"Kalau begitu, aku hanya bisa angkat tangan. Aku tidak akan mencampuri urusan dan perasaanmu. Kesimpulannya, berarti kau positif tidak akan terganggu jika aku menggoda Hana." Johandra kembali mengulang permintaannya kepada Rey.
Rey hanya terhening, tanpa bisa berkata-kata. Tatapan matanya tetap tertutuju kepada Johandra yang kala itu masih berada di samping, berada agak sedikit di belakangnya.
Rey menyerongkan tubuhnya dan bertanya kepada Johandra, "Kenapa kau ingin menggodanya?" Rey bertanya dengan serius.
"Alasan yang cukup mudah. Tentu saja, karena aku tertarik kepadanya," jawab Johandra dengan jelas tanpa bertele-tele.
Rey yang mendengar perkataan dari Johandra pun, merasa sedikit tidak mempercayainya. Ia tidak percaya, jika pria seperti Johandra akan tertarik kepada Hana, karena Rey merasa bahwa Hana bukanlah tipe yang biasa dikencani oleh Johandra.
"Kau? Are you serious? Seorang model yang tampan ssepertimu... tertarik kepada curut seperti Hana? Apa matamu masih sehat?" Rey terkejut ketika Johandra mengungkapkan ketertarikannya terhadap Hana kepadanya.
"Apa yang salah dengan hal itu? Hana cantik, dia imut, postur tubuhnya proporsional, dan dia juga gadis dari kalangan berkelas. Lagian, yang menganggap Hana curut adalah dirimu sendiri, tidak dengan orang lain. Apa yang salah, jika aku menyukainya? Aku pikir, dia adalah pasangan yang sempurna untukku," cetus Johandra dengan percaya diri.
Rey memundurkan kepalanya, karena merasa ucapan Johandra terdengar absurd di telinganya. Kenapa? Karena Rey tidak sependapat dengan pemikiran Johandra.
"Apa matamu sudah juling? Cantik? Cantik dari mananya dia? Wajahnya lebih mirip seperticurut. Dan, apa kau yakin bisa mendapatkan curut seperti dia?" Rey tidak henti-hentinya menjelekkan dan menghina Hana.
Johandra menghela nafasnya perlahan, lalu menjawab, "Bagaimana jika kita bertaruh?" tutur Johandra. Dia sengaja meminta pendapat dari Rey.
Rey menatap dalam sorot mata Johandra, karena tidak mengerti dengan maksud perkataan Johandra. Ia hanya mengerutkan kedua alis tebal nan tajamnya.
"Apa maksudmu?" Rey bertanya karena benar-benar tidak mengerti.
Sedangkan Johandra sendiri merasa heran dengan pertanyaan Rey yang terkesan berpura-pura. "Kau tidak mengerti, atau hanya pura-pura bodoh? Seperti biasanya, bertaruh seorang wanita," jelas Johandra dengan nada bicara santai.
"Bertaruh wanita? Maksudmu... Hana akan menjadi target taruhan kita?" tanya Rey dengan wajah yang sengaja dipasang serius.
"Tentu saja!" jawab Johandra dengan lantang.
"Tidak! Aku tidak akan melakukan taruhan seperti itu," tolak Rey secara mentah-mentah.
Rey langsung menolak usulan dari Joahndra begitu saja, secara langsung dan mentah-mentah. Johandra mulai melipat kedua lengannya di depan dadanya, lalu menatap Rey dengan intens.
Kemudian, Johandra pun bertanya kepada Rey secara langsung, "Kenapa? Kau takut?" Johandra dengan sengaja memancing Rey.
"Takut? Aku? Tentu saja tidak! Aku Reyhan, tidak pernah takut dengan apa pun di dunia ini," cetus Rey dengan percaya diri. Nada bicaranya tegas.
"Tumben sekali. Biasanya kau sangat benci, jika seseorang memanggilmu dengan nama Reyhan. Alasannya, karena nama itu mirip dengan nama Hana, Reyhana," ucap Johandra.
Rey hanya tidak membalas perkataan Johandra, dan menundukkan kepalanya, "Tidak perlu membahas hal itu. Baiklah, kita coba saja. Taruhan seperti apa?" Mempersilakan Johandra untuk memberikan pendapat atau masukan.
"Apa itu artinya... kau setuju? Apa kau setuju, jika aku merayu curutmu itu?" tanya Johandra dengan serius.
"Curutku? Mana ada dia curutku. Dia curut, tapi bukan curutku. Pokoknya dia hanyalah curut," cetus Rey.
"Terserah kau saja. Jadi, apa kau mengizinkanku menggodanya?" tanya Johandra sekali lagi.
