Download App
4.49% Thaumaturgy (INA) / Chapter 4: WALKING TOWARDS THE DAZZLING LIGHT

Chapter 4: WALKING TOWARDS THE DAZZLING LIGHT

Malam yang sepi seperti yang sudah-sudah, Alicia naik ke lantai atas dan bersiap untuk mandi setelah segala urusannya selesai. Bak mandi diisi sampai penuh, dan Alicia merendam diri di dalamnya. Baru saja nikmat berendam itu terasa dan hangatnya air mengalir ke seluruh ujung saraf, pikiran tenangnya malah memelesat ke hal lain. Tentu saja ia kembali dipusingkan dengan persoalan jati dirinya di masa depan. Alicia tak mungkin dapat berbohong dengan perasaannya. Ia sudah terobsesi dengan ilmu sihir hampir selama yang dia ingat, walaupun sang gadis tahu dia bahkan tidak dapat mengalirkan mana untuk mengubah tatanan realitas dalam skala kecil.

Alicia merasa belum bisa berdalih untuk mencari kegemaran baru yang masuk akal untuk dirinya. Dia pun mencoba mengingat kembali masa sekolah akan apa pun yang dia anggap sangat dia kuasai, sembari membenamkan sebagian wajahnya ke dalam air. Alicia membatin: Dirinya cukup pandai dalam matematika, mungkin dirinya bisa masuk jurusan matematika terapan, atau arsitektur. Tapi sepandai-pandainya Alicia, dia bahkan tidak tahan melihat angka-angka yang menari selama berjam-jam menembus pertahanan kacamatanya. Bagaimana dengan sains? Biologi, Fisika dan Kimia. Alicia bisa mempelajari anatomi makhluk hidup, terutama manusia yang memiliki gen sihir, untuk mempelajari lebih lanjut bagaimana sihir bekerja secara keseluruhan dalam tatanan biologi. Alicia bisa memanfaatkan fisika untuk mempelajari bagaimana struktur realitas dapat diubah menggunakan sihir. Kimia mungkin keahlian terbaik Alicia. Kemampuannya bisa membantunya menjadi seorang alchemist yang hebat, profesi yang sangat mendekati penyihir sungguhan.

Kemudian Ilmu Sosial turut nimbrung dalam benak sang gadis. Betapa Alicia sangat menyukai sejarah, terutama jika itu menyangkut sejarah sihir. Dia seringkali menyelinap ke perpustakaan pribadi ibunya hanya untuk membaca serba-serbi ilmu mistis. Ibunya juga selalu membacakan trivia sihir kepada sang anak sebagai dongeng pengantar tidur. Pilihan topik yang aneh, tapi siapa yang bisa menyalahkannya?

𝘔𝘦𝘯𝘢𝘳𝘪𝘬. Alicia mengangguk sendiri dalam benaman air. Dia bisa menjadi ahli filsafat, atau arkeolog untuk mencari artifak sihir kuno. Mungkin bisa membantu Alicia mempelajari misteri ilmu sihir yang belum terkuak, atau cara untuk mendapatkan kekuatan sihir? Ide yang bagus. Alicia mengangguk kedua kalinya. Menikmati hangatnya rendaman air memudahkan dirinya untuk menjernihkan pikiran daripada terkena sinar matahari musim panas langsung dengan seragam sekolah.

Setelah merasakan bahwa memang ada banyak pilihan untuk kesempatan yang besar untuk dirinya di masa depan, Alicia kembali optimis. Bagaiamapun, dirinya harus kembali memikirkan dan memilih jalan hidup yang tepat untuknya secara serius. Namun itu untuk lain hari. Alicia ingin menikmati waktunya untuk saat ini.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Setelah memastikan semua pintu rumah dan jendela terkunci rapat, Alicia kembali menuju kamarnya di lantai atas. Alicia melompat ke arah tempat tidur, merasakan empuknya kasur dan menggeliat, merasakan setiap kenyamanan yang ditawarkan oleh kasur tersebut. Kemudian dia mengambil perangkat hiburan portabelnya dan mulai menelusuri pilihan permainan. Alicia membuka satu permainan daring yang biasa ia mainkan bersama dua sahabatnya—Nadine dan Gilmore—dan mengajak mereka bermain. Namun keduanya tak membalas undangan sang gadis. Alicia kemudian mencoba melihat status kedua temannya, dan mereka sedang tidak aktif dalam jaringan.

