"Tuan Martin," panggil seorang sekuriti.
Laki-laki yang dipanggil sebagai Tuan Martin menjawab, "Ada apa?"
"Ada keributan di ruang kesehatan."
"Keributan?" ulang Tuan Martin heran. "Keributan apa?"
"Ada seorang gadis yang tiba-tiba dikeroyok sekelompok gadis berjumlah empat orang. Ini rekaman CCTV nya," lapor sekuriti itu sambil menunjukkan rekaman itu di tabletnya.
Alis Tuan Martin berkerut hingga menyatu di tengah pangkal hidung ketika melihat adegan bag-big-bug. Seorang gadis yang seorang diri dikeroyok oleh empat orang gadis lain. "Astaga ini..," bisiknya pelan terkejut. "Antarkan aku kesana sekarang," perintahnya lanjut.
"Mari ikut saya, Tuan Martin."
Kemudian..
Cklek. Pintu ruangan kesehatan itu terbuka. Suara terkesiap terdengar dari Tuan Martin dan sekuriti itu, saat melihat empat gadis yang terkapar disana. Ada yang masih terbaring di lantai sambil meringkuk kesakitan. Dua lainnya bersandar di dinding dan mengerang keras sambil memeluk tubuhnya yang gemetaran. Dan satu lagi, berjongkok ketakutan sambil melindungi kepalanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi disini?" tanya Tuan Martin cemas sambil menyuruh sekuriti itu membantu para gadis yang terkapar, untuk duduk di kursi. Meski Tuan Martin sudah melihat kejadian pengeroyokan walau tidak sampai akhir cerita, namun melihat hasil di depan mata, sungguh membuatnya tidak bisa berkata-kata.
"Tuan.. Tuan Martin, tolong kami," rintih salah satu gadis itu dengan wajah lebam.
"Cewek jahat itu menyakiti kami," rengek gadis yang lain. "Aduuh, pipiku sakita sekali."
"Mereka yang menyerangku lebih dulu," sela Marigold yang sedang duduk manis di kursi sambil sibuk mengetik sesuatu di ponselnya. "Jadi aku sama sekali tidak bersalah."
"Dasar gadis kurang ajar. Aww, aduh," seru gadis yang berusaha berdiri dari lantai dan menudingkan jari telunjuknya pada Marigold yang hanya mengangkat bahu, acuh tak acuh. "Tuan Martin, tolong kami. Dia sangat brutal dan jahat."
"Ck, mulut manismu sangat memuakkan," balas Marigold ketus.
Tuan Martin menatap gadis yang kini memandang tajam ke arahnya. Sesuatu dalam tatapan itu, membuatnya waspada agar tidak menyinggungnya. Tuan Martin mengenali gadis itu sebagai Marigold Flora, gadis yang diinginkan tuan milyader. Perlahan didekatinya gadis itu, lalu diteliti dengan seksama, untuk memastikan bahwa tidak ada luka padanya.
"Apa anda baik-baik saja, Nona Marigold?"
"Apa anda Tuan Martin?"
"Benar," jawab Tuan Martin dengan memberikan senyum terbaiknya.
Marigold berdiri lalu berkacak pinggang marah pada Tuan Martin, namun meringis lagi karena kakinya yang keseleo semakin bertambah sakit akibat ulah para cewek menyebalkan itu. Tubuh Marigold yang sempat sempoyongan, menolak untuk dibantu oleh Tuan Martin yang sigap mengulurkan tangan padanya.
"Kita tidak saling mengenal. Kenapa anda sangat memperhatikan aku yang notabene tidak anda kenal? Gara-gara anda, aku harus menjadi bar-bar dengan menghajar para gadis garang itu. Padahal hari ini, aku harus bersikap menjadi anggun seperti tuan putri yang anggun."
Tuan Martin menggigit bagian dalam mulutnya agar tawa gelinya tidak tersembur keluar saat mendengar pernyataan gadis unik di depannya. "Maafkan saya."
"Menyebalkan! Jangan tertawa," bentak Marigold kesal ketika melihat sinar mata laki-laki ini berbinar. "Lebih anda mengurusi gadis-gadis penggemar anda itu daripada mempedulikan aku," lanjutnya sambil mengangkat sepatu yang dipegangnya, seakan-akan hendak memukul gadis yang merengek tidak tahu malu pada Tuan Martin.
"Tapi.."
"Jangan dekati aku lagi," sergah Marigold sambil menudingkan jarinya ke arah Tuan Martin yang ingin membantu Marigold berjalan. "Aku tidak mau terkena celaka lagi karena anda."
Tuan Martin mengangkat kedua tangan tanda menyerah, bertepatan dengan pintu penghubung antara ruang tunggu dan ruang periksa, terbuka. Seorang perawat muncul dan berkata, "Nona Marigold, silakan masuk. Sekarang giliran anda untuk dicek kesehatan."
"Baiklah," jawab Marigold yang berjalan masuk ke dalam.
