Download App
14.28% Laskar Dewa Series Sitija (Sang Yadawa Terakhir) / Chapter 15: Padma Wijaya Mulya dan Padma Wijaya Kusuma

Chapter 15: Padma Wijaya Mulya dan Padma Wijaya Kusuma

Kerajaan Wirata, Mandura dan Dwarawati sedang berduka.Kehilangan dua sosok Pemuda gagah,Raden Wisata dan Raden Arya Gunadewa. Prabu Baladewa merenung tidak habis pikir sambil terus menggeleng -gelengkan kepalanya.Sang Prabu melihat sendiri Putra dan Keponakannya.Yang berusaha melindungi Sang Prabu.Dari usaha penculikan terhadap Mahasenopati Kismaka.Tapi nasib berkehendak lain, Sang Putra Raden Wisata dan Keponakannya,Raden Gunadewa. Mereka Berdua harus meregang nyawa di tangan Prabu Bhomabomantara.

Raden Guritno yang juga berada disitu. Masih menunggui Mayat Kedua Kakang Sepupunya.Sampai Sang Narendra Khrisna datang. Hanya Bunga Wijayakusuma Milik Sang Narayana saja.Yang bisa diharapkan guna menghidupkan Mereka kembali. Kemudian Mereka semua dikejutkan oleh suara lengkingan Burung Elang Raksasa.Sang Burung Elang yang baru mendarat di halaman Istana Wirata. Raden Sitija dan Paksi Wilmuna tiba disitu dan langsung memberi hormat pada Uwaknya,Prabu Baladewa.Tiba tiba Prabu Baladewa merangkul Keponakannya Raden Sitija. Sang Prabu yang gagah perkasa itu menitikkan air matanya.

"Ngger...,Kakang dan Adimu...!"Kata Sang Prabu Kepada Keponakannya.

Raden Sitija hanya tersenyum melihat kesedihan Sang Uwak.

"Sabar Uwak..."Jawab Raden Sitija sambil menepuk lengan Uwaknya,Prabu Baladewa.

"Hamba akan meminta tolong pada Kanjeng Ibunda Dewi Pratiwi.Agar Kakang Wisata dan Adi Gunadewa bisa bergabung Kembali dengan Kita..."

"Bagaimana dengan Putri Hyangyanawati Kakang...?"Tanya Raden Guritno Kepada Kakang Sepupunya.

"Untuk Sementara Dewi Hyangyanawati Aku titipkan pada Uwak Putri Erawati Di Mandhura..."Jawab Raden Sitija kepada Sang Adik.

"Dimana Jasad Kakang Wisata dan Adi Gunadewa,Adi Guritno...?"Tanya Raden Sitija kepada Sang Adik.

"Aku menaruh Jasad Mereka di Halaman Pendopo ini. Kakang..."Jelas Raden Guritno Kepada Sang Kakak.

"Aku Meminta Bantuanmu,Adi Guritno.Kita akan Menggendong Jasad Mereka berdua ke tempat berkalang tanah,Adi Guritno...!"Kata Raden Sitija Mengajak Sang Adik.

"Silahkan…Mari ikuti Aku,Kakang Sitija..."jawab Raden Guritno mengajak Raden Sitija ke arah halaman Pendopo istana.

Di Halaman Pendopo tergeletak Dua Tubuh yang terbujur Kaku.Mereka berdua mengangkat Kedua tubuh jasad TakBernyawa itu kesebuah pelataran berkalang tanah. Kemudian membaringkan Kedua Jasad Tak Bernyawa itu.Semua yang berada disitu, tak terkecuali Prabu Matsyapati beserta permaisurinya, Dewi Sudesna,Prabu Baladewa,dan Raden Udara melihat dengan Pandangan cemas.

