Download App
4.84% Kepergian Tak Akan Menghalangi Cinta / Chapter 11: Together

Chapter 11: Together

Ia memutuskan untuk menelfon Maya

beruntung pulsa masih ada namun tidak

cukup untuk kuota.

"Hallo?"

"Bun tolong pesenin pembalut sama kiranti

dong. Aluna lagi nggak berangkat sekolah."

pinta Aluna langsung.

"Bunda lagi sibuk, kamu minta tolong

sama Alan. Nggak usah sungkan, Alan udah

jadi tunangan kamu, bunda masih banyak

pekerjaan. Bye sayang." Balas Maya dan

ia langsung memutuskan sambungan

teleponnya.

Kesal. Aluna tidak ingin jika harus

menelfon manusia bisu itu. Mau tidak mau

ia harus memberanikan diri karena ia juga

harus mandi saat ini juga.

Panggilan langsung tersambung, Aluna

berdebar saat mendengar suara itu. Ia

kikuk.

"Ya?"

"Lo lagi istirahat kan?" Tanya Aluna pelan

sambil mengatur napasnya.

"Hm."

"Lo habis ini telfon gue balik. Pulsa gue

mau abis. Penting!" Panggilan terputus-

Tak lama Alan menelfon ya kembali, Aluna

langsung buru-buru mengangkat.

"Tolongin gue Lan" Ujar Aluna langsung.

"Apa?"

"Gue di rumah sendirian. Gue nggak

berangkat sekolah karena perut gue

sakit, lagi datang bulan. Perut gue sakit

banget, gue mau mandi tapi stok gue abis.

Em anu, tolong beliin gu-" ujar Aluna

terpotong.

"Oke gue ngerti" Alan langsung

memutuskan panggilan, ia yang sedang

istirahat bersama teman-temannya

di kantin sekolah harus pergi karena

permintaan Aluna. Ia tau apa yang di

maksud oleh Aluna karena dulu ia sering

menemani Adel belanja keperluan

perempuan.

"Heh lo mau kemana?" Tanya Lio yang

melihat Alan sudah berdiri dan akan

berjalan.

"Ada urusan." hanya itu, kemudian Alan

melangkahkan kakinya buru-buru.

"Nggak nyangka gue. Alan udah tunangan

aja, semoga aja sih luluh tuh sama Aluna

jangan kaya es batu mulu." Kata Rai pada

teman-temannya.

Setelah sampai di toko biasa Alan

belanja, ia kini sedang memilih mana yang

harus ia beli. Ia tertarik pada satu merk

yang dulu sering Adel beli. Akhirnya ia

membeli itu dan jamu herbal pereda nyeri

haid.

Sudah jam 10.30 Alan baru sampai

di Depan gerbang Aluna,ia langsung

menekan bel di samping gerbang.

Terlihat Aluna sudah mengintip lewat

jendela kamarnya melihat siapa yang

datang.

Aluna langsung turun,beruntung setelah

menelfon Alan ia langsung menggosok gigi

dan cuci muka. Jadi ia pede saat bertemu

Alan.

"Mau masuk dulu nggak?" Tanya Aluna

sambil menerima plastik putih yang alan

berikan.

"Udah masuk." Jawab Alan sambil

menggelengkan kepalanya.

"Cincin lo mana?" Tanya Aluna.

Aluna melihat di jari manis Alan tidak

terpasang cincin yang sama ia kenakan.

Alan kemudian memperlihatkan kalung

yang berada di dalam bajunya, kalung itu

memiliki bandul cincin pertunangannya

dengan Aluna.

Aluna tersenyum melihatnya.

"Gue cabut." Alan langsung mengenakan

helmnya.

"Oh iya lo abis sekolah ke rumah ya? Bunda

sama Ayah lagi pergi terus makanan di

dapur tinggal buat sarapan aja. Kendaraan

gue di bawa bunda, lo anterin gue ya?"

Ujar Aluna sambil menatap Alan. Ia

sebenarnya gugup, namun ia mengatur

napasnya sebisa mungkin agar tidak

terlihat oleh Alan.

"Oke." Kemudian Alan melajukan motornya

meninggalkan Aluna yang masih berdiri

mematung di ambang gerbang.

"Berasa ngomong sama tembok deh."

Gerutu Aluna sambil mengunci gerbang, ia

buru-buru untuk pergi ke kamar mandi. Ia

sangat ingin mandi sekarang.

Hampir satu jam Aluna mandi. Ia keluar

dengan hotpants dan baju panjang yang

membuat Aluna semakin cantik.

Ia menggulung rambutnya dengan handuk

karena ia baru keramas tadi.

Ia turun menuju dapur untuk mengisi

perutnya. Hanya ada telur,mau tidak

mau Aluna makan pagi hanya dengan

telur. Bukan makan pagi karena ini sudah

hampir jam 12, sudah termasuk makan

siang.

