portal biru itu memancarkan cahaya yang seakan menyelimuti seluruh ruang kuil. Eryan dan Elyon saling memandang sejenak, terpesona oleh kilauannya yang misterius. Namun, ada ketegangan yang mengalir di antara mereka—sebuah perasaan bahwa mereka sedang berdiri di ambang sesuatu yang besar, sesuatu yang tak bisa mereka hindari.
Eryan melangkah pertama kali, tanpa ragu, meskipun dadanya terasa sesak dengan keraguan yang tak bisa ia ungkapkan. Elyon mengikuti, sedikit lebih lambat, tetapi tak kalah teguh. Keduanya berjalan ke arah cahaya itu, langkah mereka semakin mantap, seiring perasaan bahwa mereka sudah tak bisa mundur lagi.
Saat mereka melangkah melewati ambang pintu, dunia di sekitar mereka berubah dalam sekejap.
Mereka berdiri di sebuah lembah yang luas, dikelilingi oleh pegunungan tinggi yang tak tampak ujungnya. Langit di atas mereka berwarna ungu gelap, dengan bintang-bintang yang lebih terang dari biasanya, seakan memberi mereka panduan menuju tujuan yang tak diketahui. Di tengah lembah itu, sebuah kota besar tampak berdiri, dengan tembok-tembok batu besar yang mengelilinginya, seperti benteng yang tak bisa ditembus.
"Ini... bukan tempat yang aku kenal," gumam Elyon, menatap kota itu dengan perasaan aneh. "Tapi kenapa aku merasa seperti... kita pernah ke sini sebelumnya?"
Eryan tidak menjawab, tetapi matanya tertuju pada sesuatu di kejauhan. Sebuah menara besar berdiri tegak di tengah kota, menjulang tinggi ke langit dengan puncak yang hampir menyentuh awan. Sesuatu tentang menara itu terasa familiar, meskipun ia tidak bisa mengingat mengapa.
Tiba-tiba, suara berderak keras terdengar dari arah menara, dan sebuah bayangan besar muncul di pintu gerbang kota. Eryan dan Elyon terperangah melihat sosok itu—seorang pria besar dengan pakaian bertuliskan simbol yang sangat mereka kenal. Simbol keluarga mereka, simbol Kaelen.
"Siapa itu?" tanya Elyon, suaranya penuh kecemasan.
Eryan mengamati sosok pria itu dengan hati-hati. "Itu... salah satu dari pengikut ayah kita."
Pria itu berjalan ke arah mereka dengan langkah berat, matanya menatap mereka penuh perhitungan. Saat dia mendekat, mereka bisa melihat dengan jelas wajahnya—wajah yang dipenuhi luka dan bekas pertempuran, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam di balik mata itu. Sesuatu yang mengingatkan mereka pada kekuatan yang jauh lebih besar dari sekadar seorang pejuang.
"Akhirnya kalian datang," kata pria itu dengan suara dalam dan tegas. "Aku sudah menunggu kalian."
Eryan dan Elyon berhenti sejenak, masing-masing merasakan ketegangan yang semakin memuncak. "Apa maksudmu?" tanya Eryan, mencoba mengendalikan suaranya yang bergetar.
Pria itu tersenyum kecil. "Aku adalah penjaga gerbang menuju inti kekuatan yang kalian cari. Hanya dengan melalui aku, kalian bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan untuk kalian."
"Inti kekuatan?" ulang Elyon, bingung. "Apa yang kamu bicarakan?"
Pria itu mengangguk, seolah mengerti kebingungannya. "Ayah kalian, Lord Kaelen, telah menciptakan jalan ini untuk kalian. Semua yang terjadi, semua yang kalian alami, adalah bagian dari rencana besar untuk membentuk kalian menjadi lebih dari sekadar manusia. Kalian adalah kunci untuk mengubah dunia, dan kalian harus melalui gerbang ini jika ingin memahami kekuatan sejati yang ada dalam diri kalian."
Eryan menatap pria itu dengan tajam. "Apa yang kau inginkan dariku? Daripada kami?"
Pria itu hanya tertawa pelan, seakan menyadari kebingungannya. "Aku hanya penjaga. Aku bukanlah musuh. Tapi kalian harus menghadapinya jika ingin melangkah lebih jauh."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari arah menara, dan sejumlah orang muncul dari dalam bayang-bayang. Mereka mengenakan jubah gelap, dengan wajah yang tak bisa dikenali. Mereka berjalan cepat menuju Eryan dan Elyon, dan Eryan bisa merasakan aura kekuatan yang tak biasa dari mereka. Mereka bukan sekadar pejuang biasa—mereka adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar.
"Siapa mereka?" tanya Elyon, suaranya tegang.
Pria penjaga itu menjawab dengan tenang. "Mereka adalah Pengikut Takdir. Mereka telah dipilih untuk menguji kalian, untuk memastikan kalian layak untuk melanjutkan perjalanan ini."
Eryan menggenggam erat belatinya, sementara Elyon bersiap dengan pedangnya. Mereka tahu, ini bukan ujian biasa. Ini adalah pertarungan yang akan menguji segalanya—bukan hanya kekuatan mereka, tetapi juga takdir yang mengikat mereka.
"Ayo, hadapi kami jika kalian ingin melanjutkan perjalanan ini," kata salah satu Pengikut Takdir, suaranya penuh tantangan.
Eryan dan Elyon saling berpandangan, lalu tanpa kata-kata lagi, mereka maju bersama, siap untuk menghadapi ujian yang akan menentukan nasib mereka.