Mereka bertiga sampai di sebuah hutan. Genta memarkirkan mobilnya di bawah pohon. Setelah membawa semua peralatan, mereka bertiga berjalan menuju titik yang dimaksud.
Evan sudah siap menjadi sukarelawan pertama yang akan masuk ke mesin waktu. Dia sengaja memakai jaket hitam, kacamata hitam, dan masker. Tak ketinggalan arloji milik laki-laki itu ia kenakan. Semua itu ia lakukan supaya Zahra mengira dialah laki-laki yang disukai Zahra. Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah tempat, penuh dengan pohon dan daun-daun yang berguguran.
"Apa kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kalau mesin ini tidak bekerja sebagaimana mestinya?" tanya Dewi.
"Aku ngga tahu pasti. Bisa jadi Evan terdampar di masa yang tidak sesuai dengan pengaturan kita, atau Evan terjebak disana dan tidak bisa kembali lagi kesini," terang Genta sambil mengatur semua peralatannya.
"Van, kamu yakin?" tanya Dewi kepada Evan.
"Iya, kamu tenang aja. Kalaupun aku hilang, toh tidak ada lagi yang kehilangan aku. Aku kan sudah tidak punya siapa-siapa"
Dewi menatap tajam mata Evan. Seolah sedang mengirimkan sebuah pesan melalui batinnya, bahwa ia tidak sendiri.
Sesaat kemudian, Genta sudah selesai mempersiapkan alatnya. Dengan menyentuh satu tombol, muncul sebuah portal berbentuk 3D yang muncul di hadapan mereka.
"Evan, kamu yakin menit, jam, tanggal, bulan, dan tahun yang kamu masukkan di alat ini sudah benar?" tanya Genta memastikan.
"Aku yakin."
"Oke, kalau semua sesuai rencana, maka kamu akan datang sekitar lima belas menit sebelum kamu dimasa itu datang ke kafe itu."
Evan dan Dewi mendengar dengan seksama penjelasan Genta.
"Kamu cuma punya waktu satu jam untuk kembali ke titik kamu datang. Kalau kamu melewatkannya, kamu akan terjebak di masa itu dan tidak bisa kembali kesini lagi."
Evan sempat khawatir dengan penjelasan terakhir itu, namun ia memantapkan dirinya lagi. Mengerahkan semua keberanian dan harapannya untuk mencari tahu teka-tekinya selama ini tentang siapa laki-laki misterius itu.
"Oke, kamu siap? Dewi akan bantu aku untuk menekan tombol lokasi, dan aku menekan tombol waktu. Aku dan Dewi harus melakukan ini bersamaan. Dewi, kamu juga udah siap kan?"
Dewi mengangguk mantap. Evan juga demikian.
Akhirnya Evan melangkah masuk ke portal itu. Dalam sekejap tubuh Evan sudah tak terlihat lagi. Ia masuk ke pusaran waktu. Tubuhnya serasa diombang-ambing, mual dan pusing. Ia akhirnya terjerembab karena tak bisa lagi menjaga keseimbangan akibat menyusuri perputaran waktu.
Ketika Evan membuka mata, suasana sudah berubah menjadi malam hari. Ia melihat dari kejauhan tulisan Kafe "Satu Hati". Tempat yang selama ini menjadi tempat traumatisnya. Ia tak mau larut dalam kesedihan, ini adalah waktunya. Ia harus membongkar siapa sebenarnya laki-laki yang bersama Zahra. Ia kemudian bergegas menuju kursi dimana Zahra duduk.
Betapa bahagia bercampur sedihnya, saat dari kejauhan ia melihat wanita yang amat dicintainya duduk di kursi langganan mereka. Dengan baju dan keadaan yang sama persis dengan malam kelam itu. Tak lama kemudian Evan sudah berhasil berdiri di depan Zahra.
"Zahra…," panggil Evan dengan lembut.
Zahra menoleh ke wajah Evan yang memakai masker dan kacamata hitam itu. Tanpa menunggu reaksi Zahra, Evan langsung duduk di depan Zahra.
"Zahra, ini aku. Evan."
"Iyaa, aku tahu. Pake kenalan segala…"
"Aku bukan Evan yang kamu kenal saat ini. Aku adalah Evan dari masa depan"
Zahra nampak tidak kaget mendengar penjelasan Evan. Justru Evan yang kaget kenapa Zahra tidak kaget.
"Kok, kamu biasa aja?" tanya Evan.
"Ternyata kamu bisa nepatin janji juga yah?"
"Maksud kamu?"
Evan mulai gelisah, ia sudah menghabiskan hampir lima belas menit, itu artinya sebentar lagi Evan di masa itu akan segera datang.
"Bentar, bentar. Gini aja. Aku mau tanya satu hal. Siapa cowok yang janjian sama kamu, selain aku, hah?" tanya Evan dengan nada curiga.
"Kalau malam ini, aku janjian sama kamu. Tapi kamu yang ada di masa ini," jawab Zahra serius.
"Tunggu, kok aku ngerasa ada yang aneh ya? Kamu kaya udah paham banget sama aku yang dari masa depan ini. Apakah kamu pernah ketemu aku dari masa depan selain saat ini, Ra?"
Zahra mengangguk.
"Kapan?"
Belum sempat Zahra menjawab, mereka melihat dari kejauhan Evan yang di masa itu sudah berjalan mendekat.
"Oke, gini. Jangan sampai aku ketemu diriku di masa ini sama aku. Jadi, kamu nanti aku tunggu di taman deket sini, yang kita pernah beli es krim ngga enak itu dulu. Inget kan?"
"Iya, inget." Jawab Zahra mantap.
Evan bangkit berdiri. Ia hendak pergi lebih dulu menuju taman. Tapi ternyata Zahra ingin ikut pergi sekarang juga dengan Evan.
"Aku ikut sekarang aja."
Mereka berdua kemudian bergegas menuju ke pintu keluar bagian belakang. Namun ternyata Evan di masa itu sudah sampai dan langsung melepaskan Zahra dari tangan Evan dari masa depan.
Hujan tiba-tiba turun seolah mengiringi kedatangan Evan di masa itu.
Evan dari masa itu kemudian menghantam Evan lainnya hingga tersungkur. Zahra mencoba menolong Evan dari masa depan.
"Zahra? Ngapain kamu?" tanya Evan dari masa lalu.
Evan dari masa depan memberi isyarat kepada Zahra untuk segera lari saja pergi dari kafe itu untuk menuju taman. Zahra menurut. Ia berlari menjauhi kedua Evan, tanpa sedikitpun menoleh ke arah keduanya.
"Zahra! Kemana kamu?" teriak Evan dari masa itu.
Evan dari masa itu lantas bergerak untuk menyusul Zahra. Sementara Evan dari masa depan sudah bangkit dan mendorong Evan dari masa itu hingga terjatuh ke arah sungai kecil di pinggir kafe tadi.
Semua pengunjung kafe berteriak histeris. Evan dari masa itu sempat berpegangan pada pergelangan tangan Evan dari masa depan. Evan dari masa itu berpegangan pada Arloji yang ia kenakan.
Beberapa pengunjung mulai berdatangan akan menolong Evan dari masa itu. Namun Evan dari masa depan dengan dingin melepas arlojinya supaya dirinya di masa itu terjatuh ke sungai. Evan dari masa itu terperosok ke arah sungai dengan menggenggam arloji.