Download App
4.46% Sekolah Sihir: Keajaiban Tersembunyi / Chapter 17: Chapter 17 : Penemuan Mayat dan Sebuah Rahasia

Chapter 17: Chapter 17 : Penemuan Mayat dan Sebuah Rahasia

AAKKGG!!

Seluruh penghuni sekolah menoleh ke sumber suara, berlarian menuju tempat tersebut karena penasaran apa yang terjadi. Begitu juga Lisa dan Green yang sama penasarannya dengan semua murid yang berlarian menuju sumber suara.

"HAH-" Green sangat terkejut saat mengetahui apa yang terjadi.

"Siapa yang tega melakukan ini semua?" tanya Lisa masih melihat ke atas, bersamaan dengan penonton lain.

Tepat di atas mereka tergantung seorang pria patuh baya dengan kepala terikat dengan lidah yang sudah menjulur keluar dengan mata yang terbuka lebar. Dari arah belakang, seseorang mendorong satu persatu murid yang menghalangi jalan menuju lokasi.

"Menjauh dari TKP!" ucap Habil.

Green yang menyukai pria itu pun menurut, mencoba menarik lengan Lisa untuk Menjauh dari tempat, tentu saja Lisa menurut demi Green yang sedang jatuh cinta. Dengan cepat Habil dan Qabil membatasi area dengan kain khusus yang tersedia hanya ada di sekolah mereka.

"Apa yang terjadi?" tanya Rival yang baru saja sampai.

Green dan Lisa terkejut saat mengetahui kedatangan Rival di belakang mereka, refleks mereka pun mengusap-usap dada mereka atas sikap Rival. Entah kenapa, remaja laki-laki itu melangkah mundur dengan pelan.

"Rival? Kau tidak apa-apa?" tanya Green merasa aneh dengan tingkah Rival.

"Si..si..siapa yang mati?" tanya Rival sedikit gugup dan bergetar seperti orang menggigil.

"Rival?" Panggil Lisa. Melihat Rival perlahan melangkah mundur untuk meninggalkan tempat tersebut dan berlari begitu saja.

Tentu saja itu membuat mereka penasaran, dengan cepat mereka pun mengejar Rival, hingga berhenti di lantai atas sekolah.

"Rival? Apa yang terjadi?" tanya Lisa mencoba menyentuh pundak Rival.

Dengan kasar Rival menyingkirkan tangan Lisa dengan menyikutnya. "Pergilah!" Usir Rival. "Jangan dekati aku!" tambahnya, mencoba untuk berdiri namun tidak mampu.

"Rival?" Panggil Green khawatir.

"Mimpi itu menjadi kenyataan, aku pikir itu hanya sekedar mimpi. Itu artinya dia, dia benar-benar ada."

"Si. Siapa yang kau bicarakan? Mimpi apa yang kau maksud?" tanya Lisa.

Rival menunduk, masih memegangi dadanya yang terasa sesak. "Itu sebabnya aku selalu bertanya pada kalian, apakah pernah ada murid atau seseorang bermata biru di sekolah ini. Tapi kalian sepertinya menghindari pertanyaan ku itu."

"Rival, aku sungguh-sungguh tidak tau kalau ada murid atau seseorang bermata biru di sekolah kita." jawab Lisa.

"Memang pernah ada." ucap Green tiba-tiba.

Lisa dan Rival melihat Green, menunggu wanita berambut hijau itu meneruskan ucapannya.

"Tapi aku hanya sekilas melihatnya, tidak lebih."

"Apakah kau tau sesuatu?" tanya Rival mencoba menojokkan Green untuk membuka suara.

"Mungkin itu sebabnya Lyne membenci mu. Ayo Lisa." Green menarik tangan Lisa untuk pergi dari tempat mereka berdiri, jujur ia sangat risih jika Rival menatapnya seperti itu, itu membuat detak jantungnya berdebar cukup hebat.

Rival terus memperhatikan kepergian mereka, dengan rasa kecewa. "Lyne."

~*~

Lyne terus berjalan cepat menelusuri lorong yang terbuat dari batu alam dengan tekstur yang kasar, jika ia merasa ada seseorang yang mengikuti segera ia mempercepat langkah kakinya. Semakin lama suara langkah terdengar jelas, Lyne mencoba berlari sekeluarga mungkin untuk melarikan diri dari orang misterius yang sedari tadi mengikuti dirinya. Mungkin karena lelah, ia memilih bersembunyi untuk melepas lelah dari kejaran orang misterius.

