adalah keterampilan yang mudah dipelajari tetapi sulit dikuasai. Tulang rawan ayam yang sama tidak akan terasa sama lezatnya jika dimasak oleh tangan yang berbeda—seolah ada sesuatu yang kurang. Namun, hanya dengan satu gerakan lengan sang pemilik kedai dan sedikit goyangan tusuk bambu, lemak berlebih dari tulang rawan ayam yang telah dipanggang hingga keemasan mulai menetes ke arang, menciptakan reaksi kimia yang luar biasa.

Aroma lemak yang terbakar menyebar di udara, berpadu dengan percikan api yang menyala ketika sang pemilik kedai bekerja. Di balik kepulan asap hitam, ia tampak seperti seorang ahli masak yang terpencil; hanya dengan sedikit kembang hidung dan satu hirupan ringan, ia dapat mengenali aroma khas yang menandakan saat yang tepat untuk mengangkat sate dari panggangan.

Kemudian, ia menyusun hidangan dan meletakkannya di atas meja, menyajikan makanan selagi masih panas. Persiapannya dilakukan dengan sempurna, hingga ke tingkat panas yang digunakan untuk setiap tusuk sate, seolah-olah hidangan sederhana ini adalah mahakarya pribadi seorang koki kelas dunia. Jika dipanggang sedikit lebih singkat, dagingnya akan kurang matang; jika terlalu lama, akan menjadi keras. Namun, sate-sate ini dipanggang dengan tingkat kematangan yang sempurna—renyah di luar, gurih dan lembut di dalam, setiap gigitan yang harum seakan mencair seperti serpihan salju di mulut.

Xie Xue bisa dibilang pelanggan tetap di restoran ini dan telah memesan satu meja penuh dengan berbagai sate. Meja kecil yang ditutupi taplak plastik tipis itu hampir tak mampu menahan berat makanan yang disajikan. Sementara ia sibuk menikmati berbagai hidangan lezat, Bai Jing tetap berusaha mempertahankan citranya, seolah-olah sedang menampilkan teknik opera Sichuan yang khas: berganti wajah seketika.

"Sepertinya Tuan Muda He bukan penduduk asli Huzhou seperti aku?" Bai Jing mengedipkan bulu mata ekstensi miliknya, sementara bibirnya yang dilapisi lipstik berkilauan melengkung dalam senyuman lebar. "Aksenmu tidak terdengar seperti itu."

He Yu tersenyum dan bertanya, "Nona Bai, apakah kau sedang memeriksa kartu keluarga milikku?"

"Aiya, tentu tidak, tentu tidak." Bai Jing buru-buru melambaikan tangannya, dengan canggung merapikan rambutnya. "Um, aku menyelesaikan gelar pascasarjanaku di Sekolah Manajemen Bisnis, Universitas Ekonomi Yanshi. Bahasa Mandarinku terdengar cukup standar, jadi aku penasaran apakah kau berasal dari utara."

"Kau pasti mahasiswa yang sangat berbakat." He Yu tersenyum dengan anggun sambil memilih satu kepala kelinci dari nampan sate—satu yang matanya masih terbuka lebar, seakan meninggalkan keluhan terakhirnya yang belum tersampaikan.

Tidak yakin apakah pujian itu tulus atau tidak, Bai Jing terus berbicara, "Benar, alasan utamaku bekerja di bagian penjualan adalah untuk mendapatkan pengalaman agar bisa dipromosikan menjadi manajer di masa depan. Aku bisa belajar banyak dengan bekerja di garis depan, dan aku sudah melayani banyak selebritas serta CEO. Beberapa hari yang lalu, aku bahkan bertemu seorang aktor, yang membintangi drama TV yang sedang tayang di jam utama—"

Kres. Dengan sekali gigitan, gigi putih bersih He Yu meremukkan tengkorak kepala kelinci itu menjadi serpihan.

