Ia memutuskan untuk menelfon Maya
beruntung pulsa masih ada namun tidak
cukup untuk kuota.
"Hallo?"
"Bun tolong pesenin pembalut sama kiranti
dong. Aluna lagi nggak berangkat sekolah."
pinta Aluna langsung.
"Bunda lagi sibuk, kamu minta tolong
sama Alan. Nggak usah sungkan, Alan udah
jadi tunangan kamu, bunda masih banyak
pekerjaan. Bye sayang." Balas Maya dan
ia langsung memutuskan sambungan
teleponnya.
Kesal. Aluna tidak ingin jika harus
menelfon manusia bisu itu. Mau tidak mau
ia harus memberanikan diri karena ia juga
harus mandi saat ini juga.
Panggilan langsung tersambung, Aluna
berdebar saat mendengar suara itu. Ia
kikuk.
"Ya?"
"Lo lagi istirahat kan?" Tanya Aluna pelan
sambil mengatur napasnya.
"Hm."
"Lo habis ini telfon gue balik. Pulsa gue
mau abis. Penting!" Panggilan terputus-
Tak lama Alan menelfon ya kembali, Aluna
langsung buru-buru mengangkat.
"Tolongin gue Lan" Ujar Aluna langsung.
"Apa?"
"Gue di rumah sendirian. Gue nggak
berangkat sekolah karena perut gue
sakit, lagi datang bulan. Perut gue sakit
banget, gue mau mandi tapi stok gue abis.
Em anu, tolong beliin gu-" ujar Aluna
terpotong.
"Oke gue ngerti" Alan langsung
memutuskan panggilan, ia yang sedang
istirahat bersama teman-temannya
di kantin sekolah harus pergi karena
permintaan Aluna. Ia tau apa yang di
maksud oleh Aluna karena dulu ia sering
menemani Adel belanja keperluan
perempuan.
"Heh lo mau kemana?" Tanya Lio yang
melihat Alan sudah berdiri dan akan
berjalan.
"Ada urusan." hanya itu, kemudian Alan
melangkahkan kakinya buru-buru.
"Nggak nyangka gue. Alan udah tunangan
aja, semoga aja sih luluh tuh sama Aluna
jangan kaya es batu mulu." Kata Rai pada
teman-temannya.
Setelah sampai di toko biasa Alan
belanja, ia kini sedang memilih mana yang
harus ia beli. Ia tertarik pada satu merk
yang dulu sering Adel beli. Akhirnya ia
membeli itu dan jamu herbal pereda nyeri
haid.
Sudah jam 10.30 Alan baru sampai
di Depan gerbang Aluna,ia langsung
menekan bel di samping gerbang.
Terlihat Aluna sudah mengintip lewat
jendela kamarnya melihat siapa yang
datang.
Aluna langsung turun,beruntung setelah
menelfon Alan ia langsung menggosok gigi
dan cuci muka. Jadi ia pede saat bertemu
Alan.
"Mau masuk dulu nggak?" Tanya Aluna
sambil menerima plastik putih yang alan
berikan.
"Udah masuk." Jawab Alan sambil
menggelengkan kepalanya.
"Cincin lo mana?" Tanya Aluna.
Aluna melihat di jari manis Alan tidak
terpasang cincin yang sama ia kenakan.
Alan kemudian memperlihatkan kalung
yang berada di dalam bajunya, kalung itu
memiliki bandul cincin pertunangannya
dengan Aluna.
Aluna tersenyum melihatnya.
"Gue cabut." Alan langsung mengenakan
helmnya.
"Oh iya lo abis sekolah ke rumah ya? Bunda
sama Ayah lagi pergi terus makanan di
dapur tinggal buat sarapan aja. Kendaraan
gue di bawa bunda, lo anterin gue ya?"
Ujar Aluna sambil menatap Alan. Ia
sebenarnya gugup, namun ia mengatur
napasnya sebisa mungkin agar tidak
terlihat oleh Alan.
"Oke." Kemudian Alan melajukan motornya
meninggalkan Aluna yang masih berdiri
mematung di ambang gerbang.
"Berasa ngomong sama tembok deh."
Gerutu Aluna sambil mengunci gerbang, ia
buru-buru untuk pergi ke kamar mandi. Ia
sangat ingin mandi sekarang.
Hampir satu jam Aluna mandi. Ia keluar
dengan hotpants dan baju panjang yang
membuat Aluna semakin cantik.
Ia menggulung rambutnya dengan handuk
karena ia baru keramas tadi.
Ia turun menuju dapur untuk mengisi
perutnya. Hanya ada telur,mau tidak
mau Aluna makan pagi hanya dengan
telur. Bukan makan pagi karena ini sudah
hampir jam 12, sudah termasuk makan
siang.