Raden Guritnopun menjauh beberapa langkah lalu duduk bersila di tanah. Raden Guritno sambil mengamati Kakak sepupunya, Raden Sitija. Raden Sitija menyatukan kedua telapak tangannya kemudian memejamkan kedua matanya.Seketika itu tanah itu Berubah Menjadi Lumpur Mendidih Dan menyembul keatas. Perlahan -lahan Lumpur itu Membentuk Sosok Wanita cantik.Wanita yang berusia separuh baya dan tak lain adalah Dewi Pratiwi Atau Dewi Satyabhama Dalam Wujud Batarinya, Ibunda Dari Raden Sitija.

"Ma'afkan Hamba Kanjeng Ibunda.Apakah Kanjeng Ibunda bisa menolong Hamba.Hamba Dan yang Lainnya,Masih membutuhkan Kehadiran Kakang Wisata dan Adi Gunadewa,Kanjeng Ibunda..."Kata Raden Sitija Segera Duduk Bersimpuh Kepada Orang Tua Perempuannya.

Raden Sitija Seraya Menyatukan Kembali Kedua Telapak Tangannya. Sambil Menundukkan Kepalanya Kepada Sang Ibundanya. Sang Ibunda Tersenyum Kepada Sang Putra. Kemudian Mengangkat Tubuh Putranya,Sang Ibunda tersenyum menjawab Kepada Sang Putra. Sambil Mengangguk -anggukkan Kepalanya Kepada Sang Putra Kesayangannya. Dewi Pratiwi kemudian memeluk dan mencium kening Sang Putra.

"Ngger Putraku…Apakah Kamu ingat,Waktu Angger pergi dari Ekapratala. Aku memberimu Bunga Wijayamulya...?"Jawab Sang Ibunda.

"Khasiat dari Bunga Padma Wijayamulya adalah sama dengan Bunga Padma Wijayakusuma. Bunga Padma yang dibawa Kanjeng Ramamu,Prabu Narayana.Bunga Wijayamulya dan Bunga Wijayakusuma tumbuh di semua Wilayah Kerajaan Kayangan Ekaprathala.Dan hanya mengembang selama Seratus Yuga,Atau Seratus tahun sekali. Bunga itu digunakan untuk masuk ke perbatasan Neraka dan Swargaloka.Meminta pada Paman Batara Yamadipati,Agar membawa Ruh Mereka yang Meninggal dikembalikan ke Jasadnya..."Jelas Sang Ibunda kepada Sang Putra.

"Ambil dan Taruh Di Tanganmu, Ngger.Lalu Satukan dikedua telapak tanganmu. Dan Berdoa dengan tetap Pejamkan Kedua Matamu,Ngger.Putraku Raden Sitija..."Kata Sang Ibunda sambil menggandeng Lengan Sang Putra.

Mereka Berdua Mendekati Jasad Raden Wisata Dan Raden Gunadewa.Raden Sitija Pun mengambil Bunga Padma Wijayamulya lalu disatukan dengan kedua telapak tangannya.Menuruti Perintah Seperti kata Sang Ibunda.Kemudian Raden Sitija memejamkan kedua matanya.Dengan Berusaha mengosongkan pikirannya.Raden Sitija mulai mengatur Nafasnya. Seketika Raden Sitijapun merasa ada suatu yang membawanya kesuatu tempat.Tempat yang melewati banyak Cahaya.Raden Sitija merasa ada tangan seperti tangan Raksasa.Tangan itu mengelus Rambut Kepala Raden Sitija.

"Ngger Sitija,Bukalah Matamu.Hha...Hha...Ha...,Masa Nakmas Menemuiku masih membutuhkan Ibundamu..."Tiba -tiba terdengar ada Suara yang dikenal Oleh Raden Sitija.

Raden Sitija pun tersenyum, Lalu membuka kedua matanya. Didepannya Raden Sitija melihat Batara bertubuh Raksasa.Batara bertangan empat tapi bermuka sangat ramah.

"Paman Yamadipati...?"Tanya Raden Sitija Kepada Batara Yamadipati.

