Download App
10.93% Harem milik Suamiku / Chapter 14: Bab 15 : Kecewa

Chapter 14: Bab 15 : Kecewa

"Huft.. akhirnya selesai," gumam Marigold sambil meregangkan tubuhnya di depan lobi hotel. Ditariknya nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Leganya. Akhirnya tes pertama selesai. Semoga aku bisa masuk final."

Setelah melewati berbagai drama di acara tes pemilihan tadi, Marigold memutuskan untuk berjalan menikmati udara malam yang sejuk, untuk melancarkan peredaraan darah serta meluruskan otak yang kusut. Ditentengnya sepatu high heels nya yang patah, sedangkan pergelangan kakinya yang keseleo sudah dibebat oleh perawat, agar tidak menambah beban cedera sewaktu berjalan pulang.

"Seingatku di depan perempatan sana, ada pangkalan taksi. Aku akan jalan saja sampai ke sana, lalu pulang naik taksi," monolognya sambil melayangkan pandangan ke gedung-gedung bertingkat di sekitarnya.

Senandung nada ceria yang digumamkan Marigold seketika berhenti, saat matanya menatap sosok punggung seseorang yang dirindukannya. Akhir-akhir ini, mata dan hatinya selalu membuatnya berhalusinasi, menganggap setiap pria yang memiliki rambut hingga menyentuh kerah kemeja, selalu dianggapnya sebagai Nolan, kekasihnya yang kini entah kemana.

"Nolan.. Hei, Nolan, tunggu aku. Aku Marigold," panggilnya sambil berusaha untuk berjalan cepat. Tidak dipedulikannya kakinya yang keseleo terasa nyeri dan nyut-nyutan. "NOLAN.."

Beberapa pejalan kaki bersimpangan arah dengan Marigold, langkahnya yang lamban selalu bertubrukan dengan para tubuh-tubuh yang mendadak memenuhi area trotoar pejalan kaki. Ternyata lampu lalu lintas untuk pejalan kaki sudah berganti warna hijau, sehingga kerumunan dari seberang datang menyeberang.

"Permisi.. Maaf, permisi ya.. Permisi, aku mau lewat. Permisi," ucap Marigold yang terus melawan arus pejalan kaki.

Itu dia. Mata Marigold berbinar melihat sosok familiar yang berjalan cepat ke seberang jalan. Marigold melihat sekilas ke arah lampu lalu lintas. Oke. Lampu untuk pejalan kaki masih berwarna hijau, jadi dirinya masih bisa menyeberang. Marigold berusaha mempercepat langkahnya meski dengan sedikit menyeret kakinya.

"Nolan, tunggu..."

Di tengah jalur penyeberangan, langkah Marigold tiba-tiba melambat dan berhenti. Tubuhnya membeku seketika. Matanya memandang nanar. Kedua tangannya menutupi mulutnya yang terkesiap pelan dan syok.

"Itu bukan Nolan.. pasti bukan Nolan.. Tapi, tapi aku yakin sekali, laki-laki itu adalah Nolan. Ke-kenapa dia berciuman mesra dengan wanita lain? Apa dia sudah memiliki kekasih lain?" monolog Marigold yang menggeleng-gelengkan kepala.

TIIINNNN....

"Awas, hati-hati nona," teriak seseorang yang tiba-tiba menarik kuat lengannya untuk menyelematkannya, hingga tersungkur di pinggir trotoar. Ada sebuah bus kota yang menekan klaksonnya dengan keras.

"Gadis bodoh! Apa kamu ingin bunuh diri, hah?!" amuk kernet bus kota itu, memaki Marigold. Kemudian bus itu melesat cepat.

"Kamu baik-baik saja?" tanya seseorang yang mengguncang pelan bahu Marigold yang masih tertegun menatap kosong ke arah sosok Nolan dan wanita itu tadi berciuman.

"Tidak. Aku tidak baik-baik," bisik Marigold kecewa, lalu menutupi kedua wajahnya dan terisak pelan.

*****

Sementara itu, di tempat lain.

"Panggil Martin sekarang!" perintah yang diucapkan melalui interkom.

"Baik nyonya," jawab sekretarisnya.

Lima belas menit kemudian.

Tok-tok-tok.

"Anda memanggil saya?" tanya Martin setelah melangkah masuk ke dalam ruangan tempat Nyonya Alexander bertahta. Nyonya Alexander, mama dari Maximilian Aexander, masih memegang posisi tinggi di kantor pusat The Alexander's Perfume, sebagai penasehat utama. Dan untuk acara pemilihan para gadis untuk milyader, beliau adalah juri utama yang menentukan para finalis yang akan dipilih langsung oleh Maximilian, sang putra semata wayangnya.

Bruk..

Sebuah map dokumen dilemparkan ke arah Martin duduk. Dengan sigap, Martin menerimanya dan meliriknya sekilas.

"Apa-apaan ini, Martin?!" amuk Nyonya Alexander marah dengan mata melotot. "Aku sudah bilang padamu, bahwa hanya gadis terbaik yang akan lolos dan masuk ke dalam babak final. Dan sekarang, kamu memberikanku pilihan gadis jelek dan pendek serta tidak memiliki kualifikasi apa pun selain jago karate?! Yang benar saja, Martin. Bagaimana caramu bekerja?! Apa kamu ingin mempermalukan putraku, Maximilian?!"