Mata senjanya terus mencari tahu siapa yang berani membutuhkan dirinya sejauh ini. Lyne tidak tahu kalau dari arah belakang sosok pria seusainya berdiri memperhatikan dirinya yang membelakangi.

"Mencari seseorang?" tanya pria itu.

Iris mata senja Lyne mengecil, reaksi dirinya saat terkejut, dengan perlahan ia menoleh ke belakang dan begitu terkejut saat mengetahui siapa orang yang ada di belakang, hingga dirinya terjungkal duduk.

"Rival! Kau membuntutiku?!" tanya Lyne kesal.

"Entahlah, mungkin iya." jawab Rival pura-pura polos.

"Pergilah! Menjauh dariku!" Mencoba berdiri untuk meninggalkan Rival.

Namun betapa terkejutnya Lyne, Rival yang ada di belakang menarik dirinya dengan memeluk pinggangnya yang ramping sedikit berisi. Hingga tubuh mereka terjungkal bersama ke belakang. Itu membuat Lyne tidak nyaman, dirinya mencoba membebaskan diri dengan paksa.

"Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!" Bentak Lynr tidak terima.

Belum reda amarah, Rival sudah membuat ulah dengan membungkam mulut Lyne dengan tangan. "Diamlah, ada seseorang yang datang." Bisik Rival tepat di telinga Lyne.

Lyne pun menurut, mencoba tenang sampai orang yang Rival maksud melewati mereka. Benar saja, seseorang dengan memakai jubah hitam menutupi diri berjalan melewati mereka.

Rival yang begitu serius memperhatikan itu membuat dadanya kembali terasa sakit dan sesak, membuat tangannya membebaskan mulut Lyne untuk berpindah ke tempat rasa sakitnya. Lyne yang berniat melarikan diri di awal pun berubah pikiran saat melihat keadaan Rival.

"Biar aku antar kau ke ruang kesehatan." ucap Lyne mencoba memapah Rival.

Dengan kasar Rival mendorong Lyne. "Jangan dekati aku. Pergilah jika kau ingin pergi." ucap Rival mulai pasrah dengan rasa sakitnya. Padahal niat awalnya adalah memata-matai Lyne akan pergi ke mana untuk mengetahui sosok Rizal, namun itu menjadi berubah karena keadaannya.

Rival mencoba bernapas dengan hati-hati, dirinya hampir sama seperti orang yang menderita sakit asma.

"Kalau begitu maafkan aku." ucap Lyne.

BUK!

Dengan keras Lyne memukul leher bagian belakang Rival. Remaja laki-laki itu seketika pingsan.

~*~

Green terus mencari sesuatu di album foto kelulusan tahun sebelumnya. Sedangkan Lisa hanya bisa melihatnya dari tempatnya duduk dengan kelapa yang ditumpu kedua telapak tangan.

"Kau ini sedang apa sih?" tanya Lisa penasaran.

"Mencari foto kelulusan ku tahun lalu." ucap Green yang sebenarnya malu untuk memberitahu kalau ia abadi di sekolah ini.

"Hah! Apa laki-laki ini yang dimaksud Rival!?" tanya Lisa, menunjukkan pada seorang pria bermata biru di barisan kedua.

Dengan cepat Green merebut album foto tersebut dari tangan Lisa untuk melihat siapa yang dimaksud Lisa. Remaja wanita berambut ikan itu terkejut, dengan reaksi Green yang tiba-tiba menutup album tersebut.

"Green ada apa?" tanya Lisa bingung dengan sikap Green.

"Tidak apa-apa, hanya saja, aku mohon padamu untuk tidak membicarakan apalagi baru saja kau menunjuk dirinya." jelas Green.

"Memang kenapa? Apa dia memiliki kekuatan khusus seperti itu?" tanya Lisa.

Green menunduk. "Aku tidak tau, yang jelas ia sangat berbahaya, itu sebabnya kami menyembunyikan kisahnya."

"Lalu apa hubungannya dengan Rival. Kenapa pria itu mengincar Rival?" tanya Lisa.

"Karena Rival abadi. Itu yang dia harapkan." jelas Green.

~*~

Rival terbangun dari pingsannya. Menatap sekitar yang menurutnya begitu asing.

"Kau sudah sadar?" tanya seorang pria di balik kegelapan.

