Download App
6.82% Sekolah Sihir: Keajaiban Tersembunyi / Chapter 26: Chapter 26 : Rasa ingin tau

Chapter 26: Chapter 26 : Rasa ingin tau

"Masa lalu Lyne?"

Rival mengangguk. "Apa kau tau?"

Habil melihat kakaknya, Qabil. Berharap kakaknya bisa membantu menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka, tapi itu sepertinya tidak mungkin, ia bisa melihat reaksi Qabil seperti kurang tidak suka dengan pertanyaan tersebut.

"Aku harap kalian bisa menjawabnya dan tidak menyuruhku untuk tidur." ucap Rival.

Kedua saudara itu melihat Rival yang sepertinya tidak mau menyerah untuk mencari tahu informasi tentang masa lalu sekolah ini. Bukan egois, tapi ini demi semua untuk melindungi mereka keadaan aman dan baik-baik saja, mereka pikir ini semua akan berakhir, nyatanya masih ada masalah yang belum mereka selesaikan dan menimbulkan masalah baru.

"Sepertinya dia kembali. " ucap Qabil tiba-tiba.

"Kakak!" panggil Habil untuk menutup mulut.

"Apa? Ada apa?" tanya Rival.

"Tidak ada. Kalaupun kau ingin tau. Kaulah jawabannya." Qabil melangkah masuk ke dalam kamarnya.

"Apa maksudnya?" tanya Rival tidak mengerti.

Habil melihat kepergian Qabil sampai masuk ke dalam kamar. "Kakak benar, jawabannya ada pada dirimu sendiri. Rival." ucap Habil pun berjalan menuju kamar.

Sekarang Rival sendiri di ruang depan, menunduk kecewa pada kedua saudara itu, mencoba berpikir soal apa yang mereka ucapkan barusan tentang jawabannya ada pada dirinya. Rival gelisah, itu membuat kepalanya pening bukan main, rasanya ia ingin berteriak, namun ia tau diri. Rival pun menyerah, memilih berjalan menuju kamar, ya itu adalah pilihan yang terbaik.

Tapi bukan berarti Rival harus menyerah begitu saja, dia akan terus mencari tahu apa yang terjadi di masa lalu di sekolah yang menurutnya seperti neraka ini, Rival yakin pendidikan bukan tujuan mereka, pasti ada tujuan lain dibalik ini semua.

Tek!

Dimatikannya lampu tidur tepat di sampingnya. Rival berusaha untuk tidur, namun matanya tidak bisa ia pejamkan, walaupun ia sudah berusaha sekuat tenaga menekannya.

"Sial!" Hardiknya kesal.

Dilihatnya jendela menampakkan bulan purnama saat itu, terbentuk dengan sempurna begitu juga dengan cahaya dari bulan tersebut yang membuat jelas isi dari kamar Rival, saat itu pula lampu kamarnya sudah tidak berguna. Rival bisa mendengar suara lolongan anjing atau serigala mereka mungkin satu jenis, atau mungkin itu adalah suara manusia serigala. Dengan gerak cepat Rival mengganti piyama dengan baju rumah tidak lupa memakai jaket tebal untuk mengusir rasa dingin malam.

Dengan perlahan Rival berusaha membuka pintu kamar, ini lah bagian tertulis, ia harus melangkah menuju pintu tanpa menimbulkan suara. Dengan pelan-pelan Rival melangkah, mencoba berjanji berjalan menuju pintu.

Rival harus bernapas lega, saat dirinya sudah sampai di depan pintu, tugasnya tinggal memutar kunci dan membuka pintu tepat di depan kalau dirinya ingin bebas dari ketegangan ini.

Krek!

Suara bagian dalam pintu terdengar, memesan keheningan pada ruang depan tersebut, Rival menoleh ke belakang melihat sekitar untuk memastikan dirinya masih aman. Merasa aman, Rival pun mencoba memegang gagang pintu untuk segera membuka, namun harapannya sirna, ternyata pintu ini masih terkunci, tentu saja Rival harus mendorong kembali badan kunci sama pelan dan hati-hati.

Krek!

"Baiklah." Rival sudah siap untuk membuka, namun.

BRAK!

Seseorang menahan pintu tersebut.

"Jangan coba-coba kau keluar di tengah malam begini." ucap seorang Pria.

Rival tahu siapa dia, ia hanya bisa menunduk pasrah.

"Kembali ke kamarmu. Besok kau sekolah."