Ucapan Bai Jing terhenti seketika. Rasanya seolah He Yu baru saja menerkam dan menggigit tenggorokannya sendiri, meninggalkan sisa-sisa kata yang tak terselesaikan dalam dirinya. Ia tiba-tiba merasakan sedikit nyeri di lehernya.

He Yu tersenyum tipis. Baru saat itu Bai Jing menyadari bahwa ia memiliki taring yang tajam. Tidak terlalu mencolok—hanya ujungnya yang terlihat samar di balik bibir tipisnya ketika ia menyeringai miring—sehingga ia tidak menyadarinya sebelumnya. Dengan ketenangan sempurna, He Yu menikmati otak kelinci itu dengan perlahan.

"Nona Bai, silakan makan sambil mengobrol. Kau sudah ikut bersama kami, tentu tak baik kalau kau kelaparan. Ataukah kau tidak suka kepala kelinci?"

Bai Jing buru-buru melambaikan tangannya, "A-aku biasanya tidak makan banyak, hanya beberapa teguk Coke saja sudah cukup membuatku kenyang, aku tidak perlu…"

"Oh, begitu?" He Yu melemparkan tulang kepala kelinci yang sudah hancur ke piringnya dan tersenyum. "Sayang sekali."

Di akhir makan malam mereka, meskipun Bai Jing berusaha menahan diri, ia tetap tak bisa melawan godaan dan mencoba menambahkan He Yu ke kontak WeChat-nya. Melihat hal ini, Xie Xue akhirnya tak tahan lagi. Perempuan ini adalah calon pasangan kencan buta kakaknya—kenapa ia malah menambahkan WeChat He Yu?! Betapa tidak tahu diri!

Dengan amarah yang meluap, Xie Xue berkata, "Maaf sekali, tapi dia tidak bisa memberikan WeChat-nya kepadamu."

"Kenapa? Kau pacarnya?"

"A-aku bukan!" Xie Xue balas dengan geram. Ia segera mengarang sesuatu. "Tapi He Yu sudah punya pacar! Seorang wanita cantik luar biasa dengan kepribadian yang sangat galak dan gampang cemburu. Dia jauh lebih tua dari He Yu dan mengawasinya dengan ketat. Kalau He Yu melawan, dia langsung menamparnya, dan setiap kali kami keluar, dia menyuruhku mengawasi He Yu. Bukankah begitu, He Yu?!"

Jawaban He Yu terdengar datar. "Yang kau bicarakan itu agen khusus dari NBIS."

Sial!

Xie Xue langsung menginjak kakinya di bawah meja dengan kesal.

He Yu berkata, "Aku tidak punya pacar seperti itu. Aku juga tidak suka wanita cantik yang super pencemburu dengan kepribadian galak."

Sialan!

Xie Xue menginjaknya lebih keras lagi—sampai kakinya sendiri mulai terasa sakit. Saat melihat ke bawah, hebat! Rupanya, sejak tadi yang diinjaknya adalah kaki meja.

Tanpa mengubah ekspresi, He Yu menarik kembali kakinya yang bersandar di rangka meja, lalu dengan santai mengambil beberapa tusuk sate yang dilapisi bubuk lada Sichuan dan meletakkannya di piring Xie Xue. Kemudian, ia beralih ke Bai Jing, yang masih terlihat penuh harapan, dan berkata, "Namun, Nona, aku memang sudah memiliki seseorang yang kusukai. Karena itu, aku tidak sembarangan menambahkan perempuan ke WeChat. Mohon pengertiannya."

Ekspresi Bai Jing langsung berubah kecewa. "Kita bahkan tidak bisa berteman biasa?"

Kali ini, bahkan senyum setengah hati He Yu pun menghilang. Dalam sekejap, kesan ramah dan muda yang ia pancarkan lenyap begitu saja saat ia menatap gadis itu dengan tenang.

"Terima kasih, tapi kurasa kita berasal dari dunia yang berbeda."

Dengan satu kalimat sederhana ini, He Yu telah menghilangkan segala peluang Bai Jing untuk keluar dari situasi canggung ini dengan harga diri utuh. Sejenak, suasana menjadi begitu tegang.

