Tania yang telah sampai di teras rumahnya, dengan langkah gontai dan segera masuk menuju rumah tersebut.
"Baru pulang dek?" tanya Adrien yang duduk di depan televisi yang menayangkan sebuah siaran dan ditemani beberapa makanan di depannya.
"Iya ma," jawab Tania dan segera pergi menuju kamarnya yang harus melalui tangga.
Ceklek!
Tania membuka pintu kamarnya dan langsung menutupnya, ia berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya yang terasa sedikit lelah.
"Tania," panggil Jessi yang kini berada di depan Tania.
"Apa lagi sih Jes? Gue capek," jawab Tania yang memejamkan matanya.
"Sebentar aja, aku mau ngomong sesuatu sama kamu," ucap Jessi.
"Ntar ya, gue lagi capek banget nih, sumpah!" ucap Tania.
"Please, sebentar aja," paksa Jessi lagi.
"Huftt, apa?" ucap Tania yang bangkit dari tidurnya.
"Maafin aku kalo ada salah sama kamu," ucap Jessi.
Sedangkan kini Tania tampak bingung, karena tak biasanya Jessi berbicara seperti itu dengannya, dan mana pernah Jessi mengucapkan kata maaf, membuat diri Tania kini bener-bener bingung.
"Apa sih Jess, aneh banget sih lo. Malah pake minta maaf segala, emang lo salah apa sama gue? Malahan lo yang selalu bantu gue kalo ada teman-teman lo yang jahat sama gue," ucap Tania.
"Pokoknya maafin aku ya, kalau ada salah sama kamu," ucap Jessi.
"Iya," sahut Tania.
"Ya udah, aku pamit pergi dulu ya. Aku mau balik, kamu harus bisa jaga diri," ucap Jessi.
"Hah? Lo pergi kemana? Jangan bercanda Jes, gak lucu," ucap Tania yang tersenyum kecewa.
"Gue harus pergi, gue gak bisa lama-lama di sini. Lo harus bisa jaga diri," ucap Jessi.
"Apa sih Jes, lo udah janji bakal selalu ada buat gue, kenapa lo malah ninggalin gue kaya gini? Jes, gue mohon jangan pergi," ucap Tania dengan matanya yang terasa panas.
"Maafin gue Tania, sekali lagi maafin gue. Lo harus bisa jaga diri," ucap Jessi untuk terakhir kalinya.
Sosok Jessi, kini telah hilang sedikit demi sedikit.
"Jess, jangan tinggalin gueeee!" teriak Tania yang kini sesegukan.
"Jessi, jangan tinggalin guee," ucap Tania.
Kini, disana hanya Tania yang tersisa sedangkan Jessi telah pergi untuk selamanya.
"Jessi!" teriak Tania, yang membuat seisi ruangan tersebut menggema.
Helven yang tak sengaja lewat di kamar Tania, mendengar teriakan tersebut. Membuat Helven sedikit kaget, dan segera masuk ke kamar Tania yang kini terduduk di ranjangnya dengan tangisnya yang tak henti.
"Tania, kamu kenapa sayang?" ucap helvy yang kini berada di samping Tania.
"Jessi pi, Jessi," ucap Tania yang sesegukan.
"Jessi kenapa?" ucap Helven.
"Dia pergi, tinggalin Tania pi, dia jahat," ucap Tania yang sesegukan.
"Eits, kamu ga boleh ngomong kaya gitu. Jessi ga jahat," ucap Helven.
"Sini dengerin papi dulu," ucap Helven.
"Apa? Kalo dia gak jahat, kenapa dia ninggalin Tania pi? Padahal dia udah janji bakal selalu jagain Tania sampai kapan pun, tapi sekarang dia malah pergi," ucap Tania.
"Makanya dengerin papi dulu," ucap Helven.
"Iya," sahut Tania.
"Jessi pergi, itu karena kewajibannya. Karena tempat ini hanya sementara untuk Jessi, dan pada akhirnya ia harus balik ke tempat asalnya. Kita gak tau kan, kapan mereka harus balik ke tempatnya, dan jika kamu tanya ke Jessi, mungkin dia juga gak ingin balik secepatnya ke sana dan meninggalkan kamu. Dan Tania juga gak boleh marah sama Jessi, karena itu tempat khusus untuk Jessi dia bakal bahagia di sana, dan sebaliknya kita tempat kita di sini dan kita bakal bahagia di sini. Jadi kamu gak boleh benci Jessi, karena itu semua udah jadi kewajiban untuknya. Ngerti kan, yang papi bilang barusan?" ucap Helven menjelaskan pada gadis yang matanya masih bengkak karena tangisnya.