Perempuan itu sedikit bingung. Kedua orang itu harusnya sudah aktif saat ini. Mungkin mereka ada urusan lain, atau menghabiskan waktu dengan keluarga. Dirinya kemudian beralih untuk menonton film dari perangkatnya. Alicia sangat payah dalam bermain dan tidak mau menambah beban pikiran dari perilaku buruk pemain-pemain asing. Terlebih, jika mereka tidak tahu kalau Alicia adalah seorang perempuan.

Alicia melihat sebuah film yang membuat matanya berbinar, menandakan sebuah ketertarikan terhadap film tersebut. Alicia mematikan lampu kamarnya untuk menonton film yang hanya dia dan kegelapan yang tahu apa itu. Hanya saat dia sedang menikmati film yang dia tonton, Sebuah cahaya silau menusuk tembus jendela kamarnya, disertai salakan gemuruh yang membuat dirinya terperanjat! Alicia mematung sesaat sebelum menjatuhkan konsolnya. Tangannya gemetaran sebelum menggenggam selimut dan mencoba bersembunyi di baliknya.

"AMUKAN ELLIE! APA-APAAN ITU?" Alicia memutuskan untuk melompat dari tempat tidurnya. Dengan setengah takut bercampur marah karena kaget, dia mencoba mengintip jendela. Cahaya yang menyerang masih cukup menyilaukan, tapi Alicia dapat melihat sesuatu yang memancarkan cahaya sedang terdiam di langit, seolah sedang memperhatikan kediaman Crimsonmane.

Apa itu? Bulan Purnama? Ini bahkan terlalu silau untuk sebuah bulan purnama! Tidak hanya silau, benda yang memancarkan cahaya kebiruan tersebut juga mengeluarkan semacam aliran energi plasma menari-nari di sekitarnya dengan warna yang hijau kebiruan. Apakah ini sihir? Jangan-jangan ada yang ingin menyerang kota, atau bahkan 'bulan' itu sedang mencoba menerobos kediamanku?

Alih-alih berlindung diri di kamar, Alicia semakin penasaran dan terburu-buru menuruni tangga dengan piamanya. Dia hendak mencapai pintu depan untuk melihat secara benda langit itu secara jelas. Saat itu pencahayaan rumah sedang dalam keadaan remang-remang karena Alicia mematikan hampir semua lampu di dalam rumah. Baru saja ia membuka kunci pintu, dua sosok bayangan berdiri di depan pintu, membuat sang gadis kaget lagi setengah mati! Sang gadis berteriak dan terjatuh dengan bokongnya menghantam lanta lebih dulu.

Ternyata, dua siluet hitam itu adalah Nadine dan Gilmore. Mereka pun ikut terkejut akan jeritan Alicia, meskipun tidak seheboh dirinya.

"Alicia! ini kami," ucap Nadine kepada Alicia yang terduduk dengan mata terbelalak. Masih syok, Alicia berusaha keras mengatur pernapasannya. Hanya setelah seluruh potongan nyawa kembali bersatu di raga sang gadis, Alicia mengamuk.

"APA YANG SALAH DENGAN KALIAN BERDUA?" bentaknya. "Aku hampir saja akan menekan alarm! Kalian tahu apa yang terjadi kalau aku tidak sengaja menekan alarm?"

Gilmore menceletuk gugup. "Kami terpanggang hidup-hidup?"

"Ya! Kalian terpanggang hidup-hidup! Astaga, kalian berdua! Lagipula ada apa sih datang jam segini?"

Rime pernapasannya masih berantakan. Alicia mengelus dada dengan tangan kirinya.

Mus Insidias, pertahanan sihir pada rumah Crimsonmane memang merupakan mantra yang lumrah dipakai para penyihir untuk dipasangkan di kediaman mereka. Hal itu karena Mus Insidias merupakan mantra yang cukup mudah namun cukup sulit untuk dihancurkan, bahkan untuk penerobos ulung berkekuatan magis sekalipun. Orang yang memasuki daerah pertahanan tersebut tanpa ijin akan merasakan kecemasan yang luar biasa dan perasaan aneh lainnya karena mana yang mengalir di kawasan rumah mengacaukan hormon-hormon di dalam tubuh yang bersangkutan. Jika dalam keadaan terdesak, sang penyihir bisa merapal mantra Urere untuk membuat aliran mana memanggang penerobos hidup-hidup secara perlahan, dan jika tidak segera keluar, tidak butuh waktu lama untuk orang malang tersebut berubah menjadi abu--atau daging panggang, apapun wujudnya, orang itu mati. Karena Alicia tidak bisa menggunakan sihir, Ayahnya memberikan sebuah alat sihir yang bisa memicu alarm dan mengaktifkan mantra secara manual.

