Pelajaran olahraga hari ini telah berakhir, seluruh siswa kelas 1-E dibubarkan oleh Pak Smith.
Ah, aku ingin berbicara dengan Fisa sekarang.
Dimana dia?
Biasanya dia selalu mendekatiku, tapi sekarang dia tidak terlihat dalam pandanganku.
Jika sudah begini, maka harus aku sendiri yang mendekatinya.
Aku akan mencarinya, mungkin dia masih ada di sekitar lapangan olahraga.
Kurasa aku akan menjalani hari ini dengan sedikit serius, karena hari ini juga, aku akan menyelesaikan masalah yang telah mengganggu Fisa.
Sebagai awalan, aku harus mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Charles untuk datang ke tempat tertentu.
Tentu saja aku harus melakukannya tanpa ketahuan oleh Fisa.
Jika sudah ketahuan, maka aku tidak memiliki pilihan lain selain menjelaskannya, mungkin juga dengan sedikit pemaksaan.
Yah, ini sedikit sulit, tapi aku yakin kalau aku bisa melakukannya.
"Satomi, apa kau sudah cukup tidur?"
Saat aku sedang berusaha mencari Fisa, tiba-tiba Cika datang menegurku.
"Ya, kurasa tidak ada masalah lagi."
"Baguslah, lalu apa yang kau lakukan disini?"
"Aku sedang mencari Fisa, apa kau tahu dimana dia sekarang?"
"Fisa? Kalau tidak salah, dia sedang berada di H's Cafetaria bersama Lina dan yang lainnya."
"Begitu ya? Apa kau tidak bergabung dengan mereka?"
"Untuk saat ini, aku tidak ingin bersama mereka."
"Kenapa?"
Saat aku bertanya alasannya tidak ingin bersama Lina dan yang lainnya, Cika tertunduk diam.
"Itu karena kau, Satomi. Dan juga ... tidak, lupakan saja."
Sudah kuduga, tindakan yang kulakukan saat itu memang kurang tepat, dan sekarang Cika terkena imbasnya karenanya.
"Maaf, Cika. Ini salahku!"
Aku pun meminta maaf padanya atas tindakan yang telah kulakukan.
"Bagaimana, ya? Jika kau jujur padaku, mungkin aku bisa memaafkan mu."
"Jujur? Tentang apa?"
"Tentang apa yang kau sembunyikan saat ini."
Aku sedikit tidak menyangka kalau berurusan dengan Cika bisa menjadi hal yang rumit.
Sejauh mana dia mengetahuinya?
Kuharap dia tidak mengetahui tentang rencana yang akan aku jalankan.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."
"Jangan berpura-pura bodoh! Kau menyukai Fisa bukan?"
Oh, untungnya hanya tentang itu.
Tidak ada cara lagi untuk mengelak jika tentang itu, jadi mungkin aku akan jujur padanya.
"Ya, kau benar. Aku sangat menyukainya."
"Sudah kuduga, jadi alasan kau memanggil ku untuk bicara karena mengkhawatirkannya bukan? Dan mungkin kau ingin bertanya tentang beberapa hal yang aku ketahui tentangnya."
"Ya, bisa dibilang seperti itu."
"Astaga, kenapa kau tidak mengatakannya dari awal? Padahal aku bisa membantumu, tapi dengan satu syarat."
Aku sudah jujur padanya dan sekarang aku ingin menjalankan rencana yang telah kusiapkan, jadi tentu saja aku ingin segera lepas dari Cika sekarang.
Syarat?
Aku tidak peduli dengan itu.
Karena tanpa dibantu olehnya, aku yakin kalau aku bisa berpacaran dengan Fisa.
"Maaf, Cika. Aku harus pergi!"
Aku tahu pembicaraannya belum berakhir, tapi aku tetap pergi meninggalkannya.
Mungkin ini sedikit tidak sopan, tapi aku harus melakukannya.
Sekarang, aku terpikir rencana lain yang lebih baik ketimbang mengambil ponsel Fisa secara diam-diam.
Sebagai awalan, aku ingin membeli sarung tangan yang cukup murah terlebih dahulu, lalu aku akan menemui Charles setelahnya.
Untuk apa aku menggunakan sarung tangan?
Itu akan terjawab nanti.
Kemudian, aku pergi ke pusat perbelanjaan hanya untuk membeli sarung tangan.
"Apa hanya ini pesanan anda?"
Kasir ini bertanya padaku.
"Ya."
"Baiklah, totalnya adalah 3 point!"
"Ini."
"Terima kasih, silahkan datang lagi nanti!'
Selesai dengan urusan kasir ini, aku pun pergi meninggalkannya dan keluar dari pusat perbelanjaan.
Aku telah membeli sarung tangan kualitas sedang dengan harga 3 point, dan kupikir ini lumayan berguna untuk rencana ku.
Yah, selanjutnya.
Eh, tunggu.
Sepertinya aku merasakan sesuatu yang buruk tentang Fisa.