Ponsel berdering nyaring di atas meja

makan. Aluna dari tadi terus fokus

menggoreng telur itu karena takut gosong.

Namun ponselnya sedari tadi terus

berdering.

Aluna mendengus berkali-kali,ia kesal

panggilan itu terus masuk. Setelah telur di

tiriskan ia langsung meraih ponselnya.

Kulkas.

"Gue udah di depan." Alan langsung

mengucapkan itu tanpa menyapa atau

basa basi.

Aluna langsung berjalan menuju keluar

rumah. Ternyata benar, Alan sudah

menunggu di depan gerbang.

Alan memarkirkan mobilnya di

pekarangan rumah Aluna, kemudian ia

membuka helmnya.

"Lo nggak kesekolah?" Tanya Aluna heran.

"Gak." Singkat Alan, ia sudah memakai kaos

dan celana jeans panjang.

"Kenapa?" Tanya Aluna sambil berjalan

menuju ruang tamu.

"Bolos." Alan langsung duduk dan

membuka ponselnya.

"Kenapa bolos?" Tanya Aluna menaikan

satu alisnya.

"Kata lo, lo belum makan. Dan gue ogah

balik ke sekolah." Kalimat itu adalah

pertama kali Aluna dengar karena

memang sedikit panjang.

"Sekarang nih?" Aluna menatap Alan

begitu juga sebaliknya.

Aluna merasa jantungnya hampir lepas

dari tempatnya, ia langsung buru-buru naik

ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

Alan yang melihatnya hanya terkekeh geli.

Langit mendung dan rintikan hujan

turun membasahi jalan. Beruntung Alan

membawa mobil, jadi tidak kehujanan.

Alan memarkirkan mobilnya di depan

sebuah cafe Milik Ayu-ibunya.

Mereka langsung turun karena takut

kehujanan. Aluna hanya mengekor dari

belakang tanpa membuka suara. Para

pegawai menyapa Alan dan tersenyum

padanya.

"Idih genit banget sih." batin Aluna, ia belum

tahu jika Alan akan mewarisi usaha cafe

ini.

"Silahkan mas." Sapa pegawai perempuan

dengan tinggi badan hampir menyamai Aluna.

"Emangnya nggak liat apa ada gue? Emang

pada gak mikir kalo gue pacarnya atau

tunangannya gitu?" Batin Aluna sebal.

Akhirnya ia langsung berdiri di samping

Alan dan menggandeng tangannya.

Sebenarnya Aluna sedikit gugup dan ini

pertama kali. Aluna hanya ingin mereka

tahu bahwa ada dirinya bersama Alan.

Alan yang di perlakukan seperti itu heran.

Biasanya Aluna tidak ingin berdekatan

dengan dirinya.

Setelah duduk, tangan Aluna masih setia

dalam genggaman Alan.

"Lepas!" Kata Alan dingin setelah pelayan

itu pergi.

"Iya maaf." Kemudian Aluna duduk

menjauh dari Alan, ia sebenarnya

sangat malu pada Alan. Namun ia harus

melakukan itu.

"Pegawai di sini itu genit banget sih! Masa

nggak liat ada gue. Masa mereka nggak mikir

kalo gue pacarnya atau siapanya kek, main

senyum-senyum aja!" Ujar Aluna kesal,

sangat kesal.

Alan hanya mengerutkan keningnya heran.

Ia kemudian tersenyum kecil, rupanya

Aluna tidak ingin jika ada yang genit

padanya.

"Ini cafe mamah." jawab Alan sambil

menahan tawanya, ia sebenarnya ingin

tertawa tapi ia tidak mau memperlihatkan

pada Aluna walaupun gadis di depannya

ini sudah menjadi tunangannya.

"Hah yang bener?" Mata Aluna membulat

sempurna, ia terkejut dengan hal itu.

"Pantes pada senyum ke lo semua." Ujar

Aluna sambil membuka ponselnya.

Aluna merasa malu, ia terus merutuki

kebodohannya.

Setelah makan selesai dalam

keheningan, mereka meninggalkan Cafe itu

dan menuju entah kemana.

Aluna sudah merasa Kenyang dan terlalu

menikmati perjalanan hingga akhirnya ia

tertidur pulas.

Alan hanya diam, ia membiarkan gadis itu

terlelap. Ia akan membawanya untuk ke

supermarket, Alan akan membangunkan

Aluna saat sudah sampai nanti.

Parkiran yang terbilang ramai, Alan

menjajarkan mobilnya bersama

mobil-mobil lain.

"Udah sampe!" Ujar Alan bermaksud

membangunkan Aluna.

Namun Aluna tak bergerak sedikitpun.

Alan kemudian keluar dari mobil dan

mengetuk jendela yang bersebelahan dengan Aluna.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C11
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login