Rey terhening kembali, sembari menundukkan kepalanya. Rey tampak memikirkan sesuatu sebelum menyetujuinya.
Lalu beberapa saat kemudian, Rey pun mengangkat kepalanya kembali. Tatapan matanya lebih tajam dan dalam, seperti tatapan seseorang yang telah yakin dengan keputusannya.
"Baiklah, kita lakukan seperti itu. Jadi, bagaimana peraturannya?" Rey mempersilakan Johandra untuk menjadi orang yang membuat peraturan.
"Tidak rumit, kita ambil jalan termudahnya saja. Aku akan mencoba menggodanya. Jika dia tergoda olehku dan berhasil menjadi milikku, maka kau kalah taruhan. Dan jika dia tidak tergoda, maka aku akan kalah taruhan. Mudah, bukan? Kau hanya akan berdiam diri tanpa usaha, dan menunggu kemenangan ataupun kekalahan nantinya," jelas Johandra dengan terperinci.
Rey sedang mempertimbangkan keputusan Johandra secara matang-matang, baru ia mulai menjawabnya, "Baiklah, kita lakukan seperti itu. Apa imbalan dari kemenangannya?" tanya Rey.
"Tidak banyak. Aku tidak meminta sesuatu darimu," ujar Johandra.
Mendengar pernyataan dari Johandra, membuat Rey tampak sedikit curiga. Rey pun langsung menghempas kecurigaan itu dengan bertanya secara langsung. "Contohnya?" tanya Rey dengan singkat.
"Aku hanya ingin Hana. Aku meminta izin darimu secara langsung. Setelah aku memenangkan pertaruhan ini, dan jika Hana menjadi milikku, maka Hana akan sepenuhnya menjadi milikku," cetus Johandra.
"Apa... maksudmu?" tanya Rey dengan ragu, karena tidak yakin dengan apa yang ia pikirkan di dalam otaknya.
"Kau tahu dengan jelas apa maksudku. Kita sudah sering melakukannya, bukan? Seperti yang kau pikirkan. Maksudku, sama dengan isi pikiranmu. Hana, dia akan menjadi milikku. Aku bisa melakukan apa pun kepadanya. Termasuk merenggut keperwanannya. Dia masih perawan, bukan? Atau kau sudah mengambilnya lebih dulu dariku?" Johandra menjelaskan hal yang membuat mata Rey membelalak semu kemerahan. Kemudian, Johandra melanjutkan perkataannya, "Tapi itu tidak masalah, karena aku ... ."
Johandra belum sempat menyelesaikan perkataannya dan langsung terhenti, karena tindakan dari Rey yang ia lancarkan secara tiba-tiba.
Rey dengan emosinya, langsung mencengkram kerah baju Johandra. Sikap mereka membuat para mahasiswa yang berlalu lalang memusatkan pandangan kepada mereka. Mereka pun menjadi pusat perhatian para mahasiswa yang ada di sekitarnya.
Melihat respon dari Rey, Johandra malah menyeringai dengan senyuman kecil khasnya, "Hekh! Apa kau takut? Ah... aku tahu, sepertinya kau menyukai curutmu itu." Johandra malah semakin memancing emosi Rey.
"Tutup mulutmu!" sentak Rey dengan geram.
"Sayangnya, aku tidak ingin berhenti sampai di sini. Sudah kukatakan, aku tertarik dengan Hana. Bukan hanya dengan Hana saja, tetapi juga dengan tubuhnya. Kau bersikap seperti ini hanya karena dua hal. Karena kau takut kalah taruhan, atau karena kau berbohong kepada dirimu sendiri. Kau berbohong bahwa kau sendiri tertarik kepada teman kecil yang paling kau benci itu." Johandra dengan sengaja memancing emosi Rey.
Rey mulai mendinginkan kepalanya, ketika mendengar perkataan dari Johandra. Lalu Rey mulai melemaskan cengkramannya. Kemudian ia mendorong tubuh Johandra dengan kasar.
Johandra pun hanya mengibas-ngibaskan kerah kemejanya yang dicengkram oleh Reyhan. Ia kembali merapikan kemeja berwarna putih bersihnya itu, tanpa memperdulikan hal lain ataupun sikap Rey terhadapnya.
"Aku tidak tertarik dengan sesuatu tentang Hana. Berada di dekatnya saja terasa jijik. Aku tidak pernah tertarik padanya, tidak akan pernah!" cetus Rey dengan geram, sembari menatap netra lancip Johandra.