"Iya…,Ngger.Ada yang bisa Aku bantu,Ngger...?"kata Batara Yamadipati yang duduk disinggasana.

Sang Batara sambil mengelus elus Anjing berkepala dua bermata empat kesayangannya. Sang Batara yang berwajah hampir sama dengan Batara Wisnu.

"Maukah Paman Yamadipati Mengembalikan Arwah Kakangku, Raden Wisata dan Adikku,Raden Gunadewa...?"Tanya Raden Sitija Kepada Paman Bataranya.

"Hha...HHa...HHa...,Apakah ini, Ngger.Arwah Mereka...?"jawab Batara Yamadipati mengeluarkan Dua cahaya berwarna biru terang -benderang.

Kemudian Sang Batara memberikannya pada Raden Sitija dan Ibundanya Dewi Pratiwi.

"Sebetulnya …,Jika tidak Nakmas minta.Aku akan memberikan pada Anjing peliharaanku agar membawanya ke Swargaloka.Tapi berhubung Nakmas memintanya.Mungkin Kedua Saudara Nakmas,masih Nakmas butuhkan kehadirannya.Jadi silahkan, Ngger..."jawab Batara Yamadipati.

"Terima kasih Adi Yamadipati.Kau telah menolong Putraku..."kata Dewi Pratiwi tersenyum Kepada Batara Yamadipati, Dewi Pratiwi sambil menunduk dan memberi menghormat kepada Adik Bataranya.

"Sama-sama…,Kakang Mbok Pratiwi..."kata Batara Yamadipati Membalas Hormat Dewi Pratiwi Dengan menundukkan Kepalanya.

"Terima kasih,Paman.Ma'afkan Hamba mengganggu.Sekarang Hamba dan Kanjeng Ibunda Hamba,Mohon mau Pamit..."kata Raden Sitija sembari menyatukan Kedua telapak tangan dan menundukkan kepalanya kepada Sang Batara.

"Silahkan…Ngger,Kakang mbok.Jika memang Tergesa -gesa..."Jawab Batara Yamadipati sambil melapangkan telapak Tangannya.

Kemudian Raden Sitija kembali memejamkan matanya.Tanpa terasa Raden Sitija seperti tertarik oleh sesuatu melewati cahaya yang menyilaukan.Sampai Raden Sitija kembali mendengar suara Sang Ibunda.

"Ngger,Sekarang Bukalah Kedua Matamu..."Kata Sang Ibunda Kepada Raden Sitija.

Raden Sitija membuka Kedua matanya.Raden Sitija kembali di halaman Istana Wirata.Raden Sitija melihat Raden Wisata,Kakaknya dan Raden Arya Gunadewa sudah berdiri dihapannya.Mereka Berdua Tersenyum Kepada Raden Sitija.Kemudian Mereka Berdua merangkul tubuh Raden Sitija.

"Terima kasih,Adi Sitija...!"kata Raden Wisata.

"Terima kasih Kakang.Terima kasih..."timpal Raden Arya Gunadewa.

Seketika Prabu Baladewa berlari diikuti semua yang ada disitu.Dan Mereka semua saling berpelukan dengan perasaan gembira.

"Aku harus pamit dulu.Ngger,Kakang Kakrasana,Kakang Matsyapati,Nakmas Wisata dan Putraku Gunadewa..."kata Dewi Pratiwi Kepada Mereka Semua.

"Terima kasih, Dinda Pratiwi..."kata Prabu Baladewa sambil menyatukan Kedua telapak tangannya.

Kemudian diikuti oleh Semua yang berada disana.

Kemudian Dewi Pratiwi pun membalasnya sembari tenggelam kedalam tanah.Hari itu menjadi hari yang mengharukan dan hari yang membahagiakan bagi seluruh penghuni istana Wirata.

Raden Guritno pun pamit mau menyusul rombongan Sang Ayahanda. Yang baru sampai diperbatasan Kerajaan Wirata.Lalu Raden Guritno Terbang keudara dan tersenyum.Raden Guritno kemudian mengangguk pada Sang Kakak Raden Sitija.Raden Sitija membalas anggukannya dengan Kedipan matanya.