"Tidak mau." ucap Rival mencoba membantah.

"Jadi sekarang kau ingin melawan? Kau tau apa akibatnya jika melawan."

"Persetan dengan sekolah ini." Rival pun berbalik, berjalan menuju kamarnya.

Tentu saja Pria itu mengikuti Rival dari belakang, namun saat ia sampai di sana.

"Rival apa yang kau lakukan! Jangan coba-coba kau!" Ia sudah melihat Rival di atas jendela dan bersiap melompat dari sana. "Rival!!" teriaknya.

Karena suara teriakannya membuat seluruh penghuni asrama menyalakan lampu kamar mereka, satu persatu lampu menyala secara bertahap, begitu juga lampu jalan di sana. Seluruh penjaga sekolah berlari dari tempat jaganya untuk mengejar Rival yang sudah mencapai gerbang menuju hutan tepat di luar sana.

"Aidan, bukankah itu teman kelas mu?" tanya seorang remaja laki-laki.

Aidan pun berlari mendekati jendela karena penasaran. "Bocah itu, kenapa selalu membuat masalah!" Dengan cepat ia pun menggunakan kekuatan apinya untuk menganti piyama dengan pakaian main.

"Aidan jangan bilang kau sama gila dengannya." ucap teman satu kamarnya.

"Tolong buatkan aku surat ijin!" Melompat dari jendela kamar menuju atas, tujuannya agar ia tidak ketahuan penjaga lain. Berhasil menuju atap, ia bersiap berlari mengejar Rival.

Sementara itu, Rival melihat para penjaga tidak berani melangkah kaki mereka untuk masuk ke dalam kegelapan hutan. Mereka terhenti saat, Rival sudah masuk ke sana.

"Nak, keluarlah. Jangan main-main." ucap salah satu penjaga mencoba meyakinkan Rival.

"Aku akan kembali. Kalian tenang saja." Rival pun melangkah mundur, hilang di dalam kegelapan hutan.

~*~

Rival terus berjalan menyusuri hutan, mencoba menahan haus dan lapar itu tidaklah mudah. Saat dirinya mencoba beristirahat di bawah pohon besar, dirinya merasakan aura kehadiran seseorang dengan cepat Rival melukai legannya mengubah darahnya menjadi senjata.

"Wow, wow, tunggu dulu bung. Ini aku Aidan!"

Rival mengembalikan senjata itu kembali menjadi darah untuk masuk ke lengannya. "Sedang apa kau di sini?" tanya Rival mencoba duduk di atas akar pohon besar yang ia temukan.

"Entahlah, aku hanya ingin bebas dari sana."

"Bukannya kau terlahir di sana?" tanya Rival mencoba memakan roti yang dibawanya.

"Ya, memang. Tapi bukan berarti aku tidak suka kebebasan." Aidan berdiri. ""Jadi? Mau ke mana kita sekarang." tanyanya.

"Mencari Green."jawab Rival mencoba meruncingkan kayu yang ia temui.

"Green? Sepeduli itu, kah diri mu? Aku yakin pihak sekolah akan mencarinya, kau terlalu berlebihan." ucap Aidan.

"Berlebihan? Kalau begitu kembalilah ke sekolah dan jangan ikut campur dengan urusanku!" Rival melangkah maju dengan terus memandangi Aidan penuh dengan kemarahan, sementara Aidan berusaha melangkah mundur untuk menghindari tatapan Rival yang menakutkan.

"Aku, kan hanya bicara kenyataannya kenapa kau marah seperti itu." ucap Aidan takut.

"Mereka terlalu lama bertindak." Rival melangkah mengambil tas dan berjalan begitu saja, tanpa mempedulikan Aidan.

Remaja laki-laki bernama Aidan itu sadar kalau dirinya sedang ditinggal, dengan cepat ia segera menyusul Rival. "Hai tunggu aku!!"

Mereka pun berjalan bersama menyusuri hutan yang kini mati tidak ada kehidupan, kering berwarna hitam dan abu-abu. Mungkin tidak adanya kehadiran Green adalah penyebabnya. Bahkan Rival mencoba kekuatan Green pada dirinya, itu tidak semudah yang ia pikirkan.

"Wah... Lihat hutan ini, mereka seperti tidak ada kehidupan." komentar Aidan memperhatikan sekitar.

"Itulah gunanya Green." jawab Rival berjalan meninggalkan Aidan.


