Marion kini telah berlutut di samping tubuh William yang bergetar dan tak henti mengerang seperti kesakitan. Ia merutuk dalam hati, obat apa yang diberikan oleh Ange padanya hingga membuat tubuhnya serasa seperti terbakar. Bahkan luka yang seharusnya membaik, justru terasa berdenyut.
Apakah Marion juga merasakan hal yang sama? Mengapa ia tampak tenang bahkan sama sekali tidak takut pada William yang kini telah berubah setengah menjadi makhluk buas berbulu itu?
"Pergilah, Marion!" usir William, lagi. Namun Marion justru bergerak makin dekat.
"Aku tidak akan pergi, Pak. Bukankah ini tugasku sebagai asisten—terlepas dari asisten macam apa yang kau sematkan padaku, aku tak lagi peduli. Kau bisa memiliki seluruh waktu bahkan hidupku, jika kau mau."
Kalimat yang baru saja diucapkan oleh Marion terdengar bagai alunan lagu pengantar tidur di telinga William. Tubuhnya yang semula panas dan nyeri, seolah mereda.