Download App
30.76% UnReach / Chapter 8: 8. Alasan lain

Chapter 8: 8. Alasan lain

"Oiya ada apa?" Michael kembali berdiri tegap dan melihatku.

Aku harus menormalkan suaraku, berdeham sebentar agar degup jantungku mereda dan pipiku yang memerah tak terlalu terlihat.

"Ada apa kemari?" Michael melanjutkan pertanyaannya.

"Ini," aku membuka ranselku dan mengeluarkan helm full face miliknya yang tertinggal kemarin. "Tertinggal, kau pulang sangat buru-buru."

"Oh astaga! iya benar, aku lupa! kau tahu saat sampai di kamarku, aku baru menyadarinya. Helmku tertinggal." Ia cengengesan.

Mencurigakan.

"Kalau begitu aku pulang, helmnya sudah aku kembalikan." aku kembali memakai ranselku dan beranjak pergi meninggalkan Michael.

"Aku antar!" ia meraih pergelangan tanganku.

"Bukankah kau harus bekerja?"

"Ah benar! kalau begitu aku akan izin sebentar, mengantarmu hingga ke halte bis." ia segera masuk dengan terburu-buru. Tak berselang lama ia keluar dengan tas kecil di tangannya. "Ayo!" Ia meraih tanganku dan mulai berjalan.

"Bukankah di dalam sedang ramai? tak apa?" aku merasa tak enak.

"Sejujurnya aku tak suka pekerjaan ini." katanya dengan suara pelan.

"Aku yakin, seorang pun tak akan nyaman bekerja di tempat berisik semacam itu kan." jawabanku kali ini hanya berdasarkan pemikiranku saja. Sejujurnya ada saja orang yang memang menginginkan pekerjaan di dalam sana. Bartender contohnya. ada banyak orang yang suka sekali menciptakan minuman baru dan berpikir ingin menjadi bartender.

"Yah.. " ia terkekeh pelan. genggaman tangannya terasa melonggar, aku menambah kecepatan langkahku agar kami bisa sejajar. lalu mengeratkan genggaman tanganku padanya. Michael menyadarinya, menoleh padaku dan mulai menatapku dengan tatapan yang masih belum bisa aku artikan apa maksudnya.

"Maria, apa kau tak takut padaku? atau jijik? atau semacamnya?" pertanyaan tiba-tiba yang tidak aku duga.

"Kenapa?" kenapa aku harus takut? benar.. tempat ini, daerah ini. adalah tempat yang aku benci. orang-orangnya yang kasar dan seenaknya, tapi Michael.. aku tak membencinya, aku tak takut padanya meski baru 3 hari ini aku mengenalnya.

"Karena bisa saja aku akan berbuat jahat padamu." ia berkata tanpa melihatku.

"Michael, Kau tak akan melakukannya kan?" aku berhenti dan menatap wajah Michael. ia mengalihkan pandangannya, aku meraih wajahnya meski harus berjingkat. Aku ingin melihat kejujuran dari matanya. "Iya kan?"

"Tentu. Tentu saja!" ia menatap wajahku pada akhirnya, wajahnya memerah, "Maafkan aku, kemarin aku hampir saja melakukan hal yang tak pantas."

Aku mengingatnya.. Michael yang hampir menciumku. Membuatku kembali tak tenang. rasanya, itu memang tak pantas. Tapi, herannya aku tak keberatan.

"Aku harus menaiki bis!" Tepat waktunya, sebuah bis datang dan berhenti di halte. Kami berhenti di belakang halte, hanya beberapa meter. Aku berlari menuju halte dan berusaha menaiki tangga bis, tapi Michael meraih tanganku.

"Sebentar.." ia melepaskan tas kecilnya padaku lalu merogoh kantungnya, mencari-cari sesuatu. Namun saat ia hampir mendapatkan yang ia cari, pintu bis tertutup. tak lama bis pun berjalan..

Aku hanya bisa menganga, melihat Michael berlari sambil mengatakan sesuatu yang tak bisa aku dengar. Lalu saat aku harus sadar bahwa halte sudah jauh di belakang, aku melihat sebuah tas milik Michael di tanganku.

Ini barang yang ke 3.

"Pak bisakah aku berhenti di halte depan?" suaraku lesu, aku tak mau mengembalikan yang ini.. aku ingin saat ini juga barang milik Michael kembali pada pemiliknya.

