"Kau selalu ingin menunjukkan pada semua orang, termasuk diriku, bahwa kau lebih baik dari pada Julian."
"Maaf, Yang Mulia." Arvin menunduk malu. Ia tak menyangka selama ini Raja tahu tindakan yang diam-diam ia lakukan itu.
"Tidak apa. Tapi ku mohon, berhentilah. Julian sama sekali tidak akan merebut tahtamu, Arvin. Kau itu putraku, meski hanya putra angkat, tapi aku juga menyayangimu. Jadi aku ingin melihatmu akur dengan keponakanku. Bagaimanapun juga, kau akan membutuhkan bantuan Julian selama hidup di kerajaan ini. Kita, keluarga kerajaan, tidak akan mampu berdiri tanpa sokongan dana, ksatria, hingga kemampuan berperang Julian."
Arvin mengangguk, "saya paham, Yang Mulia."
Lain di mulut, lain di hati. Begitulah Arvin. Ia memang mengatakan paham, tapi ia bukan berarti ia akan menuruti permintaan itu.
'Aku hanya bilang paham, bukan aku akan melakukannya. Lagi pula, pria tua si*lan ini terlalu membangga-banggakan keponakannya. Membuatku kesal saja,' geram Arvin dalam hati.