"Lalu, kenapa kau sangat agresif? Bukankah kau bilang tidak tertarik dengan sesuatu apa pun tentang Hana? Kau menang atau kalah tidak ada bedanya, kau tidak akan rugi karenanya. Kalau kau tidak menyetujuinya, maka akan kuanggap kau tertarik kepada Hana. Kenapa? Karena kau tidak ingin sesuatu terjadi kepadanya. Kau bilang, Hana tidak berarti bagimu. Lalu, apa bedanya dia dengan gadis lain yang menjadi taruhan kita sebelumnya?" tutur Johandra panjang kali lebar.
Rey hanya terhening mendengarkan perkataan dari Johandra. Rey sendiri tidak tahu mengapa ia bersikap agresif seperti itu. Rey kemudian mulai melemaskan tatapan matanya, lalu Rey memalingkan matanya ke arah lain.
"Apa kau kehabisan wanita? Kenapa kau tiba-tiba menargetkan Hana?" tanya Rey dengan bimbang dan ragu.
"Gadis musim panas, aku ingin mendapatkannya. Reyhana Allesta Dwindra, dia mendapatkan julukan gadis musim panas. Tidak ada satu pun pria yang bisa mendapatkannya. Rumornya, karena dia hanya menyimpan perasaannya untukmu. Maka dari itu, aku meminta izin secara langsung kepada orang yang bersangkutan. Bagaimana? Apa kau mengizinkannya?" tanya Johandra dengan ekspresi serius.
Rey lagi-lagi terhening beberapa menit, tanpa menjawab pertanyaan dari Johandra.
"Kenapa harus Hana?" Rey yang memalingkan matanya pun kembali menatap wajah Johandra dengan seribu tanya.
"Aku sudah menjelaskannya. Aku tertarik kepadanya. Aku juga ingin menerima tantangan. Jika aku bisa mendapatkannya, artinya aku bisa menjadi pria pertama yang bisa mendapatkan Summer," jelas Johandra yang tanpa menutupi alasan apa pun.
"Kepercayaan diri apa yang kau punya?" tanya Rey dengan nada menantang.
Johandra mulai menegakkan tubuhnya dan bersiap-siap untuk menjawab pertanyaan dari Rey. Ia mulai merapikan dirinya dan meningkatkan kualitasnya dengan menunjukkan kharismanya.
"Dengan ketampananku, kepintaranku, atau hartaku? Apakah semua itu tidak cukup untuk menggoda Hana?" tutur Johandra.
Johandra terlihat sangat percaya diri dengan apa yang ia miliki. Ia terlihat sangat yakin bahwa dengan apa yang ia miliki, ia bisa menggoda Hana dan memilikinha dengan mudah.
Rey yang mendengar hal itu pun hanya bisa menarik setengah bibirnya, karena menurutnya, ucapan Johandra terdengar sangat pasaran.
"Jangan terlalu percaya diri. Kau pikir, dengan semua itu kau bisa merayu Hana?" tanya Rey dengan bermaksud memberi masukan kepada Johandra.
Johandra yang mendengar apa yang dikatakan oleh Rey pun hanya menyipitkan kedua matanya. Ia terlihat sedikit memikirkan perkataan Rey sebagai masukan untuknya.
"Apakah dia tidak akan tergoda?" tanya Johandra dengan serius dan penasaran.
Rey menyandarkan punggungnya dan menatap langit pagi menjelang siang. Lalu ia pun berkata, "Apa kau pikir Hana tertarik dengan hal seperti itu? Seperti yang kau ketahui, dia memiliki kecantikannya, kepintaran, dan juga tidak kurang hartanya. Kau tahu sendiri, dia adalah anak dari pimpinan JIJO Comapany," tutur Rey menjelaskan.
"Apa artinya, kau mengakui kalau dia cantik?" sindir Johandra.
Reyhan yang mendengar hal itu pun segera mengelaknya, "Tentu saja tidak! Sudah kubilang, dia hanyalah curut. Wajah kecilnya itu sangat mirip dengan curut!" tegas Rey dengan cepat.
Rey terlihat sangat tangkas, jika kebenciannya disangkut-pautkan oleh rasa cintanya terhadap Hana. Apa pun itu, sepertinya Rey tidak akan menerimanya.
"Terserah saja jika tidak ingin mengakuinya, yang pasti, kau tidak punya keberatan jika aku merayunya. Benar, bukan?" tanya Johandra lagi.
Johandra telah menanyakan hal itu kepada Rey, tetapi Rey tetap saja berada dalam ruang dilemanya. Ketimbangan tiada tara yang merenggut perasaan akan kesadaran. Hingga pada akhirnya, Rey pun telah sampai pada keputusan akhirnya.
