Download App

Chapter 19: Malam Pertama Bersih-bersih

Acara resepsi pernikahan itu sudah selesai. Erland dan Arisha kembali ke rumah Keluarga Dewangkara. Mereka berdua tidak ingin menghabiskan malam pertama di hotel. Lebih memilih di rumah Keluarga Dewangkara. Arisha masuk ke dalam kamar Erland lebih dulu. Matanya menyapu sekeliling ruangan yang berantakan seperti biasanya.

"Kapan kamar ini rapi dan bersih gitu? Padahal seharusnya malam ini menjadi malam tak terlupakan," ucap Arisha. Kondisi kamar Erland seperti kapal pecah. Semua berserakan dan berantakan.

"Apa aku dinikahkan dengan Erland hanya untuk membersihkan kamarnya?" tambah Arisha. Dari pada terus mengeluh, semua hal tidak akan beres dengan sendirinya seperti sebuah sulap. Arisha berganti pakaian. Dia mengenakan piyama berwarna biru tua dan hijab yang masih menutup rambut panjangnya. Hanya saja Arisha tidak mengenakan cadar. Dia mengembalikan barang-barang dan sampah pada tempatnya.

"Astaga, kenapa semua barang bisa di lantai seperti ini?" ucap Arisha sambil menatap barang-barang yang ada di lantai.

"Sekarang tugasku double. Jadi istri dan sekretarisnya Erland. Sama-sama harus mengerjakan tugasnya," ujar Arisha. Tangannya tak hentinya bergerak. Mengambil barang-barang itu sampai semua barang dan sampah kembali pada tempatnya.

Arisha menggunakan vacum cleaner untuk membersihkan lantai dari debu atau kotoran lainnya. Barulah dia mengepel kamar Erland. Sebenarnya ada alat otomatis untuk mengepel lantai tapi karena ada noda-noda yang sudah kering di lantai, Arisha memilih mengepel menggunakan alat pel manual. Dia menggosok lantai dengan alat pel, dibantu injakkan kakinya yang maju mundur untuk menghilangkan noda membandel.

"Kira-kira berapa lama bekas jus ini ada di lantai?" gumam Arisha. Tak habis pikir bisa ada bekas jus kering di lantai. Bahkan sampai mengeras.

"Malam pertama Cinderella berubah jadi Upik Abu." Arisha tertawa usai mengatakan isi hatinya. Untung dia sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah. Hal semacam ini mudah untuknya.

Selama tinggal bersama Safira mengajari Arisha banyak hal. Yang dulu jadi putri raja kini berubah jadi rakyat jelata yang serba bisa. Tak hanya itu saja, dia juga merapikan ranjang bak hotel bintang lima. Rapi dan tertata dengan indah ditambah bunga mawar yang ditaburkan di atas ranjang king size itu.

Arisha memandang sekeliling ruangan tempatnya berpijak. Kamar yang tadi tak berwujud kini menjadi kamar yang rapi, bersih dan indah. Ditambah bau harum yang semerbak tercium di indera penciumannya.

"Alhamdulillah, ini baru kamarku surgaku." Arisha bisa bernafas lega dengan kamar yang sudah sesuai dengan keinginannya. Dia bisa beristirahat dengan tenang.

Tiba-tiba bunyi pintu mulai dibuka dari luar.

Ceklek ...

Arisha panik. Dia belum mengenakan cadar. Dengan buru-buru mencari kain apa saja yang bisa digunakan untuk menutup wajahnya.

"Hei kau belum tidur? Jangan berpikir kita akan melakukan itu," ucap Erland seraya menghampiri Arisha yang berdiri kaku di depannya.

"Siapa yang memikirkan itu? Bukankah kita sudah sepakat akan berpisah setelah setahun?" Arisha mengingatkan kembali perjanjian diantara keduanya.

"Oke, baguslah kalau kau ingat." Erland memperhatikan kain yang menutup wajah istrinya. Dia familiar dengan kain itu.

"Cadarmu itu?" Tangan Erland menunjuk ke arah cadar yang dikenakan Arisha.

"Apa?" Arisha penasaran kenapa Erland menunjuk ke arah cadarnya.

"Itu sapu tangan bekasku, sudah satu bulan belum ku cuci," jawab Erland. Dia baru ingat sapu tangan miliknya yang belum sempat dikeluarkan untuk dicuci pembantu rumahnya.

