Download App
5.15% Terpaksa Mendua. / Chapter 20: Perjuangan Sebuah Tanggung Jawab

Chapter 20: Perjuangan Sebuah Tanggung Jawab

Jam butut yang masih betah melingkar di pergelangan tangan Ridho sudah menunjukkan pukul 23.15, demi tanggung jawabnya pada Rani Ridho tak kenal lelah mencari akses supaya bisa menghubungi Rani.

"Di sana ada pedagang kios rokok, aku pura-pura beli rokok saja di sana siapa tahu juga dia bisa kasih aku tumpangan menelepon," Ridho bermonolog.

Kakinya melangkah dan ketika sudah sampai Ridho langsung menyapa sang pemilik kios untuk membeli satu bungkus rokok.

Tanpa sengaja, Ridho melihat ada dua ponsel di samping sang pemilik kios, sebab dia cukup peka dia tidak langsung mengungkapkan maksud serta tujuannya minta tolong numpang telepon namun dia santai terlebih dahulu sambil menikmati angin semilir di pinggir pantai.

"Pak, saya boleh minta tolong nggak?" tanya Ridho memulai strateginya.

"Ya Dek, kenapa?" tanya balik si pedagang rokok tersebut yang diperkirakan usianya dua puluh tahunan lebih tua dari Ridho.

"Saya boleh numpang telepon sebentar saja, pulsanya biar saya ganti! Kebetulan punya saya hilang tadi di hotel,"

Ridho mencoba mencari alasan , dengan tujuan supaya si pemilik ponsel iba dan bisa memberinya pertolongan.

"Aduh maaf,kalau itu saya nggak bisa! Sekarang saja saya mau pulang dan menutup kiosnya," jawab si pemilik kios rokok.

Ridho paham dengan jawaban yang diutarakan sang pemilik ponsel, Ridho dicurigai pura-pura numpang telepon lalu ponselnya dicuri lalu dia gigit jari dan memang modus seperti itu kerap terjadi di mana-mana.

"Oh ya nggak apa-apa! saya juga mau pulang, ini uang rokok dan lebihnya buat Bapak saja!" ujar Ridho.

Si pemilik kios tersebut seperti serba salah, di satu sisi dia merasa senang lantaran uang kembalian yang diikhlaskan Ridho besarnya 3 kali lipat dari harga rokok sedangkan Ridho tidak diberi ijin untuk sekedar numpang telepon saja.

"Mungkin aku dianggap pencuri ponsel, ya sudahlah aku cari tumpangan yang lain saja!"

Tekad Ridho tidak berhenti di sana, dia kembali menyusuri pantai untuk mencari tumpangan telepon, karena sudah larut malam sulit sekali untuk mencari orang kecuali di tempat hiburan.

Namun Ridho pantang untuk masuk ke tempat seperti itu sekalipun memang butuh banget, lalu dia coba mengunjungi rumah makan yang kebetulan buka 24 jam.

Namun saat di ambang pintu Ridho baru sadar jika uang yang dia bawa cuma seratus ribu itu pun dia kasih semuanya ke pedagang kios rokok.

"Aduh, sial betul sih aku! uang habis tujuan nggak nyampe. Ya sudah aku pasrah semoga Rani di sana baik-baik saja dan semoga pula besok aku dapat solusi," keluh Ridho.

Langkah kakinya gontai, terpaksa Ridho pun balik kanan menuju kamar hotelnya kembali.

"Sejujurnya hati ini tidak tenang, aku harus menghubungi Rani malam ini juga apapun caranya!"

Ketika sudah ada di depan ruang lobi, pikiran Ridho kembali pada istrinya Rani. Batinnya dihantui rasa penasaran untuk mencari orang yang ikhlas tanpa curiga memberinya pertolongan untuk numpang telepon.

"Cewek yang sedang duduk di ruang lobi itu sepertinya bisa aku mintai tolong, tapi bagaimana jika dia malah balik naksir aku? Aduh aku kok kepedean banget, belum tentu juga kali, aku coba saja dulu lah!"

Dengan modal nekad, Ridho segera menghampiri perempuan yang tengah duduk tumpang kaki dan mengenakan pakaian yang lumayan terbuka.