Rival tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajahnya. "Siapa kau?" tanya Rival, berusaha untuk melihat pria yang ada di balik kegelapan itu.


Chapter 18: Chapter 18 : Tanda tanya.

Green meletakkan album foto di atas meja kerja Habil. Kedua saudara laki-laki itu menatap album foto tersebut lalu melihat Green.

"Apa maksudnya ini, Green?" tanya Habil.

"Rival-"

"Ada apa lagi dengan bocah itu!?" tanya Qabil kesal memotong ucapan Green, karena seharian ini ia selalu mendengar masalah, hingga membuat telinganya begitu sensitif saat mendengar nama Rival.

Klo boleh jujur, masalah ini terus berdatangan saat mereka membawa Rival ke sekolah sihir ini.

"Kak diamlah. Berikan Green kesempatan untuk bicara." ucap Habil.

Qabil pun menurut, memilih kembali duduk di kursi kerjanya menahan amarah yang sedari tadi ia tahan karena masalah Rival. Green yang masih takut dengan kemarahan Qabil, mencoba mendekati Habil dengan hati-hati.

"Apa kakak kenal dengan murid yang ada di foto ini?" tanya Green menunjukkan foto pada Habil menunjuk tepat pada murid laki-laki tersebut.

"Bukankah kau sekelas denganmu?" tanya Habil, menatap Green.

"Aku tidak terlalu dekat dengannya." ucap Green begitu canggung di depan Habil, jantungnya yang hening kini berdetak dengan cepat. Tentu saja Habil mendengarnya, namun ia bersikap tetap tenang.

"Selain dirimu, siapa yang dekat dengannya?" tanya Habil.

Buk!

Qabil mulai kesal, dibantingnya map yang ada di tangannya pada meja. Bangkit dari tempat duduk mendekati mereka.

"Apa kak Qabil kenal dengan murid ini?" tanya Green mengambil kesempatan untuk menghilangkan kegugupannya.

Qabil mencoba mengambil foto tersebut dari tangan Green. Butuh beberapa detik untuk Qabil mengingat masa lalu dari foto tersebut.

"Kau tanya Lyne, sepertinya dia lebih mengenalnya." ucap Qabil memberikan foto tersebut.

Green menerima foto tersebut, menatap sosok murid laki-lakitersebut. "Lyne?" Sebut Green.

"Bagaimana bisa Lyne mengenal murid ini?" tanya Green penasaran.

Qabil menatap Habil, saudaranya memberi isyarat berupa gelenggan pelan, tanda tidak menyetujui untuk dirinya berbicara tentang apa yang ia lihat.

"Maaf Green itu melawan hukum kekuatan kami." ucap Qabil.

"Begitu ya." Green menunduk kecewa.

Kriinngg!!

Mereka bersamaan menoleh melihat ke arah letak telepon di sudut ruangan. Telepon kuno berwarna merah terus berkeringat memanggil pemiliknya untuk segera mengangkat. Qabil mencoba meraih telepon tersebut.

"Halo." Sapa Qabil. "Ya Tuan, kami akan ke sana." Qabil menutup telepon memandang Green. Remaja berambut hijau muda itu mengerti maksud dari tatapan tajam mata Qabil yang abu-abu. Dengan segera Green membungkuk dan berjalan keluar dari ruangan mereka.

"Ada apa kak?" tanya Habil berjalan pelan menghampiri.

"Bocah itu membuat masalah lagi." ucap Qabil membenarkan dasi. "Segera kau jemput dia." tambahnya.

~*~

Rival terbangun dari pingsannya. Menatap sekitar yang menurutnya begitu asing.

"Kau sudah sadar?" tanya seorang pria dari balik kegelapan.

Rival tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajahnya. "Siapa kau?" tanya Rival, berusaha untuk melihat pria yang ada di balik kegelapan itu. Dengan susah payah ia berusaha bangun dari pembaringan, menahan rasa sakit pada dadanya.

Sempat berhasil berdiri dari ranjang, mencoba berjalan menuju tempat berdirinya pria misterius, namun ada beberapa orang dengan berpakain serba putih menutup seluruh tubuh, bahkan tangan mereka memakai sarung dengan warna senada, menahan dirinya.

"Lepaskan! Aku bilang lepaskan! Kau! Siapa kau!!" teriak Rival.

Salah satu dari mereka mencoba menyuntik pergelangan Rival, entah apa itu membuat Rival kembali tertidur, Samar-samar Rival melihat sosok pria itu namun tidak jelas.

