Tanpa terasa ini sudah hampir 2 bulan aku lewati sejak kepulanganku kembali ke New York. Ya, kembali ke rutinitasku sehari - hari sebagai karyawan di sebuah perusahaan kecil di New York. Karena cutiku selama hampir 1 minggu saat aku berada di Chicago setelah itupun pekerjaanku menumpuk.
Pamela sahabat sekaligus teman sekantorku banyak membantu di masa - masa sulitku selama ini. Ia tahu sejak kepulanganku dari Chicago aku tidak dalam keadaan baik - baik saja. Selama masa sulit itu, Pamela banyak menghiburku. Dia tak pernah banyak tanya namun dia tahu apa yang harus dilakukan sebagai teman baik selama ini, itu yang aku suka dari dirinya.
Siang itu, seperti biasa kami berdua makan siang bersama di sebuah cafe kecil yang letaknya hanya beberapa blok dari kantor kami.
"Nafsu makanmu sepertinya berkurang akhir - akhir kenapa, Nat? Apa kau sedang diet?" Tanya Pamela penasaran saat melihatku hanya menatap dan memainkan spageti yang aku pesan sejak tadi.
"Tidak kok, aku hanya agak merasa sedikit kembung sudah beberapa hari ini." Jawabku yakin.
"Hmm, apakah kau sakit? Kau kurang tidur?" Pamela bertanya perhatian, ia menatap penuh selidik wajahku dan hal itu tentu saja membuatku risih dan tertawa geli melihat tingkahnya.
"Kau ini, apa aku terlihat lucu?!" Komennya kesal.
"Hihihii, entahlah hanya saja setiap bersamamu aku selalu merasa bahagia, Pamela. Terima kasih ya, karena kau sudah menjadi sahabatku selama ini" ucapku tulus.
"Kau ini, kenapa tiba - tiba bicara seperti itu? Apa kau selama ini tidak bahagia jika tak bersamaku begitu?" Tanya Pamela ingin tahu.
Aku hanya tersenyum tipis saat mendengar ucapannya.
"Ya, kurasa begitu Pam. Aku beruntung mengenalmu di kota ini, kota yang bagiku sangat asing sejak aku nekad menginjakkan kaki seorang diri di New York city. Seakan memang takdir telah sengaja membawaku untuk datang ke kota ini agar aku bisa merasakan kebahagiaan yang selayaknya." Aku berucap dengan tatapan kosong.
"Hey, kenapa kau jadi sentimentil begitu? Aku merasa kau sangat aneh sejak kepulanganmu dari Chicago beberapa waktu yang lalu. Katakan padaku sekarang, kau baik - baik saja kan? Tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padamu disana kan, Nat?" Pamela terus bertanya cemas.
"Aku baik - baik saja! Kau bisa melihat sendiri bukan?" Sahutku mencoba tersenyum lebar di depan Pamela sekarang, namun di saat yang sama itu pula aku merasa tak enak di dalam perutku, serasa mual dan ingin muntah.
Susah payah aku menahannya dengan telapak tangan kanan yang kututupi di mulutku.
"Oohgg.... Ohgh!"
Tak bisa menahannya lagi akupun berlari cepat menuju ke toilet cafe itu. Tak kupedulikan tatapan penuh tanya Pamela padaku saat itu.
"Uueeekkkk.... Uueekkk!!!"
Segera saja aku muntahkan isi dalam perut yang sejak tadi terasa mengaduk aduk perutku itu setelah sampai di toilet. Sedikit agak lega terasa sekarang, namun keringat dingin dan sedikit pusing kini kurasakan.
Kusandarkan tubuhku di dinding toilet dengan wajah kuyu dan lemas. Hingga aku menyadari Pamela berlari cepat menyusulku masuk ke dalam toilet.
"Kau tak apa - apa, Nat?! Astaga wajahmu pucat sekali!" Pekik Pamela saat melihat keadaanku sekarang.
Aku menatapnya lemah dengan pandangan sedikit kabur saat itu karena rasa pusing di kepalaku. Pamela yang melihatnya langsung saja memapah tubuhku untuk bisa berjalan.
"Aku rasa kau tidak dalam keadaan baik - baik saja, Nat. Jika kau tidak enak badan seharusnya kau jangan memaksakan diri begini!" Tegurnya perhatian.
"A-ku hanya merasa sedikit pusing, Pam" sahutku lemah.
"Lebih baik sekarang kau kuantarkan pulang ke rumah ya, aku akan meminta izin untukmu kepada kepala manager hari ini, okay?" Tawarnya.
"I..ya, baiklah Pam.Terima kasih ya" sahutku lirih.
"Sudahlah, kau tak perlu sungkan."
***
Aku terbaring dalam kamarku seorang diri, menatap langit - langit kamarku dengan tatapan kosong. Keadaanku sudah agak membaik setelah aku mengistirahatkan diri.
Namun entah mengapa ada rasa cemas dalam hatiku, hingga aku pun berpikir apa ada yang salah dalam diriku?
Sejak kepulanganku beberapa minggu yang lalu dari Chicago kuakui aku memang merasa kosong dan ada sesuatu yang hilang dalam diriku. Kepergianku yang membawa luka, aku yakin akan bisa pulih dengan seiring berjalannya waktu. Hanya itu yang kuyakini selama ini.
Hingga aku dengan tanpa sadar mengingat akan satu hal, segera saja aku bangkit dan melihat kalender yang terpasang di dinding kamarku dan aku lemas seketika saat melihatnya.
Siklus bulananku?! Kenapa aku tak mengingatnya selama ini? Sungguh ceroboh!!
Karena kesibukkan di kantor sehingga aku sampai melupakan hal penting itu.
Aku baru saja menyadari kalau ini sudah bulan ke dua aku tidak menstruasi. Astaga apakah mungkin?? Tidak!! Jangan sampai terjadi!
Hanya satu jalan untuk memastikannya. Maka tanpa pikir panjang lagi, segera aku menyiapkan diri bersiap - siap menuju ke apotik terdekat.
..
..
"Bagaimana ini, bagaimana...??
Apa yang harus aku lakukan??"
Aku merasa lemas seketika saat harus melihat kenyataan hasil garis dua yang ada di alat tes kehamilan yang baru saja aku beli di apotik tadi.
Aku hamil dan ini adalah anak dari Chris Raven, adik iparku sendiri. Aku limbung dan menangis saat itu juga. Tak tahu harus bagaimana untuk menghadapi semua ini seorang diri. Apa yang harus aku lakukan?
Aku tak tahu, semua terasa gelap di dalam pikiranku.
Lama aku berpikir dalam kewarasan yang masih tersisa, tak kupedulikan kedua mata ini yang kini membengkak karena air mata. Akupun akhirnya bertekad untuk tetap mempertahankan anak yang masih dalam kandunganku ini karena aku bukanlah seorang pengecut untuk bisa lari dari kenyataan buruk yang kini menimpaku.
Bukankah aku sudah terbiasa melakukan segalanya seorang diri selama ini?
Lalu kenapa aku harus takut!? Hanya itu yang aku yakini sekarang, maka dengan tekadku yang sudah bulat akupun akan mempertahankan dan membesarkan anakku ini seorang diri.
***