He Yu mengambil serbet dan mengelap minyak dari jari-jarinya satu per satu, lalu melemparkan serbet itu ke atas meja. Dengan tatapan sekilas yang acuh tak acuh kepada gadis yang terdiam di sebelahnya, ia berkata santai, "Aku mau cuci tangan dulu."

Tidak semua orang di dunia ini benar-benar bebal dan tak bisa menangkap maksud tersirat. Bai Jing jelas menerima pesan itu dengan sangat jelas—lelaki tampan dan kaya ini hanya memandangnya dengan dingin tanpa sedikit pun ketertarikan. Dan wanita Xie itu, setelah semua yang terjadi, juga tidak punya keinginan untuk berbasa-basi lagi dengannya. Tak tahan dengan rasa malu yang menyelimuti, Bai Jing akhirnya mencari alasan lemah dan pergi dari meja dengan kekalahan.

Beberapa saat kemudian, He Yu kembali dan mendapati kursi Bai Jing sudah kosong. Ia hanya mengangkat alis, tapi sama sekali tidak repot menanyakan ke mana gadis itu pergi. Dengan santai, ia duduk di samping Xie Xue seolah tak terjadi apa-apa.

Xie Xue memutar matanya dan mengumpat Bai Jing beberapa kali lagi sebelum akhirnya mulai menggigit tusuk sate tulang rawan ayam. Sambil menikmati makanannya, ia menoleh ke He Yu dan bertanya, "Kau tadi bilang ada seseorang yang kau suka? Kau serius? Siapa?"

"Aku hanya bercanda."

Xie Xue menepuk dadanya lega dan menyesap birnya lagi, kali ini dengan tegukan kecil.

"Oh, kau benar-benar membuatku ketakutan tadi…"

Gerakan tangan He Yu terhenti sejenak saat ia menatap profil gadis itu yang begitu terbuka dan jujur.

"Apa yang kau lihat?"

"Kau takut aku menyukai seseorang?"

"Tentu saja."

"Kenapa?"

"Karena aku masih lajang. Jika kau menjalin hubungan, aku tidak akan bisa sering menghabiskan waktu denganmu lagi, bukan?"

…Alasan macam apa itu?

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Xie Xue.

He Yu mengulurkan tangan, dengan lembut menyeka bubuk lada hitam yang menempel di sudut bibir Xie Xue tanpa ia sadari. Ekspresinya kembali tenang, lalu ia bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Bagaimana bisa kau berantakan seperti ini hanya karena makan barbeque?"

Sebenarnya, He Yu sudah lama ingin menyatakan perasaannya. Sejak kembali dari luar negeri, ia telah berencana untuk mengungkapkan isi hatinya. Namun, setelah dipikirkan dengan saksama, ia merasa bahwa pernyataan cinta seharusnya menjadi momen yang sakral dan serius. Ia tidak ingin mengungkapkan perasaannya yang telah lama ia pendam hanya karena dorongan sesaat di tengah jalanan yang ramai.

Jadi, ia mengalihkan pembicaraan. "Seharusnya kau tidak membiarkan kakakmu pergi kencan buta dengan gadis-gadis muda seperti itu di masa depan. Dia sudah tidak muda lagi, dan kepribadiannya begitu kaku hingga bahkan wanita seusianya pun tidak tahan dengannya, apalagi gadis-gadis muda seperti itu. Perbedaan generasi antara dia dan gadis tadi terlalu jauh."

"Mengapa kau menjelek-jelekkan kakakku? Bukannya dia tidak pernah berbuat buruk kepadamu!"

He Yu berkata, "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."

"Seolah-olah!"

He Yu memutar matanya, heran dengan bagaimana Xie Xue begitu memuja kakaknya. "Serius, coba lepaskan kacamata berwarnamu dan lihat lebih jelas. Kakakmu itu sudah pria tua yang bercerai. Cukup jika ia bisa menemukan seseorang yang baik dan berkepribadian baik. Gadis yang terlalu muda tidak akan cocok dengannya."