"Siapa kau?" tanyanya lirih terjatuh dengan perlahan karena pengaruh obat yang disuntik padanya.

~*~

Lyne menatap pintu menyambut kedatangan Green dan Lisa yang entah dari mana.

"Dari mana kalian?" tanyanya.

"Dari lu-"

"Tumben kau begitu peduli!" ucap Lisa memotong ucapan Green yang dengan nada sedikit kesal.

Dengan cepat Green mencoba menenangkan Lisa untuk tidak berkata kasar dan menahan emosi yang bisa merugikan mereka yang ingin tahu informasi tentang remaja laki-laki bernama Rizal itu.

"Tentu saja, kalau terjadi sesuatu pada kalian maka ada seseorang yang akan bersedih. Green dengan alam semesta yang akan rusak dan Lisa mungkin keluarga mu masih membutuhkan dirimu." Jelas Lyne kembali fokus dengan tugas sekolahnya.

"Lalu bagaimana dengan kau? Apa ada orang yang spesial dihidupkan, seperti seorang pria misalnya?" tanya Lisa, Green mencoba mencegah dengan menarik pundak remaja itu tapi Lisa malah menangis ya dengan sikut.

"Tidak, aku tidak semurah itu."

"Jadi maksud mu kami murahan!!?" teriak Lisa.

"Aku tidak mengatakan kalian, aku mengatakan diriku." ucap Lyne membela diri.

"Hentikan! Lisa, lebih baik kau mandi, ini sudah sore." ucap Green mencoba menahan Lisa dengan menganti posisinya di tengah antara Lisa dan Lyne.

Lisa menurut, ia pun berjalan menuju kamar mandi dengan kesal, mata yang masih menatap sinis Lyne. Begitu juga dengan Lyne seperti tidak peduli dengan tatapan sinis tersebut dan kembali ke meja belajar tanpa mempedulikan Green yang berdiri di depannya.

"Lyne." Panggil Green lembut.

"Aku tidak kenal dengan laki-laki yang kau bahas itu." ucap Lyne sudah meramalkan bahwa Green akan menanyakan hal itu. "Jadi jangan ganggu hidupku dengan pertanyaan mu yang tidak bermutu itu." tambahnya dingin.

"Apa kau yakin, karena aku lihat album foto kenangan, kau jauh lebih akrab dengannya?" tanya Green mencoba memancing.

Tanpa sepengetahuan Green, Lyne mengepal tangan kanannya mencoba menahan amarah, jika ia tidak bisa maka kekuatannya akan membakar seluruh kamar asrama, bukan hanya kamar mereka saja tapi kamar murid lain pun akan kena dampaknya.

"Apa kau tidak ingat? Dia sudah dimusnahkan oleh tuan Eric di kamar rahasia itu dan aku dengar Rival pun akan seperti itu." jelas Lyne.

Iris mata hijau Green melebar. "Apa maksud mu?"

"Pergilah mandi, aku yakin kau sangat lelah hari ini." Pintah Lyne melangkah keluar dari kamar.

"Apa maksudnya? Apa maksud dari dimusnahkan itu?" Green bergegas mengejar Lyne, namun sayangnya ia sudah kehilangan jejak.

"Ke mana dia?"

~*~

Dengan perlahan Rival kembali membuka matanya, melihat langit-langit yang ia kenal.

"Sial." Rival mencoba bangkit dari pembaringan, memegang kepalanya yang masih terasa pusing.

"Kau sudah bangun? Kami menemukanmu di lorong sekolah lama." jelas Habil meletakkan segelas teh panas di atas meja.

Rival mencoba mengingat apa yang terjadi, nyatanya dia tidak bisa mengingat apapun. Ia mencoba duduk bersandar pada penyangga ranjang.

"Jangan banyak mikir, tugas mu di sini hanya untuk belajar. Bukan ikut campur urusan orang lain." ucap Qabil.

"Sejak awal juga aku tidak ingin ke sekolah ini, kalianlah yang membawaku dengan paksa!"

"Sudahlah, lebih baik kau istirahat saja." Habil mencoba menyelimuti Rival.

Dengan kasar Rival menolak. "Keluarlah!" Usir Rival.

Qabil pun berjalan keluar terlebih dahulu sebelum Habil akhirnya menyusul.

"Selamat malam." Sapa Habil menutup pintu dengan perlahan.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C17
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT