Download App
30.76% Dendam Berujung Cinta / Chapter 4: Pasang CCTV diam-diam

Chapter 4: Pasang CCTV diam-diam

"Kau baik-baik saja di sana?"

"Kabari aku jika terjadi sesuatu denganmu. Aku akan menjemputmu di dekat pintu gerbang rumah Tuan Hittler."

"Leonar!"

"Leonar!"

"Sejak tadi kau tidak meresponku sama sekali. Kau tahu? Aku seperti orang bodoh yang sedang mengajak bicara wanita bisu!"

"Ah, maafkan aku, Anna."

"Hey, tunggu-tunggu! Suaramu terdengar sedikit berat. Kau baik-baik saja?"

"Ya, aku baik-baik saja."

"Kau berbohong, kan?"

"Tidak," jawab Leonar di telefon.

"Sudah, ya... aku belum menata pakaianku. Nanti malam kita sambung lagi."

"Hey, tunggu-tunggu! Jangan dimatikan dulu. Bagaimana jika nanti malam kita jalan-jalan. Aku baru saja menerima gaji pertamaku di toko kue itu."

"Emmm...."

"Aku tunggu di depan gerbang rumah Tuan Hittler."

"Tap-tapi Anna...."

Tut... tut... tut....

Leonar membuang nafas panjang. Berusaha sabar menghadapi sikap sahabatnya yang sedikit egois. Dia sendiri tidak tahu apakah malam ini bisa pergi keluar atau tidak. Ia takut untuk meminta izin pada Jonathan.

Lagi-lagi Leonar membuang nafas panjang. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Sejenak Leonar memejamkan mata, lelah dengan semua pekerjaan yang ia selesaikan hari ini. Belum lagi beberapa koper berisi pakaian belum tertata di dalam lemari.

Leonar mengambil ponsel di sampingnya. Ia menatap wallpaper di layar depan. Foto keluarga dengan wajah senyum bahagia. Semua yang ada di foto itu tersenyum lebar, namun senyuman Leonar terlihat paling aneh! Senyumnya nampak terpaksa, dan ia tidak menarik ujung bibirnya lebar-lebar. Dua saudara perempuannya berdiri di tengah-tengah ayah dan ibunya. Sementara ia sendiri berdiri di belakang tubuh kakak laki-lakinya.

Dengan melihat foto itu selama beberapa menit saja, Leonar kembali menangis. Masih tidak percaya dengan sikap ayahnya. Dia membiarkan Leonar hidup di dalam istana megah Hittler Smith untuk dijadikan boneka balas dendam Hittler. Baru beberapa hari Leonar tinggal di rumah Hittler, ia sudah merasa tersiksa. Mengalami perang batin yang luar biasa, hingga membuatnya takut saat berhadapan dengan Hittler.

"Malang sekali nasibku," ucapnya lirih sambil mengelap air mata.

Dert! Dert!

Layar hp Leonar tiba-tiba menyala-nyala. Menandakan pesan notifikasi baru saja masuk.

'Aku akan datang satu jam lagi. Lebih baik kau bersiap-siap sekarang, Nara.'

"Dia bilang perginya nanti malam. Kenapa tiba-tiba pergi sekarang? Huftt, dia benar-benar merepotkan!" Leonar bergegas turun dari tempat tidur. Melangkah keluar, pergi ke ruang bawah, mencari Jonathan untuk meminta izin keluar rumah.

"Tuan, saya ada perlu keluar bersama teman saya sore ini. Bolehkah saya pergi setelah ini?"

Jonathan menoleh ke belakang. Ia memperhatikan penampilan Leonar yang masih berantakan. Rambutnya masih acak-acakan, bajunya pun masih belum ganti. Ia masih menggunakan kaos warna putih yang sudah ia gunakan sejak kemarin sore.

Tatapan Jonathan membuat Leonar langsung menunduk. Ia membiarkan tangan kanan Hittler Smith itu terus memperhatikan penampilannya. Dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Kau tidak boleh keluar rumah."

"Kenapa?"

"Bodoh sekali! Kau tidak perlu mempertanyakan apa pun. Itu sudah mutlak!"

"Hmmm, begitu, ya?"

"Lalu bagaimana jika darahku kemana-mana?"

"Darah?" Jonathan mengerutkan dahi, bingung dengan maksud Leonar.

"Maksudmu?"

"Aku seorang wanita, tentu saja aku mengalami siklus haid. Jika musti menggunakan pembalut."

"Siklus haid?"

"Iya," jawab Leonar sambil mengangguk.