"Tidak usah membuang-buang napas. Kakakku begitu tampan dan luar biasa, mengapa dia harus puas dengan seseorang yang biasa saja?"

"Iya, dia memang tampan, tapi sepanjang hari hanya memandang orang lain dengan tatapan merendahkan, seolah-olah mereka berhutang sesuatu padanya."

Saat ini, seakan wajah datar Xie Qingcheng muncul di depan He Yu. Ia teringat bagaimana pria itu sedikit membuka mulutnya, mencondongkan tubuh ke depan, dan menggigit sedotan dengan giginya.

Sikapnya saat itu persis seperti seorang CEO yang menerima pelayanan asistennya dengan angkuh—padahal ia bahkan tidak punya uang untuk membayar biaya pengobatan. Bagaimana bisa dia begitu tenang, begitu arogan, begitu sarkastik?

Hanya dengan memikirkannya saja, He Yu merasa jengkel. Ia bertanya-tanya, apa yang bisa ia lakukan untuk menghancurkan ketenangan "Eksekutif Xie" itu? Apa yang bisa membuat ekspresinya kehilangan keseimbangan, membuat wajahnya dipenuhi keterpurukan dan rasa malu?

Namun, mungkinkah wajah Xie Qingcheng benar-benar bisa menunjukkan kelemahan seperti itu?

He Yu belum pernah melihatnya sebelumnya. Setelah merenung sejenak, ia menyadari bahwa bahkan membayangkannya pun sulit.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Kakakmu," jawab He Yu tanpa sadar.

"Ah?"

"Aku sedang berpikir apakah pernah ada saat di mana kakakmu benar-benar tak berdaya, kehilangan kendali, dan dikalahkan oleh orang lain."

"Oh, lupakan saja. Kau bisa menyerah pada pemikiran itu karena aku tidak pernah melihatnya seperti itu. Dage-ku luar biasa; dia sangat tenang dan kuat. Sekarang, dia selalu mengenakan setelan jas dan membawa buku, tetapi saat seusiamu dulu, dia adalah petarung terbaik di lingkungan kami. Pernah suatu kali, sekelompok preman menggangguku, dan dia mengambil pipa baja lalu mengalahkan belasan orang sendirian sebelum menyeret mereka ke kantor polisi. Setelah itu, para preman kecil itu hampir sujud di kakinya seperti karpet untuk dia injak, membungkuk dan memanggilnya 'Ge.' Yah, kecuali satu orang… Tapi itu cerita lain, jadi tidak dihitung."

Melihat matanya berkilauan penuh kekaguman, He Yu justru semakin kesal. Ia tertawa kecil. "Kenapa kau masih sama seperti saat kecil? Begitu kakakmu disebut, wajahmu langsung bersinar penuh kekaguman. Rasanya seolah-olah kakakmu adalah penyelamatmu."

"Tapi memang benar! Kau tidak tahu betapa sulitnya baginya untuk menjadi ayah, ibu, sekaligus kakak bagiku dan membesarkanku seorang diri…"

"Nah, kau juga anak yang baik dan tidak terlalu merepotkannya."

"…Ah, aku tidak sebaik itu. Dia sepuluh kali lebih hebat dariku." Xie Xue menggelengkan kepala sambil makan sate. "Aku bukan apa-apa dibandingkan dengannya."

Di tengah hiruk-pikuk restoran, mereka berbincang. Melihat sikapnya yang merendah, He Yu merasa hal itu agak menggelikan. Ekspresinya perlahan melunak. Ia berpikir, pasti bukan hanya dirinya yang menyukai gadis sebaik ini.

Ia benar-benar tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Malam itu, He Yu tidak kembali ke asramanya. Sudah terlalu larut, dan ia tidak ingin mengganggu teman sekamarnya. Setelah mengantar Xie Xue kembali ke asrama dosen, ia meminta sopirnya menurunkannya di sebuah hotel yang sering ia kunjungi. Setelah mandi, ia berbaring di atas bantal bulu angsa yang empuk.