"Kami tau, Alicia. Maafkan kami, maaf, maaf, maaf!" Nadine memohon kepada Alicia sambil memberikan tangannya kepada Alicia untuk membantunya berdiri. "Kami tidak bermaksud untuk menakutimu, tidak kali ini. Kami baru saja akan mengetuk pintu dan tiba-tiba pintunya sudah terbuka."

Cemberut terpampang pada wajah Alicia. Ia pun menutup mata sambil membuang napas, dan menerima uluran tangan Nadine. Dia mengibas-ngibaskan piamanya guna membuang kotoran atau debu yang mungkin menempel. Izin masuk dianugerahkan kepada kedua sahabatnya agar sihir pengobok-ngobok hormon tidak bekerja untuk mereka.

"Well, sebenarnya kami ingin mengajakmu ke Café Dandelion-Eight di tengah kota. Kau tahu, nongkrong ria, menikmati indahnya angin malam," ujar Gilmore.

Alicia menatap mata Gilmore dengan raut wajah seolah-olah mengatakan "Hah? Apa?" ketika Gilmore mengatakan "indahnya angin malam." Apa maksudnya "indahnya angin malam?" Alicia kemudian menggelengkan kepala setelah terlena dengan kata Gilmore yang sok puitis namun gagal total.

Alicia menjawab lagi, katanya, "Apa yang ada di pikiran kalian untuk mengajakku keluyuran di kota larut malam? Kalian tahu papaku tidak akan mengizinkannya."

"Tapi papamu kan sedang tidak ada di rumah?" kata Nadine.

"Bagaimana kamu tahu Papa sedang tidak di rumah?"

"Karena satu; kau yang membuka pintu, lalu kau berteriak, lalu kau berbicara dengan kami. Papamu bahkan tidak datang merespon keributan tersebut," jelas Gilmore sambil mengeluarkan satu jari telunjuk seolah-olah sedang berhitung.

"Dua." Gilmore mengeluarkan jari tengahnya. "Aku melihat kereta mesin Baron Trinketshore pergi mengarah batas kota. Berarti mereka sedang pergi ke luar kota. Itu logika sederhana, Alicia." Gilmore sambil menunjuk kepalanya dengan kedua jarinya tadi.

"Ya, kita memang ingin mengajakmu bersantai di café," tutur Nadine. "Itu sebelum kami melihat benda aneh bercahaya menyerupai bulan itu."

Sambil menunjuk bulan tak wajar itu, Nadine berkata lagi. "Kami terus berjalan mengikuti benda tersebut sampai akhirnya 'bulan' itu berhenti tepat di tengah pemakaman tua di sebelah barat kota. Ini fenomena yang aneh, sebab saat Gilmore datang menjemputku, dia tidak melihat apapun saat melewati pemakaman".

Rumah Nadine memang terletak di ujung barat di luar batas kota Trinketshore, setelah melewati kompleks pemakaman.

"Aku sangat merinding saat melihat kilatan cahaya yang aneh itu, jujur saja. Tapi kami memutuskan untuk menuju rumahmu untuk mengajakmu pergi melihat bersama," lanjut Gilmore.

"Kalian melihat benda aneh di langit, tepat di atas pemakaman, dan alih-alih berlari melapor pelindung sipil, kalian malah ingin menyeretku ke pemakaman?" tanya Alicia semakin penasaran.

"Well, kau sangat terobsesi dengan sihir, bukan? Tidakkah kau penasaran untuk mencari tahu jenis sihir apa itu secara dekat? Aku yakin kau bisa belajar satu-dua hal dari benda itu."

"Dan Aku yakin kalau benda itu akan menghantam kita seperti meteor dan membunuh kita seketika jika kita terlalu dekat," balas Alicia.

"Dan Aku sangat yakin kalau benda itu tidak akan menghantam kau ataupun aku. Lagipula liat benda itu memancarkan sinar biru! Bukankah sinar biru itu indah? Benda itu tidak memancarkan sinar jahat seperti merah, ungu atau apapun. Aku yakin itu adalah objek sihir yang baik!"

"Dan Aku sangat yakin warna cahaya tidak membuktikan apapun."