Sebagai hasil dari wawancara dan serangkaian tes hari ini, Martin menyerahkan dua puluh dokumen para gadis cantik dengan identitas bunga yang sudah diverifikasi melambangkan kekayaan dan kemahsyuran. Kemudian dari dua puluh itu akan dipilih delapan gadis untuk masuk dalam babak final yang akan diadakan satu minggu kemudian.

"Maafkan saya, nyonya. Tetapi ini adalah permintaan Tuan Max," jawab Martin sambil meletakkan dokumen itu ke dekat Nyonya Alexander.

"Permintaan Maximilian?" ulang Nyonya Alexander heran dengan sebelah alis terangkat. "Apa maksudmu, Martin?"

"Tuan Max menginginkan gadis itu," jawab Martin lugas.

"Menginginkan gadis itu?! Maksudmu.. Maximilian ingin menikah dengan gadis karate itu? Itukah yang kamu maksud?" desak sang nyonya heran, sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan sedikit memutar-mutarnya. Informasi tentang gadis itu mahir melakukan karate, tertulis dalam dokumen.

"Kurang lebih begitu, nyonya. Kali ini, saya benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dipikirkan Tuan Max."

Nyonya Alexander memejamkan mata. "Apa yang kamu tahu tentangnya? Coba ceritakan sedikit padaku tentang gadis karate itu," pinta sang nyonya sambil memijat keningnya yang mendadak pusing karena selera yang tidak biasa dari putranya.

"Namanya Marigold Flora. Gadis cantik yang tidak memiliki keistimewaan apa pun selain jago karate. Bahkan staf yang mewawancarai nya memprotes keras bahwa gadis itu tidak seharusnya diloloskan, karena tidak ada sesuatu yang spesial padanya. Kemudian saya meyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa dia menghajar empat gadis yang mengganggunya di ruang kesehatan. Mungkin anda sudah mendengar tentang peristiwa menghebohkan itu, Nyonya Alexander."

"Hm-hm. Aku sudah mendengar hal itu," sahut Nyonya Alexander cepat. Kemudian sesuatu terlintas di pikirannya. Ditatapnya asisten pribadi putranya itu. "Apakah kamu tahu dimana Maximilian bertemu dengan gadis karate itu sebelumnya? Pasti keduanya pernah melakukan kontak, sehingga Maximilian sampai menginginkan gadis itu."

Martin mengangguk.

"Tuan Max pernah menolongnya, sewaktu gadis itu dijambret. Bahkan Tuan Max juga yang melaporkan peristiwa ini ke kantor polisi. Namun sejauh pengamatan saya, gadis itu belum mengetahui bahwa penyelamatnya hari itu adalah Tuan Max, sang milyader. Saat kejadian, gadis itu tidak sadarkan diri. Dia hanya mengetahui bahwa yang menolongnya adalah Pak Umar, sopir pribadi Tuan Max. Kenyataan itu juga tidak diberitahukan padanya. Jadi yang bisa saya simpulkan, bahwa keputusan ini benar-benar berasal dari Tuan Max seorang."

"Begitu. Tetapi sejauh ini, aku belum bisa melihat alasan Maximilian bersikeras menginginkan gadis itu," kata Nyonya Alexander penasaran sambil kembali memutar-mutar kursinya. "Apakah mungkin.. Maximilian jatuh cinta pandangan pertama pada gadis itu?"

"Uhuk-uhuk-uhuk.."

Nyonya Alexander berdecak sebal. "Kamu mengenalnya dengan baik, Martin. Apa kamu tidak tahu bagaimana kelakuan sahabatmu itu? Maximilian selalu sulit untuk ditebak."

"Saya mengenalnya dengan baik, Nyonya Alexander. Hanya saja, tidak pernah terlintas dalam pikiran bahwa Tuan Max akan jatuh cinta pandangan pertama pada gadis yang bahkan tidak masuk dalam kriteria gadis idamannya. Saya tahu persis seperti apa gadis kesukaannya."

"Aku juga tidak mengira bahwa ini akan terjadi," gumam Nyonya Alexander sambil mendesah panjang. "Bisa dikatakan aku sedikit kecewa dengan pilihan yang bakal diambil oleh Maximilian. Gadis itu terlalu biasa, terlalu rata-rata untuk menjadi pendamping seorang milyader."

"Menurut saya juga begitu. Tetapi Tuan Max sudah memberikan perintah, bahwa gadis bernama Marigold Flora harus masuk dalam daftar finalis," protes Martin yang sebenarnya sangat setuju dengan pendapat nyonya bosnya. Martin tidak ingin Max, sahabatnya, mendapatkan gadis biasa yang tidak bisa mengimbangi dirinya. Sementara begitu banyak pilihan yang ditawarkan di depan matanya, dilewatkan begitu saja.

"Martin.."

"Ya?"

"Jika kita menyingkirkan gadis ini, apakah Maximilian akan marah pada kita berdua?"

Bersambung...


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login