"Aku sudah kembali, apakah kau…"

Jarinya dengan cepat mengetik di layar ponsel, tetapi pikirannya tersendat di tengah jalan.

Pada akhirnya, He Yu menghela napas dan menghapus kata-kata di kotak pesan. Ia menatap foto profil beruang berjalan sambil tidur selama beberapa saat, lalu mengirim pesan yang paling sederhana.

"Selamat malam."

Tepat ketika ia hendak mematikan ponselnya, terdengar bunyi notifikasi. Mengira itu balasan dari Xie Xue, He Yu langsung mengambil ponselnya kembali.

Namun, pesan itu justru datang dari "penyelamat" itu. Itu adalah pemberitahuan transfer bank.

"Tadi di rumah sakit, batas e-banking-ku tercapai. Sekarang sudah kuurus, jadi ini uang untuk tagihan rumah sakit."

He Yu selalu membenci cara Xie Qingcheng bertindak seperti ini. Ditambah lagi, karena pesan itu bukan balasan dari Xie Xue yang ia harapkan, jawabannya pun menjadi semakin dingin.

"Aku hanya menyelamatkan nyawa seseorang. Kenapa kau harus membayarku kembali?"

Xie Qingcheng juga tidak menyukai cara He Yu bersikap seperti itu, tetapi ia terlalu malas untuk berdebat, jadi ia hanya menjawab, "Kalau begitu, anggap saja sebagai biaya jasa."

"Apa?"

"Biaya jasa karena sudah mengantarku. Bahkan jika aku mencari sopir lain saat itu, aku tidak akan bisa menemukan sopir yang sekuat dan semuda dirimu, yang begitu terampil dalam menginjak pedal gas."

He Yu terdiam.

Sungguh mengesankan.

Berapa banyak orang di dunia ini yang benar-benar berani menggunakan Tuan Muda He sebagai sopir dan kemudian membayarnya dengan biaya jasa?

Selain itu, mengapa terdengar seperti biaya prostitusi?!

Ekspresi He Yu menjadi gelap. Ia hendak membalas pesan itu ketika tanpa sengaja keluar dari percakapan dan melihat jendela chat dengan Xie Xue.

Ia kembali teringat mata Xie Xue yang berbinar saat berbicara tentang Xie Qingcheng, serta kata-kata yang diucapkannya, "Kau benar-benar tidak tahu betapa sulitnya baginya untuk membesarkanku seorang diri…"

Ia terdiam sejenak.

Sudahlah. Bagaimanapun juga, dia adalah kakaknya.

Maka, He Yu membalas, "Sama-sama, Xie-ge. Hubungi aku kapan saja jika kau membutuhkanku lagi di masa depan. Aku akan memastikan perjalananmu nyaman, kepuasan terjamin."

"Tunjukkan dulu laporan klaim asuransi mobilmu saat kau berada di luar negeri, baru kita bisa bicara."

Ekspresi He Yu kembali menggelap. Seharusnya sejak awal ia tidak perlu bersikap sopan!

Ponselnya kembali berbunyi.

Kali ini, bukan dari Xie Qingcheng, melainkan Xie Xue.

"Selamat malam! Terima kasih untuk hari ini."

Xie Xue keluar dari kamar mandi di asrama dosen Universitas Huzhou, menguap sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk. Saat mengambil ponselnya, ia langsung melihat pesan "selamat malam" dari He Yu. Ia tidak bisa menahan senyum saat membalasnya.

Kemudian, ia duduk di mejanya dan membuka buku catatannya. Meskipun di era ini hampir tidak ada yang mencatat kehidupan sehari-hari dalam buku fisik, masih ada beberapa orang eksentrik yang mempertahankan kebiasaan nostalgis ini—berlama-lama di masa lalu ditemani tinta pekat, pena tajam, dan kertas kuning pudar.

Xie Xue meningkatkan kecerahan lampu di mejanya dan mulai menulis entri buku hariannya sebelum tidur.

"Hari ini, kakakku pergi kencan buta lagi, tetapi aku tidak menyukai gadis itu, kurasa..."