"Permisi Mbak! Boleh saya numpang duduk di sini?" Ridho mulai melakukan pendekatan.

Sebab hal yang tidak mungkin banget dengan orang yang baru kenal minta pertolongan tanpa basa basi dulu.

"Boleh banget, tapi ngomong-ngomong jam segini anda mau apa di hotel ini? Apa rencana mau nginep atau lagi nunggu seseorang?"

Perempuan tersebut malah terlihat agresif dan balik bertanya tentang beberapa hal yang standar orang ungkapkan pada saat pertama kali saling sapa.

"Kebetulan aku memang nginap di sini, dan lagi nunggu teman sekamar aku juga. Tadi dia mampir ke restoran dulu untuk membeli makanan,"

Sementara lancar juga misi pendekatan yang dilakukan Ridho namun beberapa menit kemudian, muncul seorang pria paruh baya menghampiri perempuan seksi itu.

"Oh begitu, kalau aku sih baru mau dan sedang menunggu orang yang akan bayar kamar aku di sini," jawab perempuan itu dengan menatap genit pada Ridho

Ridho tertunduk sejenak sembari mengumpat perempuan yang ada di sampingnya tersebut.

"Kayaknya dia lagi nunggu pria hidung belang nih, gawat juga nanti aku bakal kena getahnya," pikir Ridho.

Perlahan Ridho mengangkat tubuhnya lalu berdiri namun beberapa menit kemudian. Seorang pria paruh baya, perutnya buncit, tidak terlalu tinggi, wajahnya brewokan serta menenteng tas kecil di tangannya.

"Hei anak muda! Kamu mau menggoda bunga saya?" tanya pria itu dengan suara bariton.

Tubuhnya tetap menghadap ke depan tanpa mengalihkan pandangan dia lalu suara itu semakin mendekat hingga melewati dirinya seraya bertanya.

"Kamu di sini membayar atau dibayar?" tanya pria paruh baya tersebut.

Ridho tidak paham apa maksud dari pertanyaan si pria buncit tersebut, tak lama kemudian muncullah Monika menyapa Rjdho.

"Hai sayang, darimana saja kamu? Aku tunggu kok nggak datng-dstang,"

Si pria buncit itu lalu menghampiri Monika seraya berbisik.

"Jaga dong teman sekamarnya! Jangan sampai keliaran cari teman di kamar lain!"

Jantung Ridho berdebar tidk karuan, dia tidak mendengar sepatah katapun yang keluar dari mulut si buncit tersebut. Namun dalam hitungan singkat tangan Ridho ditarik kasar oleh Monika menuju kamarnya lagi.

"Jangan bilang jika kamu macam-macam pada perempuan yang bersama hidung belang itu!" ujar Monika dengan suara pelan namun sinis dengan wajah yang memendam amarah.

Ridho terkekeh melihat tingkah Monika tersebut, setelah tiba di kamar segera Monika buka pakaian Ridho tanpa selembar pun yang tersisa bukan untuk mengajaknya melanjutkan episode yang bersambung namun Monika membuang pakaian Ridho tadi dengan dimasukan ke dalam kantong kresek dan dia buang ke tempat sampah yang ada di luar.

"Ayo mandi kamu!" seru Monika dengan suara yang lantang sambil menarik tangan Ridho menuju kamar mandi.

Setelah tiba di kamar mandi segera Monika nyalakan shower lalu dia guyur badan Ridho, sejenak Ridho seperti pasrah saja apa yang dia lakukan namun dia balik menarik tibuh Monika dan keluar dari kamar mandi menuju ranjang dalam kondisi tubuh yang basah kuyup tanpa dikeringkan dulu dengan kain handuk.

"Kamu mau apa? badan kamu masih basah dan masih kotor dari efek perempuan penjaja sex tadi!"

Tak peduli Monika bicara apa, Ridho membuka pakaian Monika dan kembali mengeksekusi gawangnya sampai satu jam lamanya.

"Oke, jika kamu curiga aku akan bujtikan jika aku masih normal! Hanya perempuan yang aku nikahi saja yang membuat miliku sebuas ini!" tegas Aryo.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C20
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login