Boni terkesiap atas keberanian temannya yang memekik penuh semangat darii jendela sembari membunyikan klakson itu.
"Besar juga nyalimu Priii Priiii!" batinnya tanpa melepas tatapan pada Jefri yang masih saja tersenyum, padahal ada bahaya tepat di hadapannya.
Para zombi yang berkumpul di persimpangan jalan, menoleh kala mendengar suara klakson dan pekikan Jefri. Mereka meraung ganas, seakan hendak bertarung.
Jefri kian ceria, entah kenapa ia sudah tak merasa takut lagi dengan para zombi itu. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara menyelamatkan rekan satu timnya yaitu Indro.
Truk melaju kencang menabrak para zombi yang hendak menyerang, suara tubuh dan kepala terlindas terdengar begitu jelas membuat Boni merasa miris. Sayangnya, truk tak bisa berjalan terlalu jauh. Karena jumlah zombi yang tak bisa dihitung itu, menghadang layaknya benteng.
"Mundur Jep," titah Boni panik.
Truk mundur perlahan, suara tubuh terlindas terdengar lagi. Namun setelah itu, macet. Roda truk tak bisa bergerak mundur. Boni memeriksa dari jendela. Ternyata para zombi sudah menghadang di belakang truk.
"Huarrrgghh!"
Salah satu zombi hendak meraih kepala Boni. Sontak, Boni langsung menarik kepalanya masuk dan menutup kaca jendela. Jantungnya berdegung kencang, hampir saja tadi kepalanya menjadi santapan para zombi yang haus akan daging itu.
"Gimana ini Jep?" serunya kian panik.
Para zombi mulai naik ke tubuh kawanan mereka dan menuju kaca jendela depan. Jefri menelisik sekitar, mencari jalan keluar.
"Bruak! Bruak! Bruak!"
Tangan zombi yang kotor akan noda darah yang kering itu, menggedor kaca dengan sekuat tenaga. Boni ketakutan, ia tak tahu harus bagaimana lagi.
"DUARRRR!" Sebuah ledakan kencang mencuri perhatian para zombi. Sebagian besar dari mereka langsung berlarian menuju suara itu.
Anya terbangun dari pingsannya setelah mendengar suara ledakan. Ia meringis sakit kala merasakan denyutan nyeri dari dahinya.
"Pelan-pelan. Dahimu habis aku jahit," ujar Iko sembari membantu Anya bersandar.
"Apa yang terjadi?" tanya Anya dengan bibir pucat.
Iko menceritakan dengan singkat ke Anya. Setelah ia mendengar kalau sang ayah berkorban untuknya, ia pun langsung mencoba berdiri meski tubuhnya terasa begitu nyeri.
"Duduk saja," pinta Iko dengan cemas.
"Nggak Mas. Aku mau ikut nyari ayah," tolaknya.
Truk berjalan kembali melindas para zombi. Anya menatap sekeliling, mencoba mencari sosok sang bapak. Di area persawahan, dengan samar ia melihat sesosok orang. Dengan sabar, ia perhatikan orang itu yang kian lama menjadi jelas sosoknya.
"Itu ayah!" seru Anya dengan menggunakan sisa-sisa kekuatannya sembari menunjuk Indro yang berlari di pematang sawah.
Anya sangat senang, ketakutan akan kehilangan yang menyergapnya tadi, langsung hilang dalam sekejap. Berganti dengan harap kalau Indro bisa kembali bersama seseorang yang sedang ia gendong di punggungnya sekarang.
"Jef! Putar balik!" serunya, sembari mengetuk jendela tepat di samping Jefri.
Jefri yang sedang fokus melibas para zombi, terhenyak akan ketukan yang tiba-tiba.
Iko muncul di samping kaca. "Om Indro di sana!" serunya memberitahu dengan menunjuk sawah yang berada di sebelah kanan.
Boni penasaran, ia ikut melihat di mana Indro berada. "Wah iya, itu Om Indro Jep!" serunya.
Jefri yang juga sudah melihat, langsung membalikkan arah truk sembari menghabisi para zombi yang tersisa.
Truk berhenti di sisi jalan lain, menunggu Indro yang sedang tergopoh membawa seorang anak kecil, dan seorang wanita yang terlihat familiar.
"DOR!"
Suara tembakan nyaring terdengar di telinga, membuat semua orang terkejut.