Bahkan firasat ku sendiri mengatakan kalau aku harus pergi ke H's Cafetaria sekarang.
Kenapa?
Sebenarnya ini sangat jarang terjadi.
Terakhir aku merasakannya, mungkin beberapa tahun yang lalu.
Perasaan gelisah, perasaan tidak tenang, aku dapat merasakannya lagi sekarang.
Ah, aku mengerti.
Aku memang harus mengikuti firasat ku dan pergi ke H's Cafetaria.
Setelah puluhan menit berlalu, akhirnya aku sampai disana.
Aku masih merasakannya sekarang.
Bahkan saat diperjalanan, aku juga merasakan hal yang sama.
Ya, tidak salah lagi, aku merasa khawatir pada Fisa.
Lalu aku pun masuk ke dalamnya dan benar saja, aku melihat beberapa teman sekelas ku berada di sini, termasuk Lina, Cika, Danna, Wijaya, Fisa dan terakhir adalah Charles.
Karena posisi duduknya Fisa menghadap pintu tempatku masuk, tatapan mata kami pun bertemu.
Ah, sekarang apa lagi?
Setelah melihat Fisa yang menunjukkan ekspresi tidak seperti biasanya, aku kembali merasakan sesuatu yang meluap-luap dalam diriku sendiri.
Apa aku merasa kesal sekarang?
Entahlah, itu tidak penting.
Aku harus mementingkan Fisa untuk sekarang.
Kemudian aku pun mendekatinya.
"Satomi? Kau datang juga, ya?"
Orang pertama yang menegurku adalah Cika.
"Sayang sekali, Satomi."
Jadi lelaki ini yang bernama Charles?
Yah, dia memang orang yang sama seperti saat itu.
Dia dengan sombongnya menatap ke arahku seolah-olah menunjukkan kalau dia memiliki Fisa sepenuhnya.
"Ada perlu apa, Satomi?" (Lina)
"Jangan mengacau! Kami sedang berdiskusi untuk ujian atletik nanti." (Danna)
"Jika tidak ada keperluan, bisa kau pergi sekarang? Kami tidak memerlukan orang bodoh sepertimu." (Wijaya)
"Sa..." (Fisa)
Fisa terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi dia mengurungkan niatnya itu.
Yah, sepertinya aku tidak diterima dengan baik oleh mereka.
Kurasa tidak masalah, karena aku juga tidak peduli.
"Kalian semua, jangan mengatakan hal seperti itu pada Satomi! Tidak ada orang yang terlahir bodoh, dan kupikir dia hanya perlu lebih banyak belajar agar menjadi lebih pintar."
Aku sedikit tidak menyangka kalau Cika membela diriku.
Ngomong-ngomong, kau benar, Cika.
Tidak ada orang yang terlahir bodoh, karena semuanya memiliki bakat dan kemampuannya tersendiri.
"Begitulah, Satomi. Kau sudah dibuang oleh mereka sekarang, bahkan Fisa juga sudah menjadi milikku."
"Begitu ya?"
"Karena kau sudah dibuang, bisa kau pergi sekarang?"
"Ya, aku akan pergi jika kau juga pergi."
"Hah?! Apa maksudmu?!"
Charles menatap ku sambil merasa kesal.
"Walaupun aku dibuang, setidaknya aku lebih baik dari orang yang membuang dirinya sendiri."
Aku terus memprovokasinya.
"Sialan, kau!!"
"Kau marah sekarang? Tenanglah sedikit, kita sedang berada di dalam cafe!"
"Charles, jangan membuat keributan!" (Lina)
"Tenanglah, Charles!" (Danna)
"Yah, kalau begitu aku pergi sekarang, tapi sebelum itu biarkan aku mengatakan satu hal ini. Charles, sampai sekarang kau masih membuang dirmu sendiri, dan kupikir itu sangat lucu."
Tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya, aku pergi keluar dari H's Cafetaria.
Tentu saja, aku berjalan secara perlahan menuju tempat sepi.
Tak lama setelah aku keluar, Charles akan mendatangi dan kembali menantang ku.
Aku sangat yakin akan hal ini.
"Hoi, brengsek!! Jangan kira kau bisa pergi setelah mengejekku seperti itu!"
Dan benar saja, dia langsung datang.
"Sepertinya kau sudah memulai langkah awalmu."
"Hah?!"
"Tidak, lupakan saja. Sekarang sebelum semuanya terlambat, bisakah kau mengentikannya? Fisa tidak akan merasa senang jika seperti itu."
"Memangnya kau tahu apa tentangnya?! Hanya aku saja yang dapat mengerti tentang dirinya! Kau itu hanya orang aneh, jadi jangan berani menghalangi ku!"
"Hanya kau yang dapat mengerti? Itu cukup aneh, bukankah kau hanya menganggapnya sebagai objek sempurna? Apakah kau perlu memahami objek sempurna mu itu lebih jauh?"