.........................

Istana Trajutrisna di waktu malam terlihat sangat Kokoh Dan Megah.Para Pasukan dari banyak Negara berkumpul saling bercanda dan bertukar pendapat. Tak terkecuali dengan para putra Prabu Baladewa dan Sang Narendra Khrisna. Mereka bercengkrama di dekat api unggun sambil membakar Daging segar dan membuat sekaligus Saling Berbagi minuman hangat.

Tampak Raden Sitija, Raden Wisata, Raden Wimuka, Raden Arya Gunadewa, dan Raden Samba.

"Kakang Aku mau cerita, Waktu Aku menculik Istriku,Dewi Lesmanawati.Pada Sa'at itu ada Sayembara di Hastinapura.Dan Sayembara itu Berbunyi Barang Siapa yang menang dalam sayembara itu.Maka akan bisa Memperistri Putri dari Paman Duryudana.Karena sebelumnya Aku Dan Dewi Lesmanawati Sudah Saling Kenal Dan Kami saling mencintai.Akhirnya pada Waktu Malam sebelum Sayembara dimulai.Aku meminta pada Dewi Lesmanawati.Agar bersiap-siap, karena Aku akan menjemputnya.Dan membawanya kearah Dwarawati menjadi Menantu Dari Kanjeng Rama,

Calon Istriku pun Mau.Ketika Kami sudah ditengah jalan.Kami dihadang oleh Paman Radheya(Adipati Karna),Eyang Dewabrata (Bhisma) dan Eyang Durna.Aku dibekuk oleh Mereka dan dimasukkan dalam penjara.Aku juga dipukuli seperti Maling Jemuran oleh Paman Dursasana,.Tapi untungnya Uwak Kakrasana datang Mau Membawaku dan Calon Istriku. Uwak Kakrasana membelaku,juga membela Calon Istriku.Selang tak berapa lama Akhirnya Aku bebas.Yang membuat Aku kaget, Aku dinikahkan dengan istriku.Oleh Paman Duryudana Sekaligus Kami diberikan Tempat tinggal.Tempat Tinggal berupa Istana Megah.Yang diisi 1000 Dayang Untuk Istriku,60.000 Gajah Perang, 60.000 Kereta Perang,1200 Kuda Perang.Dan Satu laksa emas dan berlian." Cerita Raden Samba Kepada Semua Saudara dan Sepupunya.

"Tapi semua itu bagi Istriku Dewi Lesmanawati seperti tidak ada artinya.Karena hampir lebih dari Lima tahun Kami tidak diberikan keturunan.Hingga Suatu sa'at Istriku menginginkan Aku untuk Menikah lagi.Tapi sebetulnya Sangat berat,Kakang.Pernah juga Istriku berusaha menjodohkan Aku dengan Wanita lain.Tapi Aku menolaknya, Cintaku pada Dewi Lesmanawati masih melebihi segalanya.Bahkan Sampai hari ini..."Sambung Raden Samba.

"Sabarlah, Adi.Suatu sa'at nanti Pasti akan ada jawabannya…"kata Raden Sitija sembari merangkul Pundak Raden Samba Adiknya.

"Hei...,Samba.Kamu ingat waktu Kita kecil,Kamu Sering melempari Mukaku dengan Tai Ayam..."kata Raden Wimuka sambil menunjuk muka Adik Sepupunya.

"Sebegitu Dendamnya Kakang Wimuka Padaku.Ha…Ha…Ha…"jawab Raden Samba disertai semua yang berada disitu tertawa.

