Sesampainya di kantor Eira pun menjadi pusat perhatian semua staf di ruangannya maupun di lain ruangan. Semua di kantor itu sudah mengenal Vee sebagai keponakan dari CEO, yaitu William. Hal itu membuat Eira jadi bahan pembicaraan di kantor. Yara yang sudah datang lebih awal pun khawatir dengan Eira yang menjadi perbincangan semua orang itu membuat mood Eira menjadi terganggu dan pekerjaannya akan menjadi kacau. Saat melihat Eira masuk ke ruangannya Yara langsung menariknya masuk ke ruangan pribadi Eira.
"Ada apa sih Ra, kenapa menarikku seperti itu?" tanya Eira terkejut dengan tarikan Yara.
"Kau tidak mendengar apa-apa selagi jalan kemari?"
"Ahhh masalah itu toh, lalu?"
"Kau tidak masalah dengan itu?"
"Kenapa harus di permasaahkan, lagi pula semua yang mereka katakan itu benar kok."
"Jadi kau dari kemarin di antar jemput Vee?"
"Kemarin di jemput saja, kalau antar baru hari ini kok."
"Ahhh jadi kau juga nanti di jemput Vee?"
"Emm, kami sudah berjanji akan makan malam dan main sedikit."
"Main apa?"
"Jangan mulai berpikir kotor Yara!"
"Hahaha aku tidak berpikir begitu, hanya saja aku sedang penasaran saja."
"Aku hanya main mungkin ke Mall, atau menonton film saja Ra."
"Lalu sekarang kau bisa bekerja bukan?"
"Kenapa tidak bisa? Tentu saja bisa."
"Apa kau sudah memutuskan untuk berkencan dengannya?"
"Tidak, kami hanya berteman saja."
"Kenapa? kalian serasi kok."
"Tidak Ra, sudahlah bekerja sana jangan mengangguku, lebih baik kau membuatkan aku kopi saja."
"Baik Nona aku akan segera kembali dengan kopi yang di minta oleh nonanya Vee."
Yara pun mengejek dan terus menggoda Eira, Eira hanya meresponnya dengan melotot dan tersenyum karena tingkah Yara yang membuatnya tidak bisa menahan tawa.
Eira memulai kerjaannya dengan membuka laptopnya dan berusaha untuk memfokuskan pikirannya ke novel yang sedang dia geluti itu. Eira tidak mau jika novelnya berantakan hanya karena terbawa dalam emosi pribadinya. Tak lama Yara pun tiba dengan secangkir kopi yang sudah di pesan Eira.
"Ini kopinya nona," Yara pun menaruh kopi di meja Eira.
"Terimakasih Ra."
Eira masih fokus dengan laptopnya sambil menyesrup kopi sedikit demi sedikit karena masih sedikit panas.
"Perhatikan minumanmu dulu Ra, jangan sampai terluka tu mulutmu," kata Yara yang takut melihat Eira meminum kopi tanpa melihat kopinya.
"Em…aku tahu Ra, tenang saja aku akan berhati-hati."
Mereka bekerja sesuai dengan apa yang menjadi tugas masing-masing hingga waktu pulang pun tiba.
"Wahhh yang akan berkencan semangat juga pulangnya, pekerjaan pun lancar sekali," goda Ona yang puas dengan pekerjaan Eira yang selesai lebih awal dari yang biasanya.
"Aku hanya menyelesaikan dengan cepat karena memang pikiranku sedang jalan kok."
"Benarkah? Aku pikir karena keburu pergi dengan ponakan Pak Will."
"Kalian kenapa sih? Kau ingin pergi juga Na?"
"Tidak, tidak, aku tidak ingin menjadi obat nyamuk dan mengganggu kalian."
"Tidak menganggu sama sekali tidak menganggu, kalau kamu ingin ikut ayok."
"Sudah jangan menggoda Eira lagi, biarkan mereka berkencan berdua, dukung mereka saja sudah cukup," sahut Yara.
"Yara!"
Eira pun kesal karena Yara juga ikut menggodanya.
Tok tok tok…
Suara pintu ruangan grup Eira pun terdengar.
Ona membukakan pintu dan ternyata pengantar paket.