Tiba-tiba, salah satu gadis yang bersandar pada dinding dekat pintu penghubung yang terbuka, bergerak cepat ke arah Marigold. Sudut mata Marigold yang terlatih segera menangkap serangan itu. Dengan sigap, lengan kuat Marigold menangkis pergelangan tangan gadis garang yang mengincar kepalanya. Kemudian kaki Marigold bertumpu kuat lalu berputar seratus delapan puluh derajat untuk menendang keras perut gadis itu hingga kembali menabrak dinding.
"Ukkkhhh... Aduh," erang gadis itu yang langsung merosot ke lantai dan memeluk perutnya yang nyeri.
"Astaga," seru sekuriti tertahan dengan mata membelak menyaksikan adegan itu. "Luar biasa sekali," bisiknya termangu sambil menatap Marigold yang dengan santai mengibaskan rambutnya, lalu melangkah masuk ke dalam ruang periksa.
Blam.
Hening.
Marigold duduk manis di depan dokter dan perawat yang menatapnya dengan was-was bercampur takjub. Pasti petugas medis ini juga mengetahui apa yang terjadi ruang tunggu. Kemudian Marigold berdehem. "Bisa kita mulai sekarang?"
"Ah ya-ya," jawab dokter setengah baya sambil memperbaiki posisi duduknya. "Baiklah, kita akan mulai sekarang."
"Silakan timbang dulu, Nona Marigold," kata perawat yang menunjuk ke arah timbangan badan.
Kemudian Marigold menjalani serangkaian pemeriksaan fisik. Timbang berat badan. Ukur tinggi badan. Tekanan darah. Ukur lingkar pinggang plus lingkar dada. Bahkan panjang kaki pun juga diukur.
"Sudah selesai. Silakan duduk kembali," kata perawat itu sambil memberikan papan klip yang berisi informasi fisik Marigold, pada dokter itu.
"Baik," jawab Marigold sambil menarik kursi lalu duduk. Kemudian Marigold mengernyit heran, ketika seorang perawat lain memasangkan sejumlah alat sensor yang ditempelkan padanya. "Ini... untuk apa?"
"Ini adalah alat pendeteksi kebohongan," jawab dokter itu sambil memperhatikan layar komputer, apakah alat sensor itu sudah terpasang dengan benar. Komputer akan menampakkan hasil gelombang magnetik dari mendeteksi detak jantung, pernapasan, dan kulit.
"Apa?!" seru Marigold terkejut. "Pe-pendeteksi kebohongan? Untuk apa?"
"Supaya kita tahu, bahwa setiap gadis yang kami cek akan memberikan jawaban benar, bukan sebuah kebohongan."
Alat pendeteksi kebohongan adalah suatu alat yang mengukur dan mencatat beberapa indikator fisiologis seperti tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan konduktivitas kulit, saat seseorang ditanyai dan menjawab serangkaian pertanyaan. Dengan alat ini, akan diketahui apakah seseorang itu berbohong atau jujur. Bila seseorang bohong, maka gelombang yang terbaca pada grafik akan bergetar cepat. Sebaliknya jika seseorang jujur, maka gelombang tersebut akan bergetar dengan lambat sehingga tidak terdeteksi oleh alat.
Marigold meringis sambil menatap alat sensor yang ditempelkan di dadanya, lengan atas, dan kedua jari telunjuknya. "Dokter, apakah ini benar-benar diperlukan?"
"Ayo kita mulai," perintah dokter pada perawat yang membawa sebuah papan klip, mengabaikan protes Marigold.
"Baik dok," sahut perawat itu sambil memandang Marigold dengan datar. "Nona Marigold, apa anda masih perawan?" tanyanya membacakan pertanyaan pertama.
"Masih," jawab Marigold cepat sambil mengedikkan dagunya ke arah dokumen laboratorium di atas meja dokter, seakan memberitahu bahwa jawabannya tentu saja sama dengan hasil laboratorium itu. "Kan ada surat hasil tes laboratorium. Ck, kenapa harus repot-repot bertanya lagi?"
"Apakah anda memiliki pacar?" lanjut perawat yang lagi-lagi mengabaikan protes Marigold.
"Sekarang sudah tidak punya lagi."
"Pernah tidur dengan pacar?
"Ya tentu saja belum pernah. Kan aku masih perawan, tentu saja aku belum terjamah. Aku masih suci dan perawan. Pertanyaan dokter ini sangat tidak relevan," protes Marigold semakin kesal.
"Pernah melakukan kegiatan yang lebih dari sekedar ciuman?"
"Kenapa pertanyaannya semakin mendesak? Aku kan sudah bilang, aku masih perawan. Aku belum pernah tidur dengan mantan pacarku. Aku hanya sekedar ciuman di bibir dan area wajah saja. Selain itu, tidak pernah."
"Jawab saja," desak dokter dengan nada menyebalkan. "Pernah atau tidak?"
"Tidak pernah," jawab Marigold ketus.
Hening..
Dokter itu membaca hasil tes poligraf dengan diam, membuat Marigold gelisah. Kemudian dokter itu mengangguk. "Baiklah, hasilnya sudah keluar dan anda dinyatakan lolos tes kesehatan.
Bersambung...