"Bahkan ketika kemarin waktu Kita habis menyerang Giyantipura.Teganya Kamu Membohongi Aku Berkali-kali.Kamu bilang Pas Kita lewat sungai perkampungan kecil'Kakang Wimuka, Apa Kakang tadi nggak liat ada yang Telanjang'.Pas Begitu Aku Menoleh,Kamu Mendorong Kepalaku sampai Nyungsep masuk di Kali(Sungai). Mana itu kali banyak Taii Kerbaunya lagii..."Celetuk Raden Wimuka Langsung Membuat Semuanya tertawa terpingkal -pingkal.

"Nggak sampai disitu…Waktu Mandi diperkemahan.Eeeh…celanaku Satu -satunya ditukar sama jarik Perempuan. Siapa lagi Kalau Bukan sama Dia.Iya...Dia.Tidak tahu Kamu ngambil dari mana Itu Jarik,SAMBAA.JANGAN CENGENGESAN KAMUUU…!!"Hardik Raden Wimuka.

Tapi Yang Dihardik Malah Tertawa Terpingkal -pingkal.

"OOO…Lah,Kakang lupa waktu itu.Kakang katanya mimpi basah.Kan, Celananya Kakang cuci sendiri...?"Kata Raden Samba Ngeles.

"Kapan Aku mimpi Basah,Ya...?"Gumam Raden Wimuka Bingung Sambil Menggaruk -garuk Rambut Belakang Kepalanya.

"Lah…,Waktu tidur.Kakang bangun bangun sudah ada di comberan pembuangan Kuda Prajurit.Katanya Orang -orang Ada Yang Lihat Kakang Ngigau sambil jalan..."Jawab Raden Samba.

"Kapan itu,Ya...Oh...Jadi Kamu,Ya…Yang memindahkanku waktu Aku tidur. Tiba-tiba Pas Bangun-bangun. Mukaku Terkena Banyak Tai Kuda -kuda Prajurit...!"ujar Raden Wimuka lagi.

"Nggak…, Gitu Kakang.Waktu Ngigaunya benar. Memang tapi Waktu Kakang Berjalan. Jadi Kuarahkan Kakang di tempat yang istimewa.Daripada Kakang tidur kedinginan.Katanya pengen di carikan tempat yang hangat.Lah Masak Aku Tahu Kalau Akhirnya, Kakang Bantalan tai kuda.Ha...Ha...Ha..."

Sontak saja Mereka semua tertawa tanpa henti. Kecuali Raden Wilmuka Mukanya langsung sampai merah karena malu.

"Nggak hanya itu…Masak, Uwak Seta.Juga Kamu kerjai,Orang Tua Kamu kerjai juga.Waktu capek capeknya pas tidur.Besok paginya Pelana kudanya hilang.Trus katanya Uwak Seta Pantatnya sakit.Gara gara naik kuda tanpa Pelana..."

"Loh…,Memang hilang Dimana pelananya…?"Tanya Raden Wisata Heran.

"Enggak…,Waktu berangkat diantara Kita. Cuma Pelana Kamu yang rusak Pijakannya akibat hilang satu.Terus Kamu titipkan salah satu Prajurit.NGAKU NDAK …KAMU,HAYooo … Kamu yang memakai Pelana Uwak Seta,IYA KAN…!!?"Tanya Raden Wimuka Kepada Raden Samba.

"Enggak,Yeei...!"jawab Raden Samba sambil mencibirkan Mulutnya Kepada Kakang Sepupunya.

"LAH TERUSSS...!!"

"Uwak Seta itu kadang pikun.Liat aja Rambutnya uban semua.Lah Pelananya Uwak Seta saja ketinggalan di pasukan sebelah.Lah...,Aku yang disuruh naruh di dekatnya pelananya Uwak Kakrasana waktu itu..."

"Lah…,Terus. Kenapa Nggak Kamu bawakan...?"Tanya Raden Wimuka dengan Muka Menyelidik kepada Raden Samba.

"Lah Udah setengah jalan ingatnya,Ya…Aku Lupaaa..."celetuk Raden Samba ngeles lagi Membuat Semuanya Kembali Tertawa Terbahak -bahak.


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C15
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login