Chapter 27: Chapter 27 : Pertemuan dengan Ravindra

Green mencoba memegang tanah yang ia duduk, kering tidak ada kehidupan, bahkan ia tidak bisa merasakan energi positif dari unsur hara yang sebenarnya berguna sekali untuk dirinya.

"Mau keluar?" tanya Pria bermata biru itu.

Ucapannya membuat Green terkejut dengan ragu mencoba mencari jawaban 'ya atau tidak.' Green mencoba menelan ludahnya, walaupun kenyataannya tenggorokannya sudah mulai kering. "Kalau aku ingin, apakah anda mau membawa ku keterbukaan?" tanya Green.

"Biasanya tumbuhan butuh matahari, kan?" tanyanya.

Green mengangguk dengan semangat.

Pria bermata biru langit itu pun mencoba memegang kedua tangan Green. Green begitu terkejut saat cahaya dan energi panas yang tidak asing mengalir begitu saja pada tubuhnya, rambutnya yang mulai menghilang pun sedikit demi sedikit berubah warna menjadi warna sama dengan cahaya matahari, mungkin sama dengan rambut Aidan.

"HAH...." Green seperti mendapat unsur energi positif dari matahari. Mata hijaunya memandang Pria di depannya.

"Siapa anda?" tanya Green.

Pria itu tersenyum. "Entahlah." ucap Pria masih merahasiakan identitasnya. Melepas dengan lembut tangan Green. "Apa sudah baikan?" tanyanya.

Niat Green ingin bebas musnah sudah, ia mencoba memikirkan cara lain untuk keluar. "Aku butuh angin dan air," ucap Green. "Apa anda bisa memberikan itu padaku?" tanya Green, berharap ini berhasil.

"Tidak. Aku tidak akan biarkan kau meninggalkan ku di sini sendiri."

"Kalau begitu, ayo keluar bersama dengan ku. Aku yakin kau akan senang di atas sana. Matahari itu kekuatan anda, kan?"

"Diamlah."

"Kenapa? Ayo keluar dengan saya."

"Diam!!" Mendorong Green.

Green pun tersungkur, tidak sadarkan diri. Kemarahannya membuat tanah yang ia tempat berguncang membuat beberapa tanah runtuh, saat beberapa tanah akan menimpa Green dengan cepat Pria bermata biru mencoba melindungi Green. Ia pikir semua aman-aman saja, nyatanya seseorang menjadi tahu apa yang ada di bawah mereka, langit-langit persembunyiannya runtuh membentuk lubang cukup besar.

"Kau?" Pria bermata biru tidak percaya jika ditemukan.

"Jadi kau yang bernama Ravindra?" tanya Pria bermata merah.

~*~

Aidan mencoba melihat sekitar, tidak ada satupun tumbuhan yang bisa ia makan untuk menambah energinya. Rival yang sudah selesai istirahat pun berjalan ke arah di mana ia datang.

"Rival, kau ingin kembali?" tanya Aidan.

"Ya, orang sepertiku tidak suka berjalan terlalu jauh. Aku juga butuh makan nasi dan daging." ucap Rival.

"Jadi untuk apa kau berjalan sudah sejauh ini!!" HAI!!"

Rival lagi-lagi tidak mempedulikan teriakan Aidan yang terlihat benar-benar marah. Dengan terpaksa Pria pirang keorenan itu menyerah dan memilih berjalan menyusul Rival.

"Jadi kita kembali ke sekolah itu?" tanya Aidan.

"Ya." ucap Rival dingin.

Aidan menjadi serba salah bersama Rival. Saat pertama kali bertemu dirinya sangat berani menantang si mata merah itu, tapi dari waktu ke waktu ia menunjukkan jati dirinya yang akrab pada siapa saja, itu sebabnya tidak pernah ada yang membully dirinya, semua begitu senggan dengannya, kalaupun ada yang mencari gara-gara dengannya habis terbakarlah mereka.

Tiba-tiba langkah Rival, Aidan pun mengikuti. "Ada apa?" tanya Aidan.

"Jangan bergerak." ucap Rival pelan, namun membuat Aidan takut.

"Kenapa sih!" Aidan melangkah lebih dekat, karena ia tidak bisa mendengar apa yang Rival katakan.

Kkrraaak!

HAH!

Keduanya terkejut saat tanah yang mereka pijak runtuh ke bawah. Rival mencoba bangkit dan tidak percaya apa yang ia temukan.

"Kau?" Seorang Pria bermata biru.