"Permisi apa ada yang namanya nona Eira di sini?" tanya pengantar paket.
"Saya, ada apa ya pak?"
"Maaf nona ini ada paket untuk nona Eira."
"Dari siapa Pak?"
" Maaf Nona ini hanya ada satu huruf saja di keterangan pengirim, yaitu V."
"Ahhh baiklah Pak, sini terimakasih banyak."
Pengirim pun pergi.
"Wahhh yang dapat paket dari insial V." Ona pun mulai lagi.
"Ehemm…apa tuh isinya Ra?" sahut Yara.
"Mungkin ini baju ganti untuk pergi nanti malam."
"Ahhh baiklah, kalau begitu segera buka dan bergantilah!"
Eira mengangguk dan segera berganti pakaian. Di dalam kamar mandi Eira teringat akan Lord karena dia akan jalan dengan orang lain yang membuatnya merasa bersalah pada Lord, tetapi Lord juga pergi meninggalkan Eira tanpa kata sedikitpun yang membuat Eira marah dan kesal kepada Lord.
"Maafkan aku Lord, ku hanya ingin menikmati kehidupanku di sini, jika kau tidak pergi tanpa kata seperti ini, mungkin aku tidak kan sejauh ini melangkah," gumam Eira lirih sambil berganti pakaiannya.
"Aku akan berusaha hidup tanpamu mulai sekarang Lord, mungkin dengan tanpamu aku akan lebih bisa menghargai waktu di dalam duniaku!" lanjut Eira sambil menatap cermin.
Eira pun keluar dengan gaun pemberian dari Vee.
"Wahhh kau sangat canti Ra, kau bisa pergi sekarang karena Vee sudah berada di depan kantor, kami juga akan segera pulang," kata Yara.
"Baiklah."
Eira pun menarik napas dan berjalan keluar.
"Selamat datang dunia baruku tanpamu Lord, selamat datang Vee, aku akan membuka hati berteman denganmu untuk saat ini."
Dalam hati Eira melepaskan penat.
"Eira kau sangat cantik," kata Vee saat Eira masuk ke mobil.
"Terimakasih, kau juga sangat tampan."
"Jadi kita serasi bukan?"
"Hahaha kau ini bisa saja Vee, ayo berangkat sekarang udah jam enam."
Vee pun menginjak gasnya dan mereka pun pergi meninggalkan kantor. Sesampainya di restoran milik Vee mereka masuk untuk makan malam, Vee memesan beberapa makanan yang terlihat mewah dan mahal.
"Vee kenapa kau pesan sebanyak ini?"
"Tidak papa, tenang saja."
"Lebih baik kita pesan makanan yang cukup untuk kita berdua saja, jangan sebanyak ini."
"Sudah terlambat, lagi pula makanan sudah tersedia sekarang, tidak bisa di kembalikan lagi."
"Lain kali jangan pesan begitu banyak ya."
"Baik tuan putriku."
"Kau ini jangan memanggilku begitu, semua orang melihat kita dengan aneh."
"Haha kau ini menggemaskan sekali Ra."
Wajah Eira pun memerah karena malu.
Vee memulai untuk makan malam karena terlihat Eira sangat canggung, Vee mencoba mendinginkan suasana.
"Ra, kau tidak memiliki alergi bukan?"
"Ahhh tidak Vee, aku bisa makan dan minum apa saja."
"Kalau begitu apa kau mau minum bir malam ini?"
"Apa maksud kamu kita akan ke bar setelah ini?"
"Ya, jika kau mau."
"Emmm…"
Eira pun terus berpikir, dia takut jika terjadi sesuatu yang akan menimpa dirinya.
"Tenang saja Ra, aku tidak akan berbuat yang tidak-tidak padamu."
"Kau ini, siapa yang memikirkan hal itu, aku percaya jika kau bukan orang yang seperti itu."
"Bagus, kalau begitu kita pergi?" harap Vee.
"Emm, baik."
Vee pun senang Eira menyetujui rencananya.
"Lihatlah Lord, tanpamu aku akan bahagia bukan?"
Batin Eira terus mengatakan hal-hal yang membuktikan dirinya bisa hidup bahagia tanpa Lord, Eira senang bisa tersenyum dengan orang lain.