"Ada apa? Siapa yang menembak?" tanya Anya bingung.
Iko bisa langsung melihat dari mana arah suara itu berasal. Seorang pria di tengah sawah, terlihat sedang mengokang senjata apinya, bersiap untuk menembak kembali.
"AWAS OM!" pekiknya ke Indro.
Namun sayang, tembakan pertama tadi, sudah tepat mengenai seorang wanita yang bersama Indro. Wanita itu seketika ambruk dan sang anak menangis histeris.
Sinta yang juga ikut mencari di mana keberadaan Indro dari dalam bak truk, terhenyak melihat penembakan itu hingga menutup mulutnya.
Iko langsung mengeluarkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggung. Dan menembakkan timah panas tepat ke kaki pria yang telah menembak seorang wanita itu.
"DOR! DOR!"
Bunyi tembakan beruntun memekakkan telinga. Timah panas yang ditujukan ke Indro melesat tanpa mengenai Indro sedikitpun.
Sedangkan sang penembak, jatuh tersungkur. Dari jauh, bisa terlihat kalau orang itu sedang mengerang kesakitan. Saat itu pula, ratusan zombi muncul. Membuat aura kengerian timbul kembali.
"CEPAT OMMM!!!" pekik Iko.
"AYAHHHH!!!! CEPATTTTT!!!!" Anya ikut memekik.
Dia sangat cemas, karena para zombi itu berlari dengan sangat agresif layaknya sedang berebut sesuatu. Raungan pun mengudara dari mulut-mulut menjijikkan para zombi yang menimbulkan trauma.
"HARGGHHH!!! HARGHHHHH!!! HUARRRGHHHHHHH!"
"AYAHHHHH!!! CEPATTTT!!! ZOMBINYA DATANGGG!!!" pekik Anya dengan jantung yang berdebar begitu kencang. Kecemasan menghampirinya, hingga tak ia lepaskan pandangannya dari sang bapak.
Iko mengeluarkan pistolnya lagi. Pria yang sudah tertembak kakinya itu tak menyerah , ia berusaha menembak Iko yang sudah menembaknya. Terjadilah pertarungan timah panas.
"Menunduk semua!" seru Iko.
Suara desingan pistol, membuat suasana kian mencekam. Badan truk terkena tembakan berulang kali, akan tetapi dengan cepat Iko melumpuhkan pria itu.
Para zombi kian dekat. Indro melihat para zombi itu sudah mencabik-cabik sang penembak dengan buas. Ia cemas, keringat sudah bercucuran di dahinya.
"To-to-to-tolong, ja-ga Aly-ssa," pinta wanita yang sedang sakaratul maut itu.
Indro mengangguk sedih.
"Per-gi, per-gi!" Wanita itu mendorong Indro dengan lemas.
Indro pun pergi dengan menelan kesedihan, ia tak mampu membawa serta, ibu dari anak yang digendongnya sekarang. Teriakan kepedihan dari sang anak, menyayat hatinya hingga dalam.
Dengan terpaksa, ia masukkan anak kecil yang berjenis kelamin perempuan itu, ke area sopir. Sedangkan dia, naik ke bak truk. Menuju Anya yang menunggu dengan air mata yang sudah berada di pelupuk mata. Mereka berpelukan erat dan pecahlah tangis Anya.
"Mama! Mama! Mama! Mama!" Alyssa menangis dalam dekapan Boni.
Semua orang ikut bersedih atas apa yang terjadi. Boni ikut menangis bersama Alyssa, anak kecil yang sedang ia peluk saat ini. Dia tahu bagaimana perasaan Alyssa yang kehilangan sang ibu dengan cara tak layak seperti itu, apalagi sang ibu meregang nyawa di hadapannya. Pasti hatinya sangat hancur.
Jika itu Boni, mungkin ia tak akan mau pergi dari sana dan hanya akan menangisi jasad sang ibu. Meski pada akhirnya, ia menjadi santapan para zombi, ia merasa tak masalah.
Jefri menatap penuh kesedihan kepada Alyssa yang bercuruan air mata. Keinginanya untuk menyelamatkan Indro berhasil. Namun, ada yang tak bisa ia selamat meski sudah mencoba.
"Hahhh, maafkan kami Alyssa."
"JEFFF!!! BURUAN GASSSS!!!"