"Jadi kau yang bernama Ravindra?" tanya Rival.

Rival melihat Green tidak sadarkan diri dipelukkan Pria itu.

"Hah, Green. Rival itu Green." Aidan menjadi heboh, ia menunjuk-nunjuk tapi Rival tidak mempedulikan karena dia juga sudah tahu, namun masih menjaga sikap untuk tidak terlalu heboh.

"Diamlah." ucap Rival mulai kesal dengan kebisingan Aidan. "Kau kuatkan?" tanya Rival.

"Ya. Api ku bisa membakar siapa saja." ucap Aidan membanggakan diri.

"Kalau begitu rebut Green darinya."

Mereka saling melirik, menyetujui strategi itu. Dengan cepat mereka berpencar ke arah yang berbeda dengan tujuan masing-masing yang sudah direncanakan. Dengan kuat Aidan menarik Green dari genggam tangan Pria bermata biru itu, ada sedikit penolakan tentu saja Aidan harus mengeluarkan kekuatannya, namun.

"HAH!" Ia sangat terkejut saat mengetahui kekuatan yang dimiliki Pria itu.

"Rival!! Jangan bawa dia ke atas permukaan!!" teriak Aidan.

Namun itu terlambat, Rival sudah berhasil menarik Pria itu ke permukaan. Pria itu tertawa senang.

"Siapa kau?" tanya Rival, baru kali ini ia terkecoh dengan kekuatan yang dimiliki lawannya.

"Dasar bodoh! Aku sudah memberitahu jangan bawa dia ke permukaan!" Aidan menarik kerah kemeja Rival penuh amarah.

"Apa kekuatannya?" tanya Rival terdiam melihat Pria itu yang masih di atas menyerap energi luar.

"Matahari,"

Rival menoleh, melihat Aidan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Energinya matahari. Itu sebabnya ia dirahasiakan dalam sejarah." ucap Aidan. "Lebih baik kita kembali ke sekolah dan memberitahu ini semua." Aidan mencoba membopong Green.

"Pergilah, aku akan mencegah dia untuk tidak mengikuti mu." ucap Rival.

Aidan mencoba lari dengan cepat, ingin sekali ia melompat namun disekitarnya sudah tidak ada lagi pohon untuk ia gunakan sebagai pijakkan lompat.

"BERIKAN WANITA ITU PADAKU!!" teriak Pria bermata biru mencoba mengejar Aidan.

"WAAAA!! Rival dia mengincar Green!!" Aidan mencoba menghindar dari Cikarang tangannya.

"Green?" Rival mulai menyadari kalau Pria itu hanya membutuhkan Green, karena satu-satunya yang memiliki kekuatan alam. "Begitu rupanya." Rival mencoba mengejar agar dan menghadang si Pria.

Ia pun berhenti, mereka saling memandang dengan mata tajam menakutkan penuh amarah dan dendam.

"Jadi kau Rival?" tanya si Pria tersenyum meremehkan.

"Ya. Kau pasti Ravindra." ucap Rival mencoba bersiap untuk menyerang.

"Aku pikir kau sudah mati di Bumi." tebak Ravindra.

DEG!

Ucapannya membuat Rival terkejut. "Bagaimana kau tau aku dari sana?" tanya Rival.

"Ya, kau dan aku tidak jauh berbeda. Sama-sama memiliki kekuatan yang dibutuhkan mereka, aku harap kau tidak terpengaruh dengan ucapan manis mereka." jelas Ravindra mencoba mengungkap semua yang terjadi di sekitar Magic School.

"Aku tidak mengerti maksudmu." ucap Rival.

"Kau akan-"

Clak!

Mata merah Rival terbuka lebar tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah lembing menusuk Ravindra membuat Rival yang ada di dekatnya teciprat darah segar dari tusukkan tersebut. Ravindra terjatuh, dirinya mulai terlihat pucat abu-abu begitu juga langit yang terik kini berubah menjadi mendung.

"Sial! Kau menjebakku..." ucap Ravindra lirih.

"Tidak, aku tidak tau apa-apa soal ini." ucap Rival, entah kenapa dirinya begitu takut dengan sosok Ravindra, padahal ia baru pertama bertemu, biasanya ia akan membanggakan diri di depan orang baru tapi ini.

Rival melangkah mundur, tiba-tiba seseorang menutupi dirinya dengan kain hitam. "AAAKKGGHH!!" Ia berteriak histeris.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C26
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT