Download App
36.66% Bidadari Hutan Larangan / Chapter 11: Tabib Dewa

Chapter 11: Tabib Dewa

"Kenapa mereka tidak ikut kembali?" tanya Tuan Besar Wang Kembali.

Kemarahan masih tergambar dengan jelas di wajah tuanya. Hawa pembunuhan menyelimuti seluruh tubuh Gubernur itu.

Ditanya demikian, dua penjaga tadi saling pandang. Mereka bingung harus menjawab apa.

Keduanya tidak tahu-tahu apa, jadi bagaimana mungkin bisa menjawab?

"Kenapa kalian malah diam saja?" kemarahan Tuan Besar Wang semakin menjadi.

Seumur hidupnya, dia paling benci kalau bertanya tidak dijawab. Baginya, lebih baik menggelengkan kepala atau menganggukkan kepala, daripada hanya diam saja seperti kedua penjaga tersebut.

"Kami, kami sungguh tidak tahu apa-apa, Tuan," kata salah satu dari mereka dengan suara gemetar ketakutan.

"Sudahlah. Enyah dari sini!" katanya sambil mengibaskan tangannya.

Kibasan itu pelan. Bahkan tampak tidak bertenaga sama sekali. Tapi meskipun demikian, akibatnya justru diluar dugaan siapapun. Dua orang penjaga tadi terlempar sampai dua tombak ke belakang. Untunglah keduanya tidak mengalami luka.

Setelah kejadian tersebut, mereka lalu pergi begitu saja.

Sementara itu, sekitar setengah jam kemudian, si tabib yang tadi mengobati Wang Fu telah keluar dari kamarnya. Keringat tampak membasahi sekujur tubuh tabib berusia tujuh puluh tiga tahun tersebut.

Dia adalah tabib kepercayaan Tuan Besar Wang. Namanya Tabib Jin. Julukannya si Tabib Dewa. Itu adalah julukan khusus yang diberikan oleh Tuan Besar Wang untuk dirinya.

Tabib Jin atau si Tabib Dewa tersebut sudah puluhan tahun menjadi orangnya Tuan Besar Wang. Selama ini, Gubernur itu selalu memperlakukan dirinya dengan sangat baik sekali.

Setiap manusia yang menjadi bagian dari orang-orangnya Tuan Besar Wang, menaruh hormat kepadanya. Bahkan Tuan Besar itu sendiri tidak terkecuali.

Begitu Tabib Jin keluar, Tuan Besar Wang segera menyambutnya. Amarah yang sesaat lalu masih terlihat di wajahnya, sekarang telah sirna tanpa bekas. Wajah Tuan Besar Wang sudah kembali seperti sedia kala.

"Tabib Jin, bagaimana dengan keadaan Anakku? Apakah dia baik-baik saja?" tanyanya dengan ramah dan penuh hormat.

Tabib Jin mengambil nafas. Setelah membuangnya secara perlahan, barulah dia menjawab.

"Tuan Muda baik-baik saja. Meskipun lukanya cukup parah, tapi hal itu masih dikatakan baik. Sebab tidak sampai melukai organ dalam dan mengganggu dantian miliknya," jawab Tabib Jin dengan jujur.

Tidak menunggu Tuan Besar Wang bicara, kembali dia melanjutkan ucapannya.

"Hanya saja, Tuan Muda harus istirahat total selama kurang lebih enam bulan. Hal tersebut disebabkan agar kondisinya benar-benar kembali seperti semula. Memang benar tidak ada organ dalam yang cidera, tetapi kondisinya sekarang sangat lemah. Kalau sampai dia kecapaian, maka hal itu bisa menimbulkan efek buruk kepadanya,"

Selama Tabib Jin bicara, Tuan Besar Wang mendengar dengan patuh. Bahkan dia tidak berani mengangkat kepalanya.

Setelah Tabib Jin selesai menjelaskan, barulah Gubernur itu mengangkat kepala dan memandang wajahnya.

"Ah, syukurlah kalau Anakku baik-baik saja. Masalah lainnya, aku serahkan saja kepadamu, Tabib Jin. Kalau di tangan si Tabib Dewa, aku percaya anakku akan sehat seperti sedia kala," ucap Tuan Besar Wang sambil tersenyum hangat.

Tabib Jin mengangguk-anggukkan kepalanya. Mereka sempat berbincang-bincang sebentar. Setelah beberapa waktu kemudian, Tabib Jin pun pamit undur diri.

Keesokan paginya, Tuan Besar Wang ingin menengok keadaan puteranya. Dia datang ke kamar Wang Fu seorang diri. Tanpa ditemani oleh siapa pun.