"Nona, apa kau yakin? ini adalah bis terakhir yang menuju ke kota." supir bis berkata dan menyempurnakan kekecewaanku.

"Begitu ya.. ya sudah tidak jadi." aku duduk dengan perasaan kesal sekaligus bingung dan merasa lucu. Entahlah.. begitu campur aduk.

***

Aku merenggangkan tubuhku, saat semua pekerjaan rumah sudah aku selesaikan. Besok akan jadi hari yang sibuk, aku harus presentasi di kelas kimia dan ujian harian di kelas matematika. Pekerjaan rumahku juga besok harus di kumpulkan.

Aku kadang lupa jika bersekolah di sekolah elit yang terkenal di kota ini. Saking terbiasanya dengan belajar dan belajar aku jadi tak memperdulikan sekitar. Nilaiku tak boleh menurun, jika itu terjadi ibu dan ayahku akan sangat kecewa dan segera bertindak. Mereka tak akan memberikan aku kebebasan seperti saat ini lagi.

Pandanganku berhenti pada tas kecil milik Michael. Mendesah pelan untuk melepaskan rasa yang campur aduk hari ini. semuanya menggumpal dan berputar-putar di kepalaku.

sensasi pelukannya, suara Geraman samar yang aku dengar darinya, kalimat-kalimat khas telenovelanya, kegundahannya saat sebelum kami berpisah dan keteledorannya yang sepertinya tak tertolong lagi.

Aku tertawa pelan, lalu berhenti karena penasaran. Apa yang ingin Michael tunjukan padaku dan apa yang ia ucapkan saat bis telah melaju?

Aku meraih ponselku dan mencari sebuah kontak baru. Benar saja, sebuah nama Michael tercantum di kontakku. Jika aku meneleponnya, mungkin saja ia tengah sibuk bekerja. Jadi aku mengiriminya pesan singkat.

"Tas mu ada padaku, Michael. Apa yang sebenarnya ingin kau tunjukan dan katakan?" aku menyuarakan isi pesan yang aku ketik pada layar ponsel pintarku. lalu menekan pilihan kirim lalu meletakkan kembali ponsel di atas meja.

Membuka-buka buku pelajaran matematikaku kembali. Mengulang semua materi yang sudah aku pelajari. Besok, nilaiku harus sempurna.

***

TING!

Aku terbangun ketika sebuah suara notifikasi ponselku berbunyi. Meraih benda pipih metalik itu dari bawah bantal. Mataku menyipit masih terasa begitu lengket, pukul berapa ini?

"4.35, astaga ..." aku melihat sebuah pesan balasan dari Michael. Karena masih sangat mengantuk aku mengabaikannya. Tak membuka pesannya apalagi membacanya.

Aku yakin ia merasa harus segera membalas pesan dari seseorang, tapi setidaknya dia harus memikirkan pukul berapa ini! dia harus tahu, saat pukul 4.35 orang yang ia kirimi pesan sedang melakukan apa?!

Tertidur dengan rasa jengkel memang tak enak! Aku bangkit dan perlahan turun dari ranjangku, keluar dari kamar dan menuju dapur. Aku harus minum air putih atau lebih baik susu hangat agar aku bisa kembali mengantuk.

Menyalakan microwave dan memasukan secangkir sedang susu. Menunggunya sembari melihat layar ponselku yang menampilkan ikon amplop, tanda bahwa ada sebuah pesan yang masuk dan belum dibaca.

Apakah aku harus baca sekarang? atau lebih baik aku tunggu pagi hari dan meminta maaf karena baru bisa membalas?

microwave berbunyi, aku segera membukanya dan meraih gelas keramik merah tua kesayanganku. Aku tak merasakan panas, karena aku hanya memanaskan sebentar.

Menengguk susu hangatku dengan terburu-buru, lalu kembali ke dalam kamar melempar ponselku ke.atas meja belajar dan kembali meraih selimut dan menyelubungi tubuhku. Dengan cepat aku tertidur, susu hangat memang manjur untuk orang yang sedang kesulitan tidur.

Ini terbukti!

Lalu selagi aku tidur dengan nyenyaknya dan berhayal tentang hari esok yang menyenangkan. Michael justru sedang merencanakan hal bodoh lainnya.

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C8
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login