Arisha langsung terbatuk. Sapu tangan itu sangat bau. Bahkan bau keringat saja kalah dengan bau sapu tangan itu. Lebih mirip bau sampah yang busuk.

"Kau mengambil barang tanpa persetujuanku, itu sapu tangan untuk mengelap ketiakku tahu!" terang Erland. Biasanya dia membawa sapu tangan itu untuk nge-gym.

Arisha memegang lehernya. Susah mencari udara segar dan oksigen yang bersih tanpa dicampuri bau sampah itu.

"Kenapa kau tak bilang? Bau sekali sampai hidungku sulit bernafas," keluh Arisha. Baru kali ini mencium sapu tangan sebau itu. Arisha tak habis pikir bagaimana Erland bisa tampan dan keren di luar sedangkan di dalam kamarnya justru memperlihatkan keadaan yang sangat berbeda.

"Akulah yang seharusnya mensomasimu karena sudah berani mengambil barangku tanpa izin. Kau melanggar hak cipta!" Erland tak terima sudah sapu tangannya dipakai Arisha ditambah lagi ngomel padanya.

"Oke, aku salah. Tapi kau jorok sekali Erland. Masa sapu tangan sampai satu bulan belum dicuci."

"Terserah aku dong, mau dicuci atau tidak. Bahkan aku berhak mengabadikannya," jawab Erland. Dia tidak peduli mau sapu tangannya dicuci atau tidak. Selama dia happy tidak masalah.

"Oh, kenapa aku harus menikah dengan lelaki jorok sepertimu," keluh Arisha. Menyesal menikah dengan Erland yang bagai model internasional di luar tapi gembel jalanan di dalam kamar.

"Hei, kita sudah sepakat. Kenapa kau mengeluh? Seharusnya kau senang bisa menikah dengan Erland Dewangkara, bahkan banyak wanita ingin berkencan denganku." Erland memang sudah menaklukan banyak wanita. Tak perlu banyak bicara semua wanita ingin menikmati malam bersamanya.

"Kecuali aku, kalau bukan karena kakek. Aku tidak mungkin menikah denganmu. Lelaki yang tidak setia dan tidak menghargai wanita," sahut Arisha. Kalau bukan perjodohan konyol itu Arisha tidak mungkin terjun sejauh ini. Menjadi sekretaris Erland saja dia sudah penat. Apalagi menjadi istrinya.

"Baiklah, kita perjelas aturannya, kau ganti cadarmu dan aku siapkan kontrak pernikahan kita!"

Arisha mengangguk. Dia berjalan melewati Erland dan masuk ke dalam toilet. Sedangkan Erland mulai mengetik kontrak pernikahan diantara mereka. Beberapa pasal yang menjadi hak dan kewajiban mereka serta hal yang tidak boleh dilanggar.

"Wanita bercadar itu sedikit menyebalkan, kamarku jadi bersih. Padahal aku kurang suka hal seperti ini, sedikit acak-acakan tampak natural," batin Erland. Dia memiliki kebiasaan yang berbeda dari orang pada umumnya. Meski kamarnya sering kotor dan berantakan itu memiliki nilai seni tersendiri untuknya.

Di dalam toilet Arisha melepas sapu tangan Erland. Dia muntah beberapa kali. Benar-benar di luar dugaannya. Lelaki tampan dan keren di luar belum tentu bersih dan rapi ketika di dalam kamarnya.

"Semua wanita yang menyukai Erland tertipu covernya, ibarat handphone casingnya bagus mesinnya bobrok," gerutu Arisha sambil menatap cermin di depannya.

"Sabar Arisha, hanya setahun. Setelah selesai aku tidak akan terikat pernikahan konyol ini," tambah Arisha. Dia mencuci mukanya dan mengenakan cadar miliknya yang tergantung di dinding toilet. Kemudian dia ke luar dengan cadar yang sudah menutup wajahnya.

"Kemarilah! Kontrak pernikahannya sudah jadi."

Arisha mengangguk. Duduk bersama Erland di sofa. Dia menatap kertas putih yang ada di atas meja. Ada dua salinan. Satu untuk Erland dan satunya untuknya.

