Andai aku bisa membaca pikiran seperti Malaikat Agung Jin, aku pasti tidak akan membuang-buang waktu dengan menerka-nerka apa yang tengah Jiae pikirkan saat ini. Bukannya menghampiri pria itu, Jiae malah terdiam di bangku yang ada di bawah jendela luar kamarnya dengan tatapan sendu.
"Dia kurang tampan?" tanyaku bingung.
Jiae yang kini tengah memperhatikan Jongin, hanya menggeleng lemah. Jongin sendiri tengah duduk di bangku taman, sambil menengadahkan wajahnya, membiarkan hangatnya mentari menyapa wajahnya.
Ya, aku memang belum mengembalikan penglihatan pria itu. Akan kulakukan setelah Jiae memintaku.
"Malaikat Suga, apakah kau percaya dengan takdir?" tanya Jiae pelan.
"Yeah, tentu aku percaya. Salah satu Malaikat konyol yang bertugas menjaga ruang takdir manusia adalah salah satu kenalanku. Kau ingin mengetahui takdirmu? Jangan harap kau bisa melakukannya, dia tidak akan mengizinkan siapa pun termasuk diriku masuk ke dalam ruangan itu!"