Download App
6.21% Menikahi Barista Ganteng / Chapter 25: 25. Sang Sekretaris

Chapter 25: 25. Sang Sekretaris

Udara dingin dari AC seketika membuat bulu kuduk Ello berdiri. Ia melangkah ragu-ragu sambil mengedarkan pandangannya. Karena ini masih pagi, tempat itu jadi sangat sepi.

Ello tidak yakin jika Ibu Cielo berada di dalam ruangannya. Kemungkinan besar jika wanita itu masih terlelap di ranjang mewahnya.

Ello celingak-celinguk melihat ke segala arah. Tiba-tiba, seseorang berjalan menghampirinya sambil menenteng tas tangan dan mengenakan rok sepan yang ketat. Senyumannya begitu manis hingga membuat Ello jadi ikut tersenyum.

"Pagi, Bu," sapa Ello sopan.

"Pagi. Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu ramah.

"Uhm, kemarin itu Ibu Cielo menyuruh saya untuk ke sini, katanya untuk mengambil surat. Lalu Pak Abi juga menyuruh saya untuk mengambil surat itu di sini. Apa Ibu Cielo sudah datang?"

"Oh, Mas ini yang namanya Graciello Andreas itu ya," tebak sang wanita.

"Betul, Bu," ucap Ello semangat.

"Kemari, ikut saya," kata wanita itu.

Lalu Ello menurut. Mereka berjalan menuju ke meja kerja yang berada persis di depan ruangan direktur. Ada terdapat beberapa telepon di meja, sebuah komputer, dan mesin fotokopi mini di belakangnya yang juga merangkap sebagai mesin fax dan printer.

"Kalau boleh saya tahu, Ibu ini siapa namanya?" tanya Ello. Seingatnya, Ibu Cielo pernah mengatakan jika ia harus menemui seseorang, tapi ia lupa namanya.

"Oh, nama saya Septiani. Saya sekretarisnya Ibu Cielo. Kebetulan Ibu Cielo belum datang. Dia sedang sarapan bersama rekan bisnisnya di Singapura sekarang. Saya baru mendapat laporannya kalau beliau baru saja mendarat dengan selamat."

"Ah, begitu ya," ucap Ello sambil mengangguk perlahan.

Ternyata wanita itu bangun bahkan lebih pagi lagi dari Ello. Untuk sarapan saja, sang bos memilih tempat yang ribet. Untung saja, Ello tidak pernah berurusan dengan bisnis seperti itu. Pasti akan sangat melelahkan.

Wanita bernama Septiani itu sedang mengklik sesuatu di layar komputernya dan kemudian, sebuah kertas pun diprint dan keluar dari mesin fotokopi mini itu. Septiani mengambil kertas itu dan memasukkannya ke dalam amplop putih dengan logo perusahaan.

"Ini, Mas Graciello suratnya sudah selesai," kata Septiani ramah.

"Ah, terima kasih banyak, Bu." Ello mengangguk sopan.

"Panggil saya Septi saja, Mas. Sepertinya saya lebih muda usianya dari Mas Graciello."

"Yang benar? Saya jadi merasa tidak enak hati," ujar Ello yang menahan diri untuk tidak terbatuk-batuk.

"Iya, Mas. Saya ini baru juga usia dua puluh empat."

"Oh," ucap Ello dengan mulut berbentuk O yang bulat.

"Mas, namanya mirip sama Ibu Cielo. Dipanggilnya apa, Mas?"

"Mirip ya," ujar Ello sambil terkekeh. "Saya biasa dipanggil Ello."

"Owalah Mas Ello." Septiani terkikik pelan. "Mas ini tampan sekali. Oops. Aduh saya jadi malu. Mulutnya terlalu lancar kalau bicara. Lupa remnya belum diminyaki."

Ello pun tertawa. "Bu Septi ini bisa saja. Eh, Septi. Aduh saya tidak enak menyebut nama."

"Tidak apa-apa, Mas. Biar kita lebih akrab," ucap Septi sambil mengedipkan matanya beberapa kali hingga bulu matanya melambai-lambai.

Ello tersenyum semanis mungkin supaya wanita itu tidak sakit hati, padahal Ello sama sekali tidak ingin tersenyum.

"Begitu ya. Baiklah. Uhm, omong-omong terima kasih banyak suratnya ya. Saya harus segera menemui Pak Abi dan menyerahkan surat ini," kata Ello sambil mengangkat amplop di tangannya.

"Ah, iya. Mas Ello sedang buru-buru ya. Lain kali mampir ke sini lagi ya."

"Iya. Sampai bertemu lagi." Ello melambaikan tangannya sambil mengangguk canggung.

"Iya, Mas. Dadah. Sampai bertemu lagi." Septiani tersenyum manis sambil melambai.

Ello pun langsung pergi dari sana dan bergegas ke ruangan Pak Abi. Ia sungguh tak menyangka jika sang sekretaris malah menggodanya. Namun, wajah wanita itu memang lumayan cantik dan sangat ramah, sangat berbeda dengan sang bos.

Ello membayangkan seperti apa rasanya menjadi sekretaris dari bos yang judes. Untung saja, ia tidak pernah bercita-cita menjadi seorang sekretaris.

Tanpa ragu lagi, Ello pun mengetuk pintu ruangan Pak Abi. "Masuk!" seru Pak Abi dari dalam.

Ello memutar gagang pintu dan masuk ke dalam sana. Pak Abi sedang menyesap minuman dari cangkirnya. Lalu Ello diminta untuk duduk.

"Ini suratnya, Pak," kata Ello sambil menyerahkan surat dari Septiani.

Pak Abi membuka isinya dan membacanya beberapa saat sambil menggunakan kacamata bantuan yang bertengger di hidungnya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C25
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login