Kebetulan sekali, pada saat Tuan Besar Wang masuk kamar, saat itu Wang Fu baru saja selesai sarapan pagi. Di sana masih ada seorang pelayan, tapi begitu melihat kedatangan majikannya, pelayan itu langsung pamit undur diri.

Saat ini yang tersisa di kamar hanya ayah dan anak itu.

"Fu'er, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Tuan Besar Wang dengan lembut.

"Lumayan baik, Ayah. Tapi seluruh tubuhku masih terasa sangat lemas," jawab Tuan Muda Wang.

"Kau tenang saja. Dalam waktu enam bulan ini, asalkan menurut kepada Tabib Jin, kau pasti akan sehat seperti sedia kala,"

"Apa? Enam bulan? Jadi, selama enam bulan ini, aku tidak boleh melakukan apapun?" tanya Tuan Muda Fu dengan kedua mata melotot.

Pemuda angkuh itu kaget setengah mati. Penjelasan dari ayahnya tidak bisa dia terima begitu saja. Dia adalah orang yang tidak bisa diam. Lalu, bagaimana mungkin selama enam bulan ke depan, dirinya hanya bisa terbaring di tempat tidur?

Enam bulan bukanlah waktu yang sebentar. Malah baginya waktu itu sangat lama. Tuan Muda Wang benar-benar tidak bisa menerima kenyataan ini.

"Benar. Selama enam bulan ke depan, kau tidak boleh melakukan apa-apa, Anakku,"

Suara Tuan Besar Wang masih sama seperti sebelumnya. Tetapi siapa pun dapat mengetahui bahwa dibalik suara itu, terdapat kesedihan yang sulit untuk diceritakan.

Sebenarnya keputusan Tabib Jin pun tidak bisa diterima olehnya. Tapi apa mau dikata? Masalah pertabiban, Tuan Besar Wang memang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Tabib Dewa itu.

Tuan Muda Wang menggertak gigi. Amarahnya menjadi meluap ketika dirinya mengetahui kondisi tubuhnya sekarang.

"Semua ini gara-gara gadis sialan itu!" katanya dengan sangat marah.

"Gadis sialan? Gadis mana yang kau maksudkan itu?" hanya Tuan Besar Wang sambil mengerutkan keningnya.

"Gadis yang tinggal di Hutan Larangan dan bernama Jiang Mei Lan,"

"Jadi, kau begini gara-gara gadis itu?"

"Benar, Ayah. Memang dia lah yang melakukannya. Bahkan dia juga yang telah membunuh empat orang pengawalku," ucapnya.

Kemarahan pemuda angkuh itu semakin menjadi. Apalagi, sekarang yang berada di depannya adalah ayahnya sendiri.

"Apa yang telah dia lakukan kepadamu, Nak?"

Ditanya demikian, tanpa membuang banyak waktu lagi, Tuan Muda Wang segera menceritakan semua kejadian yang dia alami kemarin ketika berada di hutan. Tidak lupa juga, dia menambahkan 'bumbu-bumbu penyedap' agar lebih lengkap lagi.

Setelah Wang Fu selesai bercerita, sekarang giliran kemarahan Tuan Besar Wang yang tampak dengan jelas.

"Siapa gadis itu sebenarnya? Mengapa dia begitu berani kepadamu? Bahkan dengan entengnya dia menghinaku. Keparat, apalah dia belum tahu siapa itu Wang Cun Yang?"

Gubernur Kota Nan Cing itu mengepalkan tangannya dengan erat. Dia benar-benar marah terhadap Mei Lan.

Ternyata sewaktu bercerita tadi, Wang Fu mengatakan bahwa dirinya bertarung dengan gadis itu gara-gara dia telah berani menghina ayahnya.

Sebagai anak yang berbakti, tentu saja dia tidak membiarkan hal tersebut.

Tuan Muda Wang bercerita dengan penuh kesedihan. Sehingga siapa pun tidak akan ada yang mengetahui kalau sebenarnya dia sedang berbohong.

"Aku sendiri tidak tahu dia itu siapa, Ayah. Tapi yang jelas, gadis itu benar-benar sombong. Bahkan dia pun sangat kejam, buktinya saja, dia sampai-sampai membuatku seperti ini," ucapnya seolah-olah ingin menangis.

"Tenang, Anakku, tenang. Aku akan membuat dia merasakan seperti apa yang kau rasakan saat ini,"

"Terimakasih, Ayah. Terimakasih. Aku memang anak tak berguna," katanya semakin sedih.

Wajahnya benar-benar mengundang simpati orang. Tapi siapa sangka, hatinya justru sangat gembira karena ayahnya akan membayar rasa sakit hatinya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C11
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login