Download App
27.11% Lady Renee / Chapter 32: Sisi Lain sang Marquis 2 

Chapter 32: Sisi Lain sang Marquis 2 

Leo baru saja keluar ketika Renee mencipratkan air ke wajahnya, sepertinya ia cukup tertekan ketika wajahnya akan diusap oleh Renee dengan handuk basah.

Renee tertawa pelan, ia akhirnya bisa membersihkan dirinya dan berganti dengan pakaian bersih, ketika ia keluar, ia bertemu dengan Leo yang menunggunya di depan pintu, laki-laki itu menyandarkan tubuhnya ke dinding.

Di saat seperti ini sang Marquis terlihat normal, seperti seseorang yang baru saja keluar dari lukisan, ketampanannya tidak bisa disembunyikan meski ia berada di sudut tergelap sekali pun.

"Lama sekali," gumam Leo tanpa melihat, ia berdiri sambil menenteng pedang di tangannya. "Kita harus cepat kembali, Dylan dan Bella sudah berada di sana."

"Aku tahu."

Renee mengikuti Leo yang ada di depannya, sesekali ia melirik ke sekitar, takut kalau Ivana akan muncul dan menyerang mereka secara tiba-tiba, tapi ternyata tidak ada apa-apa sampai mereka kembali ke ruang bawah tanah.

Begitu mereka menginjakkan kaki ke ruang bawah tanah, Leo yang ada di depan Renee terdorong ke dinding, diikuti dengan tamparan yang keras.

Renee membelalakkan matanya saat melihat wajah merah Bella yang penuh kemarahan mengangkat tangannya.

"Bella! Apa yang kau lakukan?"

Bella mendengkus, mengabaikan pertanyaan Renee, matanya menatap luru Leo "Kemana saja kau?! Apa kau tidak tahu betapa bahayanya kalau kau bertemu Ivana? Kita baru saja mengangkat bendera perang dengannya!"

"Bella, hentikan." Dylan yang tidak nyaman melihat temannya dipojokkan oleh seorang Pelayan ikut tersulut emosi, ia menarik bahu Bella. "Kau akan berubah kalau terlalu emosi!"

"Aku menjagamu!" Bella menggertakkan gigi, tangannya mencengkeram leher Leo, berniat mencekik, tapi ditahan Dylan dan Leo dari kedua sisi. "Jangan bertingkah sebelum aku kehabisan kesabaranku!"

"Bella, ini salahku, aku yang ingin pergi ke kamar mandi!" Renee berteriak.

Sontak, tiga pasang mata itu langsung menoleh ke arah Renee, kening mereka berkerut, seakan tidak percaya dengan apa yang Renee katakan, tapi setelah melihat Renee mengenakan pakaian baru, mereka menjadi terdiam.

"Tidak apa-apa, tidak ada yang terjadi."

Leo menyentuh bahu Bella dan suasaan menjadi sedikit lebih tenang, Bella mendengkus pelan dan menunjuk meja yang awalnya kosong kini berisi makanan.

"Kalian makanlah, hanya itu yang ada di dapur."

"Terima kasih." Leo mengusap lehernya dan Dylan langsung menepuk bahunya, mereka berdua saling menatap selama beberapa saat tanpa mengatakan apa-apa.

"Bella, aku …."

"Tidak usah dibahas, aku hanya terlalu emosi." Bella melambaikan tangannya dan duduk, ia menarik napas dalam-dalam dan memijit pelipisnya.

Dylan hanya terkekeh pelan, ia mengisyaratkan pada Renee untuk segera makan sebelum Bella menjadi lebih emosi lagi.

Renee melirik Bella yang masih menarik dan menghembuskan napas di sudut, ia duduk di dekat Leo dan melihat kalau laki-laki itu kesusahan membuka bungkus roti dari kertas, berbeda dengan Dylan yang langsung merobek dan membuat remahan dimana-mana, Leo adalah tipikal bangsawan yang tidak terbiasa di dapur, tangannya sangat kaku.

Renee mengulas senyum, merasa wajar. Leo adalah seorang Marquis, tapi di mata Renee, ia terlihat seperti anak-anak yng tidak bisa apa-apa, bahkan untuk pekerjaan remeh seperti ini.

"Biar aku yang melakukannya." Renee mengambil bungkus roti dan dengan cepat membukannya, Dylan yang ada di seberang Leo tiba-tiba saja menyeringai.