"Iya pi, Tania ngerti," ucap Tania.
"Pi," panggil Tania.
"Apa sayang?" sahut Helven lagi.
"Kenapa Tania bisa liat mereka?" tanya Tania.
"Itu kelebihan yang ada untuk kamu," jawab Helven.
"Tapi kenapa pi? Kenapa itu semua terjadi pada Tania? Tania pernah baca, katanya itu semua karena kutukan, apa bener pi?" tanya Tania.
"Gak Tania, itu bukan kutukan," ucap Helven.
"Terus kenapa pi?" tanya Tania.
"Kelebihan itu merupakan turun-temurun dari generasi sebelumnya, dan itu semua pasti di dapatkan oleh generasi muda. Tapi, kelebihan tersebut tak bisa dimiliki oleh semua manusia, hanya manusia tertentu aja yang mendapatnya. Sekarang kamu bisa melihatnya kan, dan kelebihan itu ada dalam diri kamu, kamu salah satu manusia pilihan yang bisa melihat mereka," tutur Helven.
"Kenapa harus aku pi? Kenapa ga kak Vina aja?" tanya Tania.
"Itu rahasia Tuhan, dan itu semua karunia dari Tuhan khusus buat kamu. Jadi kamu gak boleh, benci bahkan takut dengan kelebihan itu. Gunakan untuk hal yang baik," jelas Helven lagi, lalu melempar sebuah senyum manis pada Tania.
"Pi, tapi Tania sulit melewati hari-hari Tania dengan kelebihan ini. Banyak yang bilang Tania orang gila, cewek aneh, cuma karena Tania berbicara dengan makhluk itu," ucap Tania.
"Kamu harus kuat, dan jangan dengerin ucapan mereka yang membuat kamu down kaya gini. Mereka ngomong kaya gitu karena apa? Karena mereka gak bisa liat makhluk tersebut, jadi Tania gak perlu pikirkan ucapan mereka," ucap Helven.
"Iya pi," jawab Tania.
"Ya udah, kamu udah mendingan kan?" tanya Helven.
"Udah pi," sahut Tania.
"Papi keluar dulu, jangan sedih lagi karena Jessi pergi ya," ucap Helven mengacak rambut Panjang Tania dan segera keluar dari kamar itu.
***
Kini Helven tengah berjalan menuju ruang keluarga, yang telah ada Adrien dan Vina yang asyik menonton sebuah siaran.
"Asyik banget nih keliatannya," ucap Helven yang kini ikut duduk di samping Adrien dan mengambil popcorn di depannya.
"Iya pi, siarannya asyik banget," ucap Vina.
"Tania mana?" tanya Adrien yang melihat ke arah Helven.
"Di kamar, tadi aku gak sengaja lewat di depan kamarnya dan denger suara teriakan. Denger itu, aku kaget lah apalagi suara tersebut berasal dari kamar Tania takut dia kenapa-kenapa. Aku langsung masuk ke kamarnya, dan bener ternyata dia nangis," jelas Helven.
"Nangis? Nangis kenapa sih?" tanya Adrien yang kini tampak panik.
"Jessi pergi, makanya dia sedih," ucap Helven.
"Jessi? Teman gaibnya itu pi?" potong Vina.
"Iya," sahut Helven.
"Terus sekarang Tania gimana? Masih nangis? Kamu gak suruh diem atau ngehibur Tania gitu?" tanya Adrien panik.
"Udah kok, dia udah mendingan," ucap Helven.
Adrien yang panik dan takut Tania kenapa-kenapa, segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Tania. Namun itu semua telat, Helven telah duluan menghadangnya.
"Mau kemana?" tanya Helven.
"Liat anak kita lah, gak takut apa nanti dia kenapa-kenapa," ucap Adrien.
"Udah, gak usah kesana dulu. Biar Tania sedikit lebih tenang," ucap Helven.
"Tapi kalo dia kenapa-kenapa gimana?" ucap Adrien.
"Udah, biarin aja dulu," ucap Helven.
***