Ia menulis lebih dari lima ratus kata. Mungkin karena ia membahas kehidupan cinta Xie Qingcheng, pikirannya pun melayang pada fakta bahwa hingga kini ia masih sendiri.

Xie Xue menghela napas, menatap langit malam di luar jendelanya yang diterangi cahaya lampu jalan yang berkedip-kedip.

Ia berbeda dari kakaknya. Xie Qingcheng adalah seseorang yang telah kehilangan kepercayaan pada cinta dan pernikahan. Ia terlalu rasional dalam menjalani hidup, dan mata indahnya yang berbentuk kelopak bunga persik selalu memandang orang lain dengan sedikit ketidaksabaran.

Namun, ia memiliki seseorang yang ia sukai.

Sebuah sosok samar muncul dalam benaknya. Sejak kecil, orang itu sering berada di dekatnya—begitu dekat, namun terasa begitu jauh.

Ia tahu betul bahwa mereka berasal dari dunia yang berbeda, bahwa kesenjangan antara lingkungan sosial dan status mereka adalah jurang yang tak terlampaui—belum lagi fakta bahwa ia lebih tua darinya…

Namun kini, mereka berdua berada di Universitas Huzhou, dan ia menyadari bahwa tidak sedikit gadis yang tertarik pada He Yu. Mereka datang silih berganti, berusaha mendekatinya lebih cepat daripada gandum yang bergoyang tertiup angin sebelum musim panen tiba.

Jika ia tidak segera mengungkapkan perasaannya, ia akan kehilangan kesempatan. Jika mereka melewatkan satu sama lain begitu saja, mungkin di masa depan ia akan menyesalinya, lalu berakhir seperti kakaknya—bertengkar karena hal-hal sepele dengan seseorang yang sebenarnya tidak benar-benar ia cintai, mengucapkan janji yang tak tulus, lalu melangkah ke dalam kuburan pernikahan.

Kemudian, suatu hari, mungkin ia juga akan menemukan dirinya terlahir kembali seperti mayat yang bangkit dari kuburnya, kembali sendirian dan terpaksa menjalani kencan buta hanya demi menyenangkan orang tua.

Ada saat-saat ketika Xie Xue benar-benar tidak tahan melihat kakaknya seperti ini. Ia merasa bahwa Xie Qingcheng hidup lebih banyak untuk orang lain. Meskipun sering mengatakan bahwa ia tidak peduli dengan pendapat orang lain, kenyataannya, ia adalah orang yang paling peduli terhadap keluarga dan teman-temannya.

Xie Qingcheng menjalani kehidupan yang sangat penuh tekanan.

Bukan berarti Xie Xue tidak pernah mencoba berbicara dengannya, tetapi setiap kali ia hendak mengutarakan sesuatu, kakaknya akan langsung menatapnya tajam dan menyuruhnya belajar dengan baik serta fokus pada masa depannya sendiri. Atau, ia akan menegurnya karena mencampuri urusan orang dewasa dan berkata, "Apa yang kau tahu, anak kecil sepertimu?"

Padahal, sebenarnya, orang yang paling tidak memahami perasaan adalah Xie Qingcheng sendiri. Meskipun telah menjalani hampir setengah hidupnya, ia hanya memiliki satu pengalaman pernikahan yang berakhir dengan kegagalan besar.

"Aku ingin mencoba mengungkapkan perasaanku kepada orang yang kusukai. Sejak kecil, Gege selalu mengatakan kepadaku untuk berani, dan menurutku ini sama saja. Entah berhasil atau tidak, setidaknya aku sudah melakukan yang terbaik. Dan ketika aku mengingatnya di masa depan, aku tidak akan menyesal."

Setelah menuliskan kalimat terakhirnya, Xie Xue menutup buku catatannya.

Yang tidak ia ketahui adalah bahwa di sebuah suite hotel beberapa mil jauhnya, He Yu sedang memikirkan hal yang sama...


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C9
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Paragraph comments

Login