"Jangan bicara lagi! Atau aku akan mengajarmu habis-habisan!"
Padahal aku belum memprovokasi sepenuhnya, tapi sepertinya Charles sudah mencapai batasnya dan dia siap untuk meledak kapan saja.
Yah, apa boleh buat, aku akan meladeninya.
"Kau kira aku akan diam? Maaf, tapi tidak semudah itu."
Aku mengambil sarung tangan yang sudah kubeli dari kantong celanaku dan kemudian memakainya.
"Haha! Kau pasti merasa sangat takut, bahkan kau memakai sarung tangan sekarang!"
Dia tertawa kecil setelah melihat ku memakai sarung tangannya.
"Tidak, bukan begitu. Aku hanya tidak ingin tanganku kotor hanya untuk orang sepertimu."
"Apa kau bilang?! Rasakan ini!!"
Charles mulai meledak dan dia menyerang ku dengan penuh amarah.
Gerakannya sangat mudah untuk dibaca.
Dia hanya melayangkan tangan kanannya untuk menyerang bagian wajahku, dan mungkin dia menyiapkan kakinya juga untuk berjaga-jaga.
Walaupun begitu, gerakannya cukup terlatih, dia juga menutupi semua celahnya dengan baik.
Tapi tetap saja, dia lemah.
Aku akan menunjukkan perbedaan kekuatan antara aku dengan dirinya agar dia bisa mengerti.
Langkah pertama, aku memegangi bagian tangan kanannya yang melayang itu, kemudian aku menangkis serangan dadakan dari kakinya.
"Sial!!"
Charles yang serangannya tidak mengenai sasaran, tentu saja dia merasa kesal.
Kemudian tanpa berlama-lama, aku memukul bagian telinga kanannya agar keseimbangannya tidak terjaga.
Dan benar saja, karena dia tidak seimbang, tak lama kemudian dia terjatuh.
Dengan menerima pukulan di bagian telinga, itu cukup untuk membuatnya pusing dan tidak bisa berdiri lagi.
"UGH!"
Charles berusaha untuk bangkit, tapi dia tidak bisa melakukannya.
"KLAK!"
Saat dia berusaha untuk terus bangkit, tanpa sengaja ponselnya terjatuh dari saku celananya.
Baiklah, ini kesempatan yang bagus.
Langkah selanjutnya, aku akan mengambil ponselnya.
"Sial! Kenapa kau kuat sekali?!"
"Yah, tidak juga, aku hanya menyerang di titik lemah."
"Tidak, tidak! Aku tidak pernah kalah dua kali dengan cara memalukan seperti ini sebelumnya! Terakhir aku merasakannya, paling tidak saat aku baru belajar tentang bela diri."
"Begitu ya? Yah, aku tidak peduli dengan itu."
Aku memainkan ponsel Charles yang sudah kuambil, dan ternyata ponselnya tidak terkunci sama sekali.
Padahal setiap siswa berhak mengunci layar ponselnya sendiri, tapi Charles tidak melakukannya.
Yah, kupikir ini hal yang bagus.
Kemudian aku juga membuka ponsel ku sendiri.
Setelah beberapa saat memainkan ponselnya dan ponsel ku sendiri, aku menunjukkan layar ponselnya pada Charles.
"Apa?! Ini tidak mungkin! Kenapa point ku tersisa 10?! Hoi, apa yang kau lakukan?!"
Dia terlihat panik saat melihat point nya sendiri yang berkurang sangat drastis.
"Entahlah, tapi dengan sisa point seperti ini, bukankah kau akan dikeluarkan jika gagal dalam ujian atletik?"
"Sialan kau!! Bagaimana cara kau melakukannya?!"
"Aku hanya melakukan transfer point."
Transfer point, sesuai dengan aturan sistem point, para siswa dapat memberikan point yang dimilikinya pada siswa lain dengan syarat kedua belah pihak saling menyetujuinya.
Caranya adalah dengan menggunakan nomor ponsel yang sudah terdaftar.
Tentu saja, mereka tidak bisa memberikan seluruh point nya dan harus menyisakan sebanyak beberapa point.
Untuk persetujuan ada memiliki banyak cara, tapi kebanyakan hanya menggunakan sistem terima atau tolak.
Aku menggunakan ponsel Charles untuk melakukan transfer point dan memakai nomorku sendiri sebagai tujuannya.
Dia memiliki 997 point, jadi aku melakukan transfer sebanyak 987 point, lalu aku hanya perlu menekan bagian terima di ponsel ku sendiri.
Dengan begitu, point Charles yang tersisa hanyalah 10 point.
"Ap-apa yang telah terjadi?"
"Kenapa ini bisa terjadi?"
"Apakah aku akan dikeluarkan sekarang?"
"Tidak, aku tidak ingin itu terjadi."
"Tolong jangan keluarkan aku!"
Sekarang, Charles terlihat pasrah sambil terus menggumam tentang dirinya sendiri.
Yah, mungkin aku agak berlebihan.