Ponsel berdering nyaring di atas meja
makan. Aluna dari tadi terus fokus
menggoreng telur itu karena takut gosong.
Namun ponselnya sedari tadi terus
berdering.
Aluna mendengus berkali-kali,ia kesal
panggilan itu terus masuk. Setelah telur di
tiriskan ia langsung meraih ponselnya.
Kulkas.
"Gue udah di depan." Alan langsung
mengucapkan itu tanpa menyapa atau
basa basi.
Aluna langsung berjalan menuju keluar
rumah. Ternyata benar, Alan sudah
menunggu di depan gerbang.
Alan memarkirkan mobilnya di
pekarangan rumah Aluna, kemudian ia
membuka helmnya.
"Lo nggak kesekolah?" Tanya Aluna heran.
"Gak." Singkat Alan, ia sudah memakai kaos
dan celana jeans panjang.
"Kenapa?" Tanya Aluna sambil berjalan
menuju ruang tamu.
"Bolos." Alan langsung duduk dan
membuka ponselnya.
"Kenapa bolos?" Tanya Aluna menaikan
satu alisnya.
"Kata lo, lo belum makan. Dan gue ogah
balik ke sekolah." Kalimat itu adalah
pertama kali Aluna dengar karena
memang sedikit panjang.
"Sekarang nih?" Aluna menatap Alan
begitu juga sebaliknya.
Aluna merasa jantungnya hampir lepas
dari tempatnya, ia langsung buru-buru naik
ke kamarnya untuk mengganti pakaian.
Alan yang melihatnya hanya terkekeh geli.
Langit mendung dan rintikan hujan
turun membasahi jalan. Beruntung Alan
membawa mobil, jadi tidak kehujanan.
Alan memarkirkan mobilnya di depan
sebuah cafe Milik Ayu-ibunya.
Mereka langsung turun karena takut
kehujanan. Aluna hanya mengekor dari
belakang tanpa membuka suara. Para
pegawai menyapa Alan dan tersenyum
padanya.
"Idih genit banget sih." batin Aluna, ia belum
tahu jika Alan akan mewarisi usaha cafe
ini.
"Silahkan mas." Sapa pegawai perempuan
dengan tinggi badan hampir menyamai Aluna.
"Emangnya nggak liat apa ada gue? Emang
pada gak mikir kalo gue pacarnya atau
tunangannya gitu?" Batin Aluna sebal.
Akhirnya ia langsung berdiri di samping
Alan dan menggandeng tangannya.
Sebenarnya Aluna sedikit gugup dan ini
pertama kali. Aluna hanya ingin mereka
tahu bahwa ada dirinya bersama Alan.
Alan yang di perlakukan seperti itu heran.
Biasanya Aluna tidak ingin berdekatan
dengan dirinya.
Setelah duduk, tangan Aluna masih setia
dalam genggaman Alan.
"Lepas!" Kata Alan dingin setelah pelayan
itu pergi.
"Iya maaf." Kemudian Aluna duduk
menjauh dari Alan, ia sebenarnya
sangat malu pada Alan. Namun ia harus
melakukan itu.
"Pegawai di sini itu genit banget sih! Masa
nggak liat ada gue. Masa mereka nggak mikir
kalo gue pacarnya atau siapanya kek, main
senyum-senyum aja!" Ujar Aluna kesal,
sangat kesal.
Alan hanya mengerutkan keningnya heran.
Ia kemudian tersenyum kecil, rupanya
Aluna tidak ingin jika ada yang genit
padanya.
"Ini cafe mamah." jawab Alan sambil
menahan tawanya, ia sebenarnya ingin
tertawa tapi ia tidak mau memperlihatkan
pada Aluna walaupun gadis di depannya
ini sudah menjadi tunangannya.
"Hah yang bener?" Mata Aluna membulat
sempurna, ia terkejut dengan hal itu.
"Pantes pada senyum ke lo semua." Ujar
Aluna sambil membuka ponselnya.
Aluna merasa malu, ia terus merutuki
kebodohannya.
Setelah makan selesai dalam
keheningan, mereka meninggalkan Cafe itu
dan menuju entah kemana.
Aluna sudah merasa Kenyang dan terlalu
menikmati perjalanan hingga akhirnya ia
tertidur pulas.
Alan hanya diam, ia membiarkan gadis itu
terlelap. Ia akan membawanya untuk ke
supermarket, Alan akan membangunkan
Aluna saat sudah sampai nanti.
Parkiran yang terbilang ramai, Alan
menjajarkan mobilnya bersama
mobil-mobil lain.
"Udah sampe!" Ujar Alan bermaksud
membangunkan Aluna.
Namun Aluna tak bergerak sedikitpun.
Alan kemudian keluar dari mobil dan
mengetuk jendela yang bersebelahan dengan Aluna.