Dengan segala kekuatan yang bisa kugunakan, aku menendang selangkangannya keras. Bukan sekali, bukan dua kali, tetapi selusin kali. Memastikan hak sepatu stiletto-ku menghantam biji pria itu.
Dia terjatuh dari kursinya, merintih kesakitan, tidak bisa mengambil pistol yang jatuh di luar jangkauannya. Serangan itu pasti sangat sakit, jika tidak, seorang pria kekar seperti dia tidak akan menangis kesakitan.
Memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri, aku meraih kunci mobil yang jatuh di atas kursi yang kusut itu. Aku keluar dari mobil, mengeluarkan anak itu dari kursi belakang, dan mengunci pria itu di dalam mobil.
Aku lelah, lemah, dan haus. Tapi keinginan kuatku untuk bertahan hidup memberi ku kekuatan yang cukup untuk berlari sambil menyeret anak itu di sampingku. Anak itu tidak bersuara. Tidak mengeluh. Aku menunggu dia menangis dan menggerutu seperti anak seusianya, tapi dia tidak melakukannya.