"Dan Aku sangat sangat yakin kau juga tidak dapat membuktikan benda itu berbahaya atau tidak—Oh Ayolah! Ini tidak apa-apa! Aku berjanji akan melindungimu dengan segenap hati dan jiwaku, O Alicia Crimsonmane! Lihat, aku bawa pisau pramuka" Gilmore menghunus pisau pramukanya penuh kebangaan, ibarat mencabut pedang Excalibur dari batu. Sebuah usaha jujur dan lugu untuk menenangkan Alicia, dan membujuk sang gadis untuk ikut bersamanya.

Melihat Alicia dan Gilmore berdebat seperti anak kecil, Nadine segera menghentikan mereka.

"Baiklah, cukup debatnya! Begini saja! Alicia, kamu mau melihatnya atau tidak? Jawab segera!" Ciri kepemimpinan tegas Nadine muncul. Dilema menghantam Alicia Crimsonmane. Di satu sisi, Alicia memang penasaran akan bola silau melayang itu. Cahaya yang dipantulkan bola tersebut memang membuat tiap-tiap pemilik mata merinding, tapi bukan merinding karena diteror oleh monster menyeramkan atau semacamnya, melainkan karena takjub. Energi yang dikeluarkan oleh benda tersebut pun mengalun secara lembut, seperti kumpulan roh menari-nari, begitu indah dipandang. Pemandangan yang tidak menakuti siapapun, malahan menarik mereka untuk mendekat.

Sayangnya di sisi yang lain, bola melayang tersebut berada di posisi yang tidak pas. Di pemakaman? Mengapa benda tersebut melayang-layang di tengah kuburan tulang-belulang? Jangan bilang benda aneh itu sedang membangkitkan para jenazah untuk memakan otak warga kota!

Alicia bertanya kembali kepada Nadine dan Gilmore. "Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi?"

"Masih menanyakan itu? Tentu saja kami akan melindungimu, sayang. Kami pastikan itu," jawab Nadine sekali lagi dengan tegas, sekaligus lembut secara bersamaan.

Alicia berpikir sebentar. Ia pun mendesah dan akhirnya memutuskan. "Well, sepertinya ini hanya terjadi sekali seumur hidup," kata Alicia. "Sangat disayangkan jika kita melewatkannya untuk melakukan observasi lebih dekat. Lagipula dengan cahaya sesilau ini, seluruh warga kota pasti sudah berkumpul di sekitar pemakaman tersebut."

"Ya! Itu yang kumaksud!" seru Gilmore dengan penuh semangat.

"Meskipun, ada sesuatu yang harus kusampaikan, Alicia," Nadine bertutur lagi setelah Gilmore menunjukkan kegirangannya. "Sepanjang perjalanan kami tidak menemukan satu orang pun yang bereaksi pasca kilatan cahaya itu. Bahkan, tidak ada orang di kota saat itu, rasanya seperti kota mati. Aku ragu kalau orang-orang akan berkumpul disana."

"Oh ...." Alicia menelan ludahnya. "Kamu yakin mereka tidak akan datang? Akan sangat mengkhawatirkan jika demikian."

"Kalau kamu masih khawatir mungkin kita menetap saja di rumahmu sampai pagi, sampai setidaknya benda itu menghilang," jawab Nadine.

"Aduh, aduh! Baiklah! Baiklah, kita ke sana. Tapi kalau sesuatu mencurigakan terjadi, kumohon kita langsung pergi saja. Aku masih sayang nyawa."

Alicia bergegas menuju tangga.

"Biarkan aku mengganti pakaianku, kemudian kita bisa pergi." Alicia menuju kamar dan mengganti piamanya dengan sweater putih, dan celana pasak kotak-kotak merah. Alicia mengambil tas pinggang yang cukup untuk menampung satu buku dan alat tulis. Tas tersebut diikatkan pada belakang pinggang. Alicia juga mengambil sebuah jubah berwarna merah, dengan ujung jumbai di sepanjang sisi bawahnya. Jubah tersebut adalah pemberian Ailsa, sang ibu, saat ulang tahunnya yang kesepuluh. Ailsa yang merajutnya sendiri dan merapalkan mantra pelindung yang cukup manjur. Ibunya berpesan untuk menggunakannya hanya saat-saat genting, karena kain merah itu hanya bisa mengaktifkan mantra pelindung sebanyak tiga kali. Alicia merasa bahwa petualangan kecil ini lebih dari sekedar uji nyali. Ini bisa saja membawa petaka. Maka dia mengikatkan jubah tersebut di bawah lehernya dan menyambut kedua temannya di ruang tamu.

"B-baik, teman-teman. Kurasa ... ayo kita berangkat." []


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login