"Bacalah dengan seksama lalu tanda tangani!" titah Erland. Dia tidak ingin Arisha protes di kemudian hari. Itu sebabnya Arisha harus membacanya baik-baik.

"Oke." Arisha mengambil kertas putih itu dan membaca dengan seksama di dalam hatinya. Dia melihat hak dan kewajiban serta apa saja yang tidak boleh dilanggar oleh mereka berdua.

"Aku sudah membaca semuanya, mari kita tanda tangani! Lebih cepat lebih baik." Arisha tidak ingin membuang-buang waktu hidup bersama Erland. Lebih baik dia tanda tangani kontrak pernikahan itu.

"Oke." Erland juga sudah tak sabar ingin menandatangani kontrak pernikahan itu.

Mereka berdua pun menandatangani kontrak pernikahan itu bersama-sama. Mereka sudah sepakat dengan isi di dalam kontrak pernikahan itu.

"Aku capek, mau sholat terus tidur."

"Ingat kau tidur di sebelah kanan! Jangan mengorok apalagi ngiler!" Erland memperingati Arisha. Dia tidak ingin kenyamanan tidurnya terganggu.

"Perasaan ngorok dan ngiler gak ada tuh di dalam kontak, berarti boleh dong," sahut Arisha membalikkan peringatan dari Erland.

"Tapi ini kamarku, zona teritorialku."

"Dalam kontrak selama satu tahun ini zona teritorial kita berdua. Kecuali kau ingin aku tidur dengan nenek." Arisha tahu betul kelemahan Erland. Mana berani melawan Victoria.

"Sama seperti Arisha, menyebalkan," gerutu Erland. Dia merasa istrinya sama seperti Arisha yang selalu melapor Victoria jika dia macam-macam.

Arisha hanya tersenyum tipis. Bangun dari sofa dan kembali masuk toilet untuk berwudhu lalu sholat. Sedangkan Erland duduk di ranjang memperhatikan wanita bercadar itu.

"Satu lagi makhluk pengatur hidupku, nenek, Arisha dan dia," batin Erland. Satu tahun ke depan hidupnya tidak akan bebas. Ada tiga Srikandi yang akan menjadi satpam dalam hidupnya.

Arisha melipat mukena dan sajadah. Meletakkannya di dalam laci kecil yang ada di kamar Erland. Tak disangka banyak pengaman di dalam laci itu.

"Hei, ini apa? Kau benar-benar tidak setia." Arisha membuka lebar laci kecil itu.

"Itu punyaku. Jangan usil!" Erland tampak kesal saat barang miliknya diusik Arisha. Apalagi itu barang penting untuknya.

Arisha menutup kembali laci dan meletakkan mukenanya di atas laci. Dia menghampiri Erland dan duduk di sebelah kanan ranjang.

"Erland, kenapa kau tidak cari wanita yang bisa membuatmu setia padanya?"

"Setia? Setelah semua yang sudah ku lakukan lalu meninggalkanku begitu saja? Itu yang kau bilang setia?" Erland tampak dingin saat mengatakan kata setia. Ada gurat luka di wajahnya yang dingin.

Arisha langsung terdiam. Dia tidak tahu kalau Erland seperti itu saat Arisha membahas kata setia.

"Lain kali jangan ikut campur urusanku. Tidurlah di tempatmu! Dan jangan berani mendekatiku apalagi menggodaku! Aku akan membuatmu menyesal melakukan itu!" ancam Erland. Cara bicaranya sangat berbeda. Sangat dingin dan tertutup.

Arisha hanya diam. Tak disangka Erland tidak suka setiap kali membahas kata setia. Ini kali kedua Erland seperti itu.

Erland mengambil guling. Dia membatasi ranjang dengan guling itu. Lalu berbaring membelakangi Arisha dan menutup tubuhnya dengan selimut.

"Apa Erland pernah terluka karena dia setia?" batin Arisha. Jelas terlihat ada luka yang coba ditutupi Erland darinya. Rasa setia seperti tidak ada artinya saat pengkhianatan itu bertahta. Mungkin seperti itu yang kini dirasakan Erland.

"Sudahlah! Lebih baik aku tidur."

Arisha berbaring di ranjang. Membelakangi Erland. Banyak hal yang dia tidak tahu tentang Erland ataupun keluarganya. Membuat Arisha penasaran dan ingin tahu.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C19
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login