"Pembalut? Siklus haid? Darah?"

'Apa maksud wanita ini?'

"Jika kau membutuhkan pembalut untuk membalut lukamu, kau bisa menemukan pembalut itu di lantai tiga. Di sana banyak obat-obatan dan sejenisnya."

"Tuan, kau tidak tahu siklus haid?"

"Kami para wanita mengalami siklus haid setiap bulan. Itu bukanlah sebuah luka di tubuh, melainkan pelepasan...."

Panjang lebar Leonar berusaha menjelaskan semua itu pada pria polos di depannya. Menciba memberikan penjelasan lebih singkat agar Jonathan tahu, namun pada akhirnya pria itu tetap tidak paham! Kerutan di dahinya masih terpampang jelas. Alhasil, Leonar memilih untuk mengakhiri penjelasannya. Ia rasa percumah saja menjelaskan masalah itu ke Jonathan.

"Hendak pergi bersama siapa kau?"

"Bersama teman saya, Tuan."

"Hmm, kau harus kembali sebelum jam delapan malam."

'Apa? Sebelum jam delapan malam? Itu terlalu singkat!!'

"Apa? Kau tidak mau? Kalau tidak mau, maka tidak usah pergi!!"

"Baik, Tuan... terimakasih sudah memberikan izin kepada saya." Leonar melempar senyum ke wajah Jonathan. Meskipun sebenarnya ia sedang menahan kesal lantaran ia hanya bisa menghabiskan waktu di luar kurang dari lima jam.

Leonar segera bergegas pergi ke lantai atas. Jam dinding di atas jendela kamarnya sudah menunjukkan pukul 17.00. Hari sudah tidak sore lagi, ini sudah petang.

"Huh, gara-gara Jon menyebalkan aku jadi pergi terlambat! Bodoh sekali dia masalah datang bulan saja tidak mengerti! Pasti di sekolah dia sangat bodoh. Sebodoh itu saja dia bisa bekerja menjadi asisten Tuan Hittler. Pasti dia tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik," celoteh Leonar sambil mengganti baju.

Setelah siap dengan pakaian simpelnya, ia pun mengambil karet di dalam box kecil dan langsung mengikat rambutnya. Sepatu putih di samping lemari adalah satu-satunya sepatu yang ia bawa dari rumah. Leonar segera memakai sepatu itu dan turun ke bawah.

Di lantai dasar, semua orang sedang berkumpul. Ada Hittler dan para anak buahnya di sana. Leonar tiba-tiba merasa canggung, takut untuk melewati mereka semua.

"Hey, kau menghalangi jalanku!"

"Kau rupanya!"

Lagi dan lagi Jonathan muncul tiba-tiba. Dia berdiri di belakang Leonar dengan selembar kertas di tangannya. Ia menatap aneh penampilan Leonar. Sejurus kemudian ia pergi meninggalkan Leonar yang berdiri di ujung anak tangga.

Ponsel di tangannya menyala. Anna sudah mengirim pesan berkali-kali. 'Aku sudah menunggumu di pinggir jalan. Kau segera ke sini!'

'Nara, jangan membuatku menunggu lebih lama lagi! Aku seperti orang bodoh di pinggir jalan ini. Cepat kemari atau aku akan mengganggu hidupmu!'

"Menyebalkan!" gumam Leonar kesal. Sekarang sudah tidak ada waktu lagi. Ia harus segera pergi menemui Anna.

Alhasil, Leonar memberanikan diri untuk melewati tuan-tuan yang sedang berunding di ruang tamu. "Mari Tuan...."

Hittler menoleh, matanya bertemu dengan mata Leonar. Kali ini ia melakukan hal ya g sama seperti yang dilakukan Jonathan. Ya, memperhatikan penampilan Leonar dari ujung kepala hingga ujung kaki. 'Wanita aneh!'

Hittler memalingkan wajah, ia kembali mengurusi pekerjaannya dan membiarkan wanita itu pergi.

"Mau kemana dia?" tanyanya lirih.

"Dia bilang ingin membeli kebutuhan wanita, Tuan."

"Tampilan wanita itu sangat aneh. Dia seperti mau pergi joging pagi hari."

"Iya, Tuan. Sepertinya dia memang tidak tahu cara berpakaian yang benar."

"Menjijikkan!" ucap Hittler dengan ekspresi risih. Setelah itu ia kembali menyelesaikan tumpukan kertas-kertas yang perlu ia tanda tangani.

"Tuan Hittler, ini adalah waktu yang bagus untuk memasang cctv di kamar wanita itu!"


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login