Leo berdehem dengan canggung, Rene memilih untuk tidak peduli.

"Ini, kau bisa memakannya sekarang."

"Ya."

Bella yang sudah tenang datang bergabung, ia duduk di samping Dylan dan terlihat acuh dengan apa yang telah terjadi.

"Aku sudah mencari Ivana di mana-mana, tapi ia tidak ada." Bella mengoceh dan Dylan di sampingnya menuang air putih ke gelas. "Aku khawatir, benar-benar khawatir."

"Di kota tidak ada siapa pun," kata Dylan sambil menjilat sudut bibirnya, seharusnya ia bisa melihat satu dua orang ketika ia keluar, tapi ia tidak menemukan siapa pun, seakan-akan kota Dorthive adalah kota mati. "Bahkan saat aku memeriksa kedai, tidak ada api yang menyala, semuanya dingin dan lembab."

"Apa yang akan terjadi?"

Renee tidak tahu keadaan luar, tapi ia takut dengan segala kemungkinan terburuk.

"Kita tidak akan tahu." Bella mendengkus dengan kasar. "Mungkin sesuatu yang benar-benar buruk."

Suasana di antara mereka berempat mendadak menjadi aneh, Leo tidak mengatakan sepatah kata pun sejak tadi, seakan sedang mencerna semua yang dikatakan oleh Dylan dan Bella.

Renee merasa kehilangan nafsu makannya hanya dengan membayangkan Ivana yang datang dengan wwujud monsternya, membuatnya mual.

"Renee, kami mengandalkanmu." Dylan menatap lurus ke arah Rene tiba-tiba, mata abu-abunya itu berkilat di bawah pantulan cahaya lentera yang bersinar temaram. "Hanya kau yang bisa mendekati Ivana."

"Aku? Apa yang harus aku lakukan?"

Renee yang tiba-tiba saja menjadi pusat perhatian menjadi bingung, ia pikir saat ini mereka hanya harus bersembunyi sejauh-jauhnya dari jangkauan Ivana.

"Berapa kali kau … disentuh Ivana?" tanya Leo, sedikit tidak nyambung.

Renee diam, ia tidak mengerti, otaknya berusaha untuk menyambungkan semua benang merah yang tersebar di mana-mana.

"Aku melihatnya berkali-kali, tapi ia tidak bisa … mempengaruhimu."

Dylan terkekeh, ia mengangkat roti yang setengah dimakan itu ke arah Ivana. "Sepertinya Ratu memilihmu bukan tanpa alasan, kekuatan Ivana tidak bekerja pada dirinya."

"Itu begus, kau bisa menusuk jantungnya." Bella mendesis pelan, matanya menatap cerah ke arah Renee. "Ratu memang memilih orang yang tepat saat ini."

"Kekuatan apa yang kalian maksud? Ivana …."

"Dia bisa mempengaruhi monster lain hanya dengan sentuhan tangannya." Leo akhirnya buka suara, ia mengusap tangannya dengan saputangan yang disediakan oleh Bella. "Ivana tidak mempengaruhiku karena ia pikir aku tidak bisa apa-apa, ia pikir aku lumpuh dan tunduk di bawah kakinya."

Bella mengatupkan bibirnya, mungkin ia ingin mengolok tapi sebisa mungkin tidak ia lakukan demi harga diri sang Marquis, Dylan di samping Bella tidak mengatakan apa-apa.

"Dylan tidak pernah bertemu secara langsung dengan Ivana, begitu juga dengan Bella. Hanya kau … yang selalu berinteraksi dengan Ivana dan tetap menjadi manusia dan tidak kehilangan kewarasanmu seperti yang lain."

Leo menghentikan perkataannya, mata hitamnya itu tiba-tiba saja menyorot Renee dengan tajam, tidak hanya itu saja, Dylan dan Bella yang tadinya terlihat santai ikut menatap Renee dengan tajam, semua gerakan mereka terhenti dan udara di ruang bawah tanah yang sudah dingin semakin mendingin.

Renee menatap balik ketiga orang yang ada di depannya itu dengan bingung sekaligus waspada, mereka berempat saling terdiam sebelum Bella membuka mulut dengan suara yang khas, penuh rasa selidik.

"Renee, sebenarnya kau siapa? Kenapa Ratu memilihmu?"

Rene menelan ludah.

Ia juga penasaran mengapa ia dipilih Ratu jauh-jauh dari Ibukota untuk datang ke sarang monster seperti ini?


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C32
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login