"Aish! Terserahlah. Masalah Hana bukan urusanku, kau juga tidak perlu repot-repot meminta izin dariku," cetus Rey dengan kesal dan sikap masa bodonya.
"Jika dia tidak bisa tergoda, artinya aku bisa menggodanya dengan berbagai macam cara. Kalau begitu . . . DEAL!" cetus Johandra dengan lantang, sembari mengulurkan telapak tangannya.
Rey menatap uluran tangan dari Johandra, sebelum ia menyambutnya. Rey tampak memikirkan sesuatu terlebih dahulu beberapa saat.
Johandra mengulurkan tangannya beberapa lama. Akan tetapi, Rey tidak juga menyambungkan. Hingga akhirnya setelah sekitar 3 menit, Rey pun baru membalas uluran tangan Johandra.
Johandra yang sudah tidak tahan pun akhirnya mulai angkat bicara dan bertanya, "Tunggu apa lagi? Kau takut?" Johandra dengan sengaja memancing emosi Rey.
Rey hanya menatap wajah Johandra dengan tatapan mata elang. Sedangkan Johandra hanya membalas tatapan mata Rey dengan senyuman kecil yang licik. Johandra tersenyum dengan menarik setengah bibirnya ke samping kanan.
Rey tidak menaymbut uluran tangan dari Johandra dan malah melipatkan kedua lengannya ke depan dadanya. Johandra yang melihat hal itu pun langsung menarik lengannya kembali.
"Apa ini artinya aku harus menganggaonya sebagai penolakan?" tanya Johandra dengan serius.
"Kurang lebih seperti itu. Aku tidak pernah menjanjikan sesuatu yang seperti ini. Jika kau ingin memiliki Hana atau menggodanya, kenapa tidak lakukan sendiri? Kenapa juga harus meminta izin dariku? Hidup Hana bukan urusanku," cetus Rey dengan geram.
"Ah, benarkah? Kalau begitu, apa aku bisa langsung menggodanya? Tapi jangan salahkan, jika aku menggodanya dengan cara seperti biasa," ujar Johandra.
Mendengar ucapan dari Johandra, Rey pun mulai mengerutkan kedua alisnya. Dalam pikiran Rey, ia memikirkan seribu kemungkinan tentang Johandra yang menggoda wanita seperti biasar.
"Apa maksudmu?" tanya Rey.
"Kau tahu sendiri bagaimana caraku menggoda wanita. Dalam 3 trik mudah, mereka pasti akan luluh denganku," ungkap Johandra.
Rey semakin penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Johandra. Bukan karena dia tidak tahu dengan apa yang dimaksud oleh Johandra. Akan tetapi, tiga cara yang dilakukan oleh Johandra itu biasanya memiliki banyak cabang.
"Tiga cara seperti apa contohnya?" tanya Rey dengan rasa penasarannya.
"Karena kau bilang Hana termasuk tipe yang sulit, maka aku akan menggodanya dengan salah satu tiga cara utama. Bubuk perangsang, aku bisa memberikan pada minuman atau makanannya," ungkap Johandra.
"Kau! Kau ingin menggunakan cara rendah seperti itu kepada Hana?!!" sentak Rey dengan mata memerah, karena kemarahan.
"Memangnya kenapa? Kau tahu sendiri, aku sudah sering melakukannya. Lalu ketika mereka bangun, mereka akan melupakan segalanya dan berpikir bahwa mereka masih suci. Jangan lupa, aku punya resep racikan obat tersendiri. Jika kau tidak menyetujui taruhan ini, maka akan kuanggap kau tidak turut andil di dalamnya. Juga artinya, aku bisa meluluhkan Hana sesuka hatiku," cetus Johandra dengan senyuman liciknya.
Kemudian Johandra kembali mengulurkan tangannya dan meminta agar Rey segera menyambutnya. Tanpa pikir panjang, Rey pun langsung menyambut uluran tangan dari Johandra.
"Baik, kalau begitu . . . DEAL! Aku tidak akan mengganggu prosesnya. Semoga beruntung!" seru Reyhan yang kemudian beranjak pergi meninggalkan Johandra di sana sendirian dengan ekspresi kesal.
Johandra tetap terpaku di tempatnya, menatap punggung Rey yang kian menjauhinya. Kemudian Johandra pun mulai mengucapkan sesuatu di tengah kesendiriannya.
"Kita lihat saja nanti, apakah kau akan tetap tinggal diam setelah ini? Aku penasaran. Semuanya kelihatan lebih menarik. Rey, apa yang akan kau lakukan, setelah aku berhasil memenangkan permainan ini?